Homili Hari Minggu Prapaskah ke-IV/C – 2019

HARI MINGGU PRAPASKAH IV/C
Yos. 5:9a,10-12
Mzm. 34:2-3,4-5,6-7
2Kor. 5:17-21
Luk. 15:1-3,11-32

Hati penuh sukacita

Kita memasuki Hari Minggu Prapaskah ke-IV tahun C. Kita mengawali perayaan Ekaristi dengan mendaraskan sebuah Antifon Pembuka yang indah dari Kitab nabi Yesaya ini: “Bersukacitalah, hai Yerusalem, dan berhimpun, kamu semua yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang dulu berdukacita, agar kamu bersorak sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu.” (Yes 66:10-11). Masa prapaskah yang kita alami bersama hingga pekan keempat ini membawa sukacita tersendiri. Kita bersukacita karena apapun dan siapapun diri kita, Tuhan tetap memberi berkat dan penebusan berlimpah melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Hari Minggu Prapaskah keempat ini juga dikenal dengan nama Hari Minggu Sukacita atau Hari Minggu Laetare.

Apakah ada sukacita di dalam hatimu pagi ini? Mungkin ada di antara kita yang jujur mengatakan bahwa ada sukacita karena selalu bersama Tuhan, sumber cukacita. Ada juga yang mungkin mengatakan dengan jujur dalam hatinya bahwa ia belum memiliki sukacita saat ini karena sedang dirundung duka dan cemas, memiliki masalah-masalah kehidupan dan beban berat. Kepada yang tidak memiliki masalah kehidupan saat ini silakan bersyukur dan bersukacitalah. Kepada mereka yang memiliki beban kehidupan, ingatlah perkataan Tuhan Yesus: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mt 11:28). Jangan bimbang dan ragu untuk datang kepada Yesus dan mengalami sukacita-Nya.

Saya mengingat St. Theresia dari Kalkuta pernah berkata: “Sukacita itu doa; sukacita itu kekuatan; sukacita itu cinta; sukacita itu adalah jaring cinta yang mana engkau bisa menangkap jiwa – jiwa.” Saya sependapat dengan orang kudus modern ini. Orang selalu bersama dengan Tuhan akan mengalami sukacita ilahi. Maka sukacita adalah sebuah doa yang menguatkan, sebuah cinta untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Sukacita adalah gambaran surga yang penuh dengan sukacita karena para malaikat dan semua orang kudus melayani Tuhan siang dan malam.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Minggu ini mengundang kita untuk bersukacita dalam Tuhan. Yosua dalam bacaan pertama mengisahkan bagaimana umat Israel bersukacita karena memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan dan merayakan paskah. Hati penuh sukacita dialami umat Israel karena Tuhan menghapuskan cela Mesir dalam diri Yosua dan umat Israel. Kini mereka masuk dan tinggal di tanah Kanaan yang Tuhan sendiri sudah menjanjikan kepada nenek moyang mereka. Mereka sebagai umat pilihan Tuhan mulai belajar untuk menata hidupnya dan menjadi pribadi yang baru, tanpa ada lagi cela Mesir yang menjadi masa lalu mereka. Mereka bersukacita karena merayakan Paskah artinya Tuhan lewat dan tidak lagi memberi mana dari langit. Mereka harus mengolah tanah dan merasakan sukacita Tuhan dengan hidup dari tanah yang Tuhan berikan kepada mereka, kaya dan subur, penuh susu dan madunya. Ekaristi adalah sebuah perayaan sukacita bagi kita. Ekaristi menjadi pengalaman kita saat ini untuk menyantap ‘mana’ sebagai bekal rohani menuju kepada Tuhan melalui kurban Kristus, Putera-Nya.

St. Paulus memanggil kita untuk senantiasa bersukacita. Ia pernah berkata: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Flp 4:4). Kita bersukacita karena Tuhan begitu baik dengan kita. Ia memberikan Yesus Kristus sebagai juru damai bagi kita semua. St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan bahwa Tuhan Allah sudah mendamaikan kita dengan diri-Nya melalui Yesus Kristus Tuhan kita. Dengan demikian kita menjadi ciptaan baru. Sebagai ciptaan baru, kita perlu membawa sukacita kepada sesama. Berkaitan dengan ini, St. Paulus berkata: “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” (Rm 12:12).

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengajar kita untuk bersukacita karena kita memiliki Allah Bapa yang maharahim. Ia tidak menghitung-hitung dosa dan salah yang kita lakukan. Ia justru menerima kita ketika kita sadar diri untuk kembali kepada-Nya seperti anak yang hilang. Ia sudah mati dan hidup kembali, ia sudah hilang dan ditemukan kembali. Maka pertobatan menjadi tanda sukacita tersendiri di pihak Allah dan manusia yang sadar diri sebagai orang berdosa dan bertobat. Milikilah hati yang penuh sukacita dalam masa prapaskah ini.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply