Homili Hari Minggu Biasa ke-XIIA – 2020

Hari Minggu Biasa XII/A
Yer. 20:10-13
Mzm. 69:8-10,14,7,33-35
Rm. 5:12-15
Mat. 10:26-33

Berani bersaksi karena benar!

Santu Lukas dalam karyanya Kisah Para Rasul sempat menceritakan tentang pengadilan terhadap Santu Paulus. Ketika itu para pemimpin agama Yahudi tetap pada pendiriannya bahwa Paulus bersalah karena mengganggu stabilitas nasional dengan ajarannya bahwa Yesus yang sudah terang-terangan wafat di depan mata mereka ternyata dinyatakan sudah bangkit dan hidup kembali. Paulus bahkan sempat dipindahkan dari Yerusalem ke Kaisarea. Lalu pada suatu kesempatan raja Herodes Agripa dan Bernike mengunjungi Festus di Kaisarea. Ketika itu Festus menceritakan kepada raja bahwa ada seorang tahanan bernama Paulus yang ditinggalkan oleh Felix sebelum meninggalkan Kaisarea. Konon para imam kepala dan ahli-ahli Taurat di Yerusalem meminta supaya ia diadili tetapi tidak ditemukan kesalahan apapun. Mereka hanya berselisih paham dengan dia tentang soal-soal agama mereka dan tentang seorang bernama Yesus Kristus, yang sudah mati tetapi Paulus katakan dengan pasti bahwa Ia hidup (Kis 25:19). Kesaksian Lukas ini menunjukkan betapa gigihnya Paulus untuk mempertahankan imannya bahwa Yesus pernah hidup, wafat dan bangkit dengan mulia. Dia berani bersaksi karena merupakan sebuah kebenaran. Sejarah Gereja menunjukkan bahwa banyak orang yang mengikuti Kristus menyerahkan nyawa, menjadi martir dengan menumpahkan darahnya karena kesaksian iman bahwa Yesus sungguh-sungguh hidup, wafat dan bangkit kembali. Sebab itu Tertulianus, seorang Bapa Gereja mengatakan: “Il sangue dei martiri è seme dei cristiani” (Darah para martir adalah benih iman Kristiani).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Minggu Biasa ke-XII/A mengundang kita untuk memiliki keberanian hati supaya bersaksi tentang kebenaran yang kita Imani. Dalam bacaan pertama kita mendengar pengalaman nabi Yeremia. Ia diutus Tuhan sebagai nabi dan salah satu ciri khasnya adalah membongkar, menunjuk dan mengutuk sarang kejahatan pada masanya. Dengan demikian ia sangat dimusuhi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia bersaksi bahwa telah ada bisikan banyak orang bahwa kegentaran datang dari segala jurusan. Diharapkan supaya semua orang bersatu padu untuk mengadukan dia. Bahkan semua sahabat karibnya selalu mengintainya, dan berusaha untuk menemukan kesalahan-kesalahan Yeremia yang nantinya sekaligus menjadi sandungan baginya. Dalam situasi yang sulit itu Yeremia tetap berani karena benar.

Mengapa Yeremia berani karena benar? Sebab ia sedang melakukan tugas kenabiannya supaya meluruskan umat, mengarahkan kiblat hidup mereka kepada Tuhan. Sehingga dalam situasi yang sulit sekalipun Yeremia tidak takut dan gentar sebab Tuhan menyertainya. Tuhan menyertai Yeremia seperti pahlawan yang gagah sehingga orang-orang yang mengejarnya tersandung, jatuh dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka bahkan menanggung malu di hadapan Yeremia. Ia bersyukur kepada Tuhan dengan berkata: “Ya Tuhan semesta alam, yang menguji orang benar, yang melihat batin dan hati, biarlah aku melihat pembalasan-Mu terhadap mereka, sebab kepada-Mulah kuserahkan perkaraku.” (Yer 20:12). Yeremia yakin bahwa Tuhan selalu memihak orang kecil yang berkenan di hadirat Tuhan.

Keberanian Yeremia haruslah menjadi keberanian Gereja masa kini. Gereja juga mengalami banyak kesulitan, penganiayaan, penderitaan dan kemalangan. Di banyak tempat masih ada kesulitan bagi umat Kristiani untuk membangun tempat ibadahnya. Ada banyak imam, biarawan dan biarawati yang ditangkap, dipenjara dan dibunuh sebagai martir. Hal ini terjadi karena mereka berani mewartakan Injil dalam hidup mereka. Banyak orang awam juga yang mengalami penderitaan karena mengimani Kristus. Semua pengalaman ini sangat sesuai dengan perkataan Yesus: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:11-12).

Tuhan Yesus terus menerus mendorong para murid-Nya supaya tidak merasa takut dalam melakukan tugas pewartaannya. Ia berkata: “Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah.” (Mat 10:26-27). Seorang murid sejati harus bersikap seperti Paulus yang tetap pada pendirian bahwa Yesus hidup, wafat dan bangkit. Tidak ada suatu apapun yang mengubah pikirannya. Demikian juga Gereja harus tetap berani untuk mewartakan Injil, apapun kesulitan yang dihadapinya. Yesus sudah berjanji bahwa barang siapa setia maka upahnya besar di surga. Keberanian untuk mewartakan Injil dalam situasi apa saja, baik menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Tuhan Yesus juga menguatkan para murid-Nya supaya tidak merasa takut untuk bersaksi bahkan menumpahkan darahnya. Mengapa demikian? Sebab setiap pengikut Kristus harus memiliki semangat takut akan Allah bukan takut akan manusia. Tuhan sendiri mengasihi manusia begitu sempurna maka tidak ada suatu apapun yang harus ditakuti. Yesus mengatakan dalam perumpamaan: “Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Mat 10:29-31). Kita harus bersyukur di hadirat Tuhan karena kita begitu berharga. Tuhan memelihara kita maka kita pun harus berani memelihara diri kita dan sesama manusia.

Apa yang harus kita lakukan?

Ada kesadaran bahwa dosa itu sedang menguasai dunia. St. Paulus mengakui dan mewartakannya kepada jemaat di Roma. Ia berkata: “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” (Rm 5:12). Dosa itu seperti tangan gurita yang merambat ke mana-mana. Namun demikian manusia harus tetap berani karena ada satu kebenaran yakni ada Yesus Kristus. Paulus mengakuinya dengan berkata: “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.” (Rm 5:15). Paulus bersaksi tentang Kristus karena kasih karunia yang berlimpah dari Tuhan.

Pada hari ini kita semua dipanggil untuk memiliki sebuah keberanian dalam menunjukkan jati diri sebagai pengikut Kristus. Kita berani karena bersaksi tentang kebenaran yakni Yesus sendiri. Terinspirasi oleh nabi Yeremia yang berani di tengah penderitaan karena imannya kepada Tuhan demikian juga kita semua harus berani membela dan mempertahankan iman kepada Kristus. Kemartiran adalah panggilan untuk bersaksi tentang Kristus. Kita juga bersyukur karena Yesus menebus kita. Rasa syukur ini menandakan bahwa kita begitu berharga di mata Tuhan. Ini adalah kasih sempurna dari Tuhan bagi kita. Bersyukurlah karena anda dan saya berharga di mata Tuhan dan berusahalah untuk menghargai sesama manusia.

PJ-SDB