Homili 25 November 2019

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXIV
Dan. 1:1-6,8-20
MT Dan. 3:52,53,54,55,56
Luk. 21:1-4

Memberi segalanya bagi Tuhan

Banyak di antara kita mungkin mengingat sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Sari Simorangkir beberapa tahun yang lalu. Judul lagunya adalah: ‘Kuserahkan segalanya’. Ada bagian liriknya yang bunyinya begini: “Kus’rahkan segalanya, di tangan-Mu ya Tuhan. Kau berdaulat, Kau berkuasa, pembela hidupku. Kerinduan jiwaku tinggal di hadirat-Mu. Pengagunganku hanya bagi-Mu, sampai pada kekekalan.” Kalau anda mau mendengarnya silakan klik link ini: https://www.youtube.com/watch?v=noTzF4-ukzQ. Bagi saya, lirik lagunya memang sederhana tetapi sangat bermakna. Tuhan memanggil saya untuk menjadi gembala di dalam Gereja Katolik. Ini adalah sebuah panggilan khusus, ‘limited edition’. Tidak semua orang mampu menghayati panggilan hidup seperti ini, sebab memang banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih. Salah satu kekhasan panggilan khusus adalah persembahan diri secara utuh kepada Tuhan. Prinsipnya adalah ‘segalanya bagi Tuhan’. Ini merupakan komitmen pribadi yang harus dilakukan secara sempurna. Persembahan diri secara utuh berarti mempersembahkan jiwa dan raga hanya bagi Tuhan, pikiran dan kehendak hanya tertuju kepada Tuhan. Model yang tepat untuk mempersembahkan diri secara utuh kepada Tuhan adalah Tuhan Yesus sendiri. Ia datang ke dunia bukan untuk melakukan kehendak-Nya melainkan kehendak Bapa di surga. Ia memberikan segalanya kepada Bapa.

Penginjl Lukas hari ini membantu kita untuk belajar mempersembahkan diri secara utuh kepada Tuhan. Ia mengisahkan sebuah perumpamaan yang diberikan oleh Yesus kepada para murid-Nya. Ketika itu Tuhan Yesus dan para murid-Nya berada di dalam Bait Allah. Ia memperhatikan bagaimana orang-orang yang datang ke dalam Bait Allah memasukkan derma mereka ke dalam kotak-kotak yang sudah disiapkan. Ada dua tipe manusia yang memasukkan dermanya ke dalam kotak-kotak yang disiapkan. Tipe manusia pertama adalah orang kaya. Orang-orang kaya itu memberi dari segala kelimpahan yang mereka miliki. Kadang-kadang mereka memiliki patokan tertentu. Misalnya ada yang kelihatan memberi sejumlah sekian maka mereka akan berusaha memberi lebih dari itu. Tipe manusia kedua adalah orang miskin. Sosok yang ditampilkan adalah seorang janda yang dalam kultur Yahudi merupakan golongan orang lemah dan perlu dibantu orang lain. Ia memberikan dua peser ke dalam kotak derma tanpa merasa berkekurangan atau memikirkan dirinya sendiri.

Siapakah yang mendapat apresiasi dari Tuhan Yesus?

Tuhan Yesus mengapresiasi kedua-duanya karena mereka sama-sama memberi atau berbagi dengan memasukkan persembahan mereka. Hanya Tuhan Yesus memberi catatan khusus: orang kaya memberi dari kelebihannya atau kelimpahannya. Kiranya yang mau Tuhan Yesus katakan adalah bahwa orang kaya memberi sisa-sisanya kepada Tuhan setelah ia memanfaatkan bagi dirinya. Mungkin saja ia memberi dengan menghitung-hitung berapa yang mau diberikan karena takut kekurangan. Orang kaya bisa juga menceritakan berapa yang sudah diberikannya di dalam kotak yang disiapkan. Janda miskin mendapat apresiasi karena memberi segala yang dimilikinya bagi Tuhan dan sesama. Ia tidak merasa takut atau berkekurangan karena dia percaya bahwa Tuhan akan memberi lebih dari yang ia berikan di dalam kotak. Ia sudah tahu bahwa dari semua kotak itu ada persembahan yang akan diberikan kepada para janda dan kaum miskin lainnya. Maka dia memberi segalanya dan akan menerima lebih dari yang ia telah berikan.

Apa yang terjadi saat ini?

Gereja masih memelihara tradisi memberi persembahan termasuk kolekte pada saat ibadah bersama. Sesuai hukum Gereja, ada tiga bentuk persembahan yakni oblationes, stipendium dan Iura Stolae. Persembahan (oblationes) merupakan pemberiaan suka rela dari umat beriman kepada Allah dalam perayaan peribadatan ilahi dalam bentuk natura (roti, anggur, beras, makanan, hewan yang masih hidup dan lainnya) maupun dalam bentuk sejumlah uang tertentu. Pemberian dalam bentuk uang yang dikumpulkan di sebut kolekte. Maka kalau ada umat yang mengumpulkan sewaktu perayaan atau yang meletakkan uang dalam amplop di atas meja altar dengan tidak menyebut intensinya itu bukan iura stolae, atau stipendium melainkan kolekte persembahan yang harus dipakai untuk kepentingan Gereja atau paroki. Karena itu, imam tidak berhak mengambilnya untuk kepentingan pribadi.

Umat katolik perlu memiliki prioritas yang terpenting dalam oblationes adalah Hosti dan Anggur untuk perayaan Ekaristi. Hal lain hanya tambahan saja. Kadang-kadang umat terlalu sibuk dengan hal lain dan lupa Hosti dan Anggur. Kolekte berupa sejumlah uang yang diberikan juga tidak memiliki patokan tertentu. Orang katolik memberi dengan tulus, tanpa paksaan apapun. Semangat janda miskin ini perlu dimiliki umat katolik. Uang yang menjadi kolekte dimasukkan dalam kotak kolekte yang disiapkan. Gereja katolik tidak memberlakukan perpuluhan sebagaimana saudara-saudara dari Gereja yang lain. Kolekte yang dikumpulkan secara sukarela, sesuai kemampuan umat itu digunakan untuk kebutuhan Gereja. Boleh dikatakan kolekte itu dari umat, oleh umat dan untuk umat. Kolekte nantinya dipakai untuk keperluan Gereja, misalnya untuk menolong kaum miskin, belanja-belanja kebutuhan Gereja setempat. Misalnya untuk membeli pakaian untuk imam berupa kasula dan stola dapat dialokasikan dari kolekte yang ada. Banyak kali umat berpikir bahwa kolekte itu dikumpulkan untuk para romo. Ini adalah pandangan yang keliru.

Para romo bisanya menerima stipendium. Stipendium adalah sumbangan suka rela umat beriman dalam bentuk uang kepada seorang imam dengan permintaan agar dirayakan satu atau sejumlah Misa untuk ujud/intensi dari penderma. Stipendium ini merupakan balas jasa dari penghargaan suka rela bagi sang imam yang telah melayani suatu kebutuhan umat beriman. Tapi bukan kewajiban umat dan imam pun tidak berhak menuntut. Satu hal lagi adalah Iura stolae. Iura Stolae adalah sumbangan umat beriman kepada seorang imam yang melaksanakan perayaan sakramen misalnya baptis, perkawinan atau melakukan suatu pelayanan pastoral lainnya seperti pemberkatan rumah. Perlu diketahui bahwa tujuan orang memberi derma dalam bentuk stipendium adalah bagi kesejahteraan Gereja dan penghidupan para pelayannya. Selain itu, umat diajak untuk bertanggungjawab secara ekonomis atas perkembangan hidup Gereja dan para pelayanannya. Dalam Kanon 946 dikatakan: “Umat beriman kristiani, dengan menghaturkan stipendium agar misa diaplikasikan bagi intensinya, membantu kesejahteraan Gereja dan dengan persembahan itu berpartisipasi dalam usaha Gereja mendukung para pelayan dan karyanya”.

Pada hari ini kita semua diingatkan untuk memberi secara total kepada Tuhan. Tantangan bagi kita saat ini adalah tangan kiri memberi sumbangan, tangan kanan mengambil foto (selfie) untuk membuktikan bahwa kita murah hati. Ini miris dan bukan memberi dengan sukarela. Berilah segalanya seperti janda miskin yang tidak menghitung-hitung atau takut tidak memiliki apa-apa. Belajarlah bermurah hati kepada Tuhan dan sesamamu. Satu hal yang nyata adalah jangan pelit untuk berderma. Tuhan akan mencukupkan hidup kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply