Bersama Maria: Hari kedelapan belas

Bunda dan Ratu Para Imam

Pada hari Sabtu pertama dalam bulan ini, ada seorang sahabat mengirim sebuah teks doa untuk para imam. Ia mengingatkan saya bahwa setiap hari Sabtu pertama dalam bulan, ia selalu berpuasa dan bermatiraga serta berdoa untuk para imam melalui perantaraan Bunda Maria. Saya memperhatikan teks doa bagi para imam dan menemukan kalimat terakhir yang bunyinya seperti ini: “Bunda Maria, Ratu para imam, dampingi dan doakan kami bersama para imam kami. Kini dan sepanjang segala masa. Amin.” Ini adalah sebuah doa yang bagus dari umat bagi para imamnya dengan perantaraan Bunda Maria.

Pikiran saya tertuju pada kisah Yesus dalam Injil Yohanes ini: “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” (Yoh 19:25-27). Kisah Yesus ini menggambarkan pendampingan Yesus bagi Gereja-Nya hingga akhir zaman. Ia wafat di kayu salib tetapi masih ada sang Bunda yang ikut mendampingi Gereja yang diwakili oleh Yohanes. Namun kisah ini juga menunjukkan sebuah realitas yang lain. Maria adalah Bunda Yesus sang Imam Agung. Kini Yesus menyerahkan Yohanes ke dalam tangan Bunda Maria. Maria menjadi Bunda para rasul dalam Gereja. Maria lalu menjadi bunda para imam sepanjang sejarah gereja. Semua ini sudah berlangsung turun temurun di dalam Gereja.

Konsili Vatikan II dalam dokumen ‘Presbyterorum Ordinis’ mengundang para imam untuk memandang Maria sebagai model sempurna bagi keberadaan mereka, membiasakan diri untuk memanggilnya sebagai “Bunda Imam tertinggi dan kekal, sebagai Ratu Para Rasul, dan sebagai Pelindung dari pelayanan mereka”. Dikatakan juga bahwa, “para imam harus selalu memuliakan dan mencintainya, dengan pengabdian dan ibadat berbakti” (no. 18). Imam yang senantiasa memandang Maria adalah imam yang berdevosi kepada Maria. Ia akan menjadi Bunda dan Ratu baginya. Imam akan mengalami ketidaksempurnaan kalau ia tidak memiliki devosi kepada Bunda Maria. Dia benar-benar Ibu, Ratu dan model kekudusan para imam.

Saya mengingat perkataan yang sangat meneguhkan dari Beato Columba Marmion, OSB. Ia pernah berkata: “Maria secara khusus adalah Ratu dan Bunda para imam. Karena kemiripan mereka dengan Putra ilahinya, Bunda Maria pun melihat Yesus di dalam diri mereka masing-masing. Dia mencintai mereka bukan hanya sebagai anggota Tubuh Mistik, tetapi karena karakter imamat tercetak pada jiwa mereka, dan untuk misteri sakral yang mereka rayakan dalam persona Christi.”

Saya sebagai seorang imam tertahbis sungguh merasakan perkataan ini. Saya adalah orang yang memiliki banyak kekurangan namun saya yakin bahwa Bunda Maria mendoakan dan menguduskan saya bagi Yesus Puteranya. Ia juga melihat karakter imamat yang tercetak dalam jiwa dan ragaku sehingga dapat merayakan sakramen-sakramen di dalam Gereja.

Saya mengakhiri permenugan ini dengan mengutip Paus Pius ke-XII. Ia pernah berkata: “Sejauh para imam dapat dipanggil, dengan gelar yang sangat istimewa yakni anak-anak Santa Perawan Maria, mereka tidak akan pernah berhenti mencintainya dengan kesalehan yang penuh semangat, memohon padanya dengan keyakinan penuh, dan sering memohon perlindungan kuatnya.”

Terima kasih Bunda Maria karena sudah menjadi Bunda dan Ratu bagi para imam di dalam Gereja Puteramu. Bunda Maria, doakanlah kami para imammu.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply