Homili 12 Januari 2019

Hari Sabtu, Penampakan Tuhan
1Yoh. 5:14-21
Mzm. 149:1-2,3-4,5,6a,9b
Yoh. 3:22-30

Yesus selalu nomor satu

Saya pernah diundang untuk memberkati rumah sebuah keluarga. Salah satu hal yang mengesankan saya di rumah baru ini adalah saya menemukan banyak gambar berbingkai dan patung Yesus. Ada gambar berbingkai kanak-kanak Yesus, Yesus sebagai gembala baik dan hati amat kudus Yesus. Ada patung bayi Yesus, Yesus yang sudah beranjak remaja, Yesus sebagai gembala baik, hati amat kudus Yesus dan patung pieta. Maka saat itu saya memberkati rumah sekaligus memberkati gambar, patung-patung dan beberapa salib. Saya sempat bertanya kepada pemilik rumah tentang begitu banyak gambar-gambar dan patung-patung Yesus di dalam rumahnya. Ia menjawabku: “Kami sudah sepakat di dalam keluarga ini bahwa Yesus harus selalu menjadi nomor satu”. Saya tersenyum dan merasa bahagia karena bertemu dengan keluarga yang beriman. Saya membayangkan bahwa prinsip seperti ini harusnya menjadi satu prinsip yang dimiliki oleh semua orang yang mengikuti Tuhan Yesus Kristus. Artinya Tuhan Yesus harus menjadi nomor satu, prioritas utama dalam hidup kita, di dalam keluarga-keluarga katolik.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Sabtu sesudah penampakan Tuhan ini membantu kita untuk memiliki sebuah pilihan akan prioritas utama di dalam hidup dan karya kita. Di dalam bacaan Injil kita menjumpai sosok Yohanes Pembaptis. Tugas Yohanes adalah menyiapkan umat manusia dengan seruan tobat dan membaptis orang-orang yang datang kepadanya supaya layak menjumpai Mesias yaitu Yesus yang sedang berada di tengah-tengah mereka. Ia menempati sebuah posisi strategis yaitu di Ainon, dekat Salim, sebuah daerah yang memiliki banyak air. Sementara itu Yesus yang sudah dibaptis Yohanes sedang berada di Yudea bersama murid-murid-Nya. Ia juga membaptis orang-orang yang datang kepada-Nya. Tentu saja kehadiran dua sosok yakni Yohanes dan Yesus, yang sama-sama melakukan penyucian dengan membaptis menimbulkan perselisihan tertentu. Para murid Yohanes belum mengenal Yesus dengan baik maka mereka heran karena ada banyak orang yang meninggalkan Yohanes dan mengikuti Yesus.

Yohanes Pembaptis memiliki reaksi yang sangat positif tentang Yesus berdasarkan penyampaian para muridnya. Ia berkata: “Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya.” (Yoh 3:27-28). Yohanes mengakui keunggulan Yesus karena karunia dari Surga bagi-Nya. Bagi Yohanes, Yesuslah yang memiliki kuasa ilahi untuk membaptis, bukan hanya dengan air tetapi dengan Roh Kudus. Air adalah salah satu simbol Roh Kudus dalam tradisi kristiani. Yohanes dengan rendah hati mengakui dirinya bukan sebagai Mesias yang dinantikan. Dia datang sebagai suara yang menyiapkan jalan. Yohanes mengakui dirinya sebagai sahabat mempelai atau sahabat Yesus yang empunya pesta dan ikut bersukacita. Sikap Yohanes di sini sangat jelas yakni memprioritaskan Yesus sebagai nomor satu. Ia sendiri berkata: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30).

Apa yang harus kita lakukan untuk menjadikan Yesus sebagai prioritas utama kita?

Pertama, kita berdoa dengan iman yang teguh. Yohanes dalam suratnya yang pertama mengajarkan kita banyak hal, terutama bahwa kita berusaha untuk memandang Tuhan sebagai kasih. Dia adalah kasih yang lebih dahulu mengasihi kita. Dia memberi perintah baru supaya kita saling mengasihi bukan hanya dengan kata-kata saja melainkan mengasihi dalam perbuatan dan kebenaran. Sikap kita sebagai anak-anak Allah yang mengalami kasih-Nya adalah dengan berdoa dan mengucap syukur kepada-Nya. Pada hari ini kita mendapat nasihat dari Yohanes untuk bersyukur karena Tuhan mengabulkan doa-doa kita. Ia berkata: “Saudara-saudaraku, inilah sebabnya kita berani menghadap Allah, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.” (1Yoh 5:14-15). Doa membantu kita untuk sadar diri supaya menjadikan Yesus sebagai prioritas untuk berdoa dan mengucap syukur.

Kedua, Kita berdoa supaya orang berdosa dapat bertobat. Banyak kali kita sulit untuk mendoakan orang-orang berdosa. Kita merasa jijik kalau mendekati orang yang kotor padahal kita juga kotor dan menjijikan orang lain. Kita tidak suka mendoakan orang berdosa, tetapi hanya mau mendoakan diri kita sebagai orang berdosa. Dalam doa salam Maria kita selalu berdoa: “Doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati amin.” Lalu mengapa kita merasa malu untuk mendoakan sesama lain yang berdosa? Yohanes berkata: “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa.” (1Yoh 5:16).

Ketiga, Kesadaran diri bahwa kita adalah bagian dari Allah. Yohanes mengatakan bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya. Yesus menjadi prioritas pertama dan utama karena Ia dapat melindungi kita dari kuasa iblis. Banyak orang yang mengandalkan dirinya sendiri dan lupa mengandalkan Tuhan. Ia mungkin kelihatan berhasil dalam karyanya tetapi hanya serupa dengan orang yang membangun rumahnya di atas pasir. Orang yang mengandalkan Tuhan akan melakukan pertobatan yang terus menerus di dalam hidupnya.

Pada hari ini kita membaharui diri kita supaya tetap menomorsatukan Tuhan Yesus dalam hidup dan karya kita. Tantangan manusiawinya adalah ketika kita selalu menjadikan diri kita sebagai prioritas utama, menjadikan diri kita jauh lebih popular daripada Yesus sendiri. Semua karya yang kita lakukan bukan untuk kebesaran nama kita tetapi kebesaran nama Tuhan. Dia harus semakin besar dan kita semakin kecil. Mari kita sama-sama memurnikan hidup kita supaya nama Yesus semakin dimuliakan dalam karya-karya kita.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply