Homili Hari Minggu Adventus ke-II/A – 2019

Hari Minggu Adventus II/A
Yes 11:1-10
Mzm 72: 1-2.7-8.12-13.17
Rm 15:4-9
Mat 3:1-12

Keharmonisan

Adalah Albert Eisntein (1879-1955). Ahli Fisika berkebangsaan Jerman ini pernah berkata: “Ada tiga rumus kerja yakni pertama, menghindari kekacauan sehingga menemukan cara sederhana. Kedua, beranjak dari ranah konflik sehingga menemukan keharmonisan. Ketiga, di tengah kesulitan selalu ada kesempatan.” Ketiga rumusan ini selalu kita alami dalam keseharian hidup kita. Kita selalu mengalami chaos di dalam keluarga dan tempat kita berkarya. Selalu saja ada keluhan bahwa pekerjaan ini tidak tuntas karena ini dan itu. Performance dan profesionalisme selalu dipertanyakan oleh banyak orang terhadap pribadi tertentu dalam berkarya. Butuh kemampuan untuk menghindari kekacauan dengan cara-cara yang sederhana. Apakah dengan demikian berarti kita tidak membutuhkan konflik? Kita sangat membutuhkan konflik sehingga dapat menghidupi keharmonisan bersama. Tanpa ada konflik maka tidak ada keharmonisan dalam hidup ini. Tanpa konflik, orang tidak sempat berpikir bagaimana dapat hidup berdampingan sebagai saudara. Suasana chaos dan konflik merupakan kesulitan tersendiri bagi kita semua. Namun setiap kesulitan yang kita hadapi selalu ada kesempatan untuk mengatasinya. Tuhan pasti membuka jalan untuk mengatasinya

Kata yang menarik perhatian kita pada pekan kedua adven adalah keharmonisan. Tuhan memilih seorang pemimpin supaya menjadikan manusia pribadi-pribadi yang harmonis satu sama lain sebagai manusia, dan juga harmonis dengan lingkungan hidupnya. Nabi Yesaya dengan tepat menggambarkan suasana keharmonisan sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan melalui sang pemimpin pilihan-Nya. Dalam bahasanya Yesaya, ‘Tunas’ yang tidak lain adalah Yesus Kristus sendiri. Dialah yang mendamaikan Allah dengan manusia. Perhatikan kutipan ini: “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya. Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, seperti air laut yang menutupi dasarnya.” (Yes 11: 6-9). Sebuah keharmonisan yang memang sangat sulit dilakukan namun bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.

Santu Paulus melihat keharmonisan dalam perkataan ini: “Semoga Allah, sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus.” (Rm 15:5). Susana keharmonisan juga ditandai dengan saling menerima satu sama lain (Rm 15: 7). Kata-kata kunci: kerukunan, satu hati, satu suara dan saling menerima memang sangatlah sulit untuk kita hayati bersama. Namun satu hal yang pasti adalah usaha dan ketekunan untuk melakukan kehendak Tuhan supaya mampu dan sukses dalam melakukan kehendak ilahi-Nya. Keharmonisan dalam kebersamaan dapat dicapai dengan mengalami Allah dan kasih-Nya di dalam hidup ini. Pengalaman akan Allah ini selalu ditandai dengan pertobatan secara terus menerus. Pertobatan sebagai jalan yang terbuka kepada keharmonisan di dalam hidup ini.

Masa adventus selalu menjadi kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik lagi (pertobatan). Perubahan yang radikal ini membawa kita semua kepada sebuah keharmonisan yang luhur di hadirat Tuhan. Sambil memandang lilin kedua yaitu lilin damai, mari kita berdamai dengan diri kita, berdamai dengan lingkungan kita dan dengan Tuhan sendiri.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply