Homili 13 Februari 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-V
1Raj. 11:4-13
Mzm. 106:3-4,35-36,37,40
Mrk. 7:24-30

Karena Tidak Setia

Emang Kamu Setia (EKS)? Ini adalah sebuah pertanyaan sederhana kepada semua orang. Para suami dan istri dapat merefleksikannya dalam konteks menjaga keindahan cinta mereka dalam berkeluarga. Para imam, biarawan dan biarawati dapat merenungkan pertanyaan sederhana ini dalam konteks menghayati nasihat-nasihat Injil. Artinya setia sebagai pribadi yang taat, miskin dan murni seperti Yesus sendiri. Para karyawan butuh kesetiaan dalam bekerja hingga mendapatkan hasil yang terbaik bagi perusahaannya. Kata setia memang penting dan harus bagi kita semua.

Kita mendengar kelanjutan kisah tentang raja Salomo. Ia mengawali kepemimpinannya dengan begitu bagus. Ketika Tuhan menanyakan kepadanya tentang apa yang dibutuhkannya sebagai seorang pemimpin, ia menjawab dengan jujur bahwa ia meminta hati yang bijaksana. Kita dapat membacanya di dalam Kitab Pertama Raja-Raja: “Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir. Maka datanglah orang dari segala bangsa mendengarkan hikmat Salomo, dan ia menerima upeti dari semua raja-raja di bumi, yang telah mendengar tentang hikmatnya itu.” (IRaj 4:29-30, 34).

Bagaimana dengan Salomo? Raja Salomo mengasihi Tuhan. Kita membaca dalam Kitab Pertama Raja-Raja: “Dan Salomo menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya”. (1Raj 3:3). Ia memindahkan Tabut Perjanjian dari Bethlehem ke Yerusalem. Ia mendirikan rumah bagi Tuhan dengan berbagai persembahan kepada Tuhan. Ia menunjukkan hikmatnya yang besar sehingga orang seperti ratu Syeba datang secara khusus untuk mengenal dan mengetahui kebijaksanaannya. Namun saya sekali karena kasih Salomo kepada Tuhan tidak berlangsung lama seperti Daud ayahnya.

Apa yang terjadi dengan Salomo yang mulanya begitu mengasihi Tuhan? Kita mendengar dalam bacaan pertama hari ini alasan kejatuhan Salomo. “Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, padahal tentang bangsa-bangsa itu Tuhan telah berfirman kepada orang Israel: “Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.” Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta. Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada Tuhan. Sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada Tuhan, Allahnya, seperti Daud, ayahnya.” (1Raj 11:1-4).

Salomo jatuh karena istri-istrinya mencondongkan hatinya untuk menyembah berhala. Ia mengikuti Asytoret, dewi orang Sidon, dan mengikuti Milkom, dewa kejijikan sembahan orang Amon (1Raj 11:5). Tentu saja ini adalah kejahatannya di hadirat Tuhan sebab ia telah menyembah berhala. Ia juga mendirikan bukit pengorbanan bagi Kamos, dewa kejijikan sembahan orang Moab, di gunung di sebelah timur Yerusalem dan bagi Molokh, dewa kejijikan sembahan bani Amon (1Raj 11: 7). Para istrinya juga mempersembahkan korban bakaran kepada ilah-ilah mereka.

Sikap Salomo yang tidak setia ini menimbulkan murka Tuhan kepadanya. Tuhan sendiri telah menegurnya supaya meninggalkan ilah-ilah asing tetapi hatinya tetap condong kepada mereka. Tuhan menegur Salomo dengan keras begini: “Oleh karena begitu kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu. Hanya, pada waktu hidupmu ini Aku belum mau melakukannya oleh karena Daud, ayahmu; dari tangan anakmulah Aku akan mengoyakkannya. Namun demikian, kerajaan itu tidak seluruhnya akan Kukoyakkan dari padanya, satu suku akan Kuberikan kepada anakmu oleh karena hamba-Ku Daud dan oleh karena Yerusalem yang telah Kupilih.” (1Raj 11:11-13). Kerajaan Israel yang tadinya begitu kokoh, kini akan pecah menjadi Kerajaan Yehuda yang beribu kota Yerusalem dan kerajaan Israel yang beribukota Samaria.

Kesetiaan itu mahal. Benar sekali perkataan Seneca ini: “Kesetiaan adalah kekayaan termulia di dalam kalbu manusia.” Ketika seorang setia di dalam hidupnya maka ia akan mengubah hidup orang lain untuk menjadi setia. Kesetiaan itu dimulai dari hal-hal yang kecil dan lama kelamaan akan menjadi setia dalam hal-hal yang besar. Seandainya Salomo boleh setia dalam hal-hal kecil maka kerajaannya akan berbeda dengan yang terjadi saat itu. Tidak ada pembuangan ke Babilonia dan di daerah-daerah Asiria.

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menunjukkan kesetiaan-Nya kepada Bapa dengan berkeliling dan berbuat baik. Kali ini Ia melakukan perjalanan ke daerah Tirus. Ini adalah daerah di luar komunitas Israel. Banyak orang berpikir bahwa tidak ada keselamatan bagi mereka. Namun kehadiran Yesus menunjukkan bahwa Ia membawa keselamatan bagi semua orang. Seorang ibu yang anaknya kerasukan roh jahat meminta Yesus untuk menyembuhkannya. Ibu yang merupakan seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia ini percaya bahwa Tuhan Yesus akan menyembuhkan anaknya. Kesetiaan Tuhan Yesus ini membuahkan keselamatan bagi semua orang.

Pada hari ini kita melihat dua sosok yang berbeda. Sosok Salomo yang tidak setia kepada Tuhan karena menyembah berhala. Sosok Yesus yang setia mengikuti kehendak Bapa untuk menyelamatkan semua orang. Kita selalu memiliki doa sosok ini di dalam hidup kita. Di satu pihak kita serupa dengan Salomo yang tidak setia, di lain pihak kita selalu berusaha untuk menjadi setia seperti Tuhan Yesus sendiri. Sebagai anak-anak Tuhan, marilah kita menjadi setia di dalam hidup kita. Buah kesetiaan adalah kasih dan kedamaian.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply