Food For Thought: Membungkuk dan memberi

Ketika aku membungkuk di hadapanmu!

Saya barusan membuka beberapa file di laptop yang sudah lama saya simpan. Saya menemukan sebuah foto berupa lukisan tangan seorang siswa yang dianggap sangat nakal dan susah diatur di sekolah. Lukisannya sangat sederhana yakni ada seorang ibu yang membungkuk sambil memberi sebotol aqua kepada anaknya yang kelihatan sangat haus. Sejenak gambar ini tidak berbicara banyak kepada saya. Namun semakin saya memperhatikan lukisan ini, saya menemukan ada tulisan yang tidak begitu jelas nampaknya. Bunyi tulisannya adalah: ‘Aku mengasihimu sampai tuntas’. Kata-kata ini benar-benar membangunkan kesadaran saya saat itu. Seorang ibu telah mengurbankan dirinya dengan mengandung, melahirkan dan memelihara anaknya. Dari gambar, ia membungkuk sambil memberi. Ini benar-benar sebuah simbol kerendahan hati dan cinta kasih tanpa batas orang tua kepada anaknya.

Apa yang menjadi insight bagi saya setelah memperhatikan foto ini?

Saya percaya bahwa manusia dapat berubah dalam hidupnya. Lukisan ini menggambarkan suasana bathin, idealism yang hendak dicapai oleh sang pelukis. Label siswa yang ‘sangat nakal’ dan ‘susah diatur’ hendak dibuktikannya melalui lukisan ini bahwa ia memang berubah dari dalam, meskipun belum disadari oleh orang-orang yang melihatnya dari luar. Lukisan seorang ibu yang ‘membungkuk’ dan ‘memberi’ merupakan gambaran dirinya bahwa ia juga mau melayani dan memberi dirinya kepada sesama yang berkekurangan, mewujudkan sebuah bentuk pelayanan kasih kepada mereka yang sangat membutuhkan.

Orang tua memang memiliki banyak kelebihan dan kekuarangan. Satu hal yang tidak akan hilang dari diri mereka adalah semangat untuk melayani, rela berkorban, semangat berbagi hidup dalam situasi apa saja. Semua ini merupakan wujud nyata cinta kasih tanpa batas atau cinta kasih sampai tuntas. Memang kita tidak dapat menutup mata terhadap berbagai krisis yang melanda keluarga seperti perceraian, poligami, poliandri dan lain sebagainya. Semua ini adalah tanda-tanda ketidaksempurnaan orang tua sebagai pribadi. Dia atau mereka adalah manusia atau daging yang lemah dan tak berdaya. Namun di dalam hati mereka masih ada cinta tanpa batas kepada anak-anaknya. Mereka akan tetap ‘membungkuk’ dan ‘memberi’ kepada anak-anaknya. Kalau saja ada orang tua yang tidak ‘membungkuk’ dan ‘memberi’ karena kelemahan manusiawinya.

Saya mengakhiri permenungan ini dengan mengingat sebuah perkataan Khalil Ghibran: “Cinta yang terbatas ingin memiliki yang dicintai, tapi cinta yang tak terbatas hanya terbatas menginginkan cinta itu sendiri, cinta yang tumbuh dalam perpaduan kenaifan dan gairah masa muda, memuaskan diri dengan memiliki dan tumbuh dengan pelukan. Tapi cinta yang dilahirkan bersama segala rahasia malam tidak pernah puas dengan apa pun selain keabadian dan kelestarian dan ia hanya membungkuk dan patuh kepada Tuhan.”

Masa adventus merupakan kesempatan untuk ‘membungkuk’ dan ‘memberi’. Kebajikan kerendahan hati dan kerelaan untuk berbagi atau berempati merupakan jalan yang baik untuk mewujudkan masa adventus yang bermakna. Maknanya adalah kita berubah dari dalam untuk menjadi pribadi yang sungguh-sungguh kristiani.

Tuhan memberkati.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply