Food For Thought: Menjawabi Panggilan Tuhan

Menjawab panggilan Tuhan

Ada sebuah pertanyaan yang sering ditanyakan kepada para pilihan Tuhan, yakni: “Bagaimana Anda menyadari bahwa panggilanmu itu benar-benar panggilan Tuhan atau Anda yang memanggil Tuhan?” Pertanyaan ini sangat sederhana tetapi membutuhkan rahmat Tuhan untuk menjawabnya dengan tepat. Panggilan hidup sebagai imam, biarawan dan biarawati adalah panggilan istimewa. Hanya orang-orang ‘limited edition’ yang mampu menjawab panggilan seperti ini. Mengapa? Sebab pribadi yang merasakan kasih Allah itu tidak hanya sekedar dipanggil dan menjawab panggilan itu. Panggilan Tuhan itu harus dijawab dan ditindaklanjuti. Perlu kita ingat juga bahwa Tuhan selalu menggunakan orang atau tempat atau waktu yang tepat untuk memanggil orang-orang pilihannya. Panggilan itu sendiri dirasakan dalam hidup yang nyata. Lewi dipanggil bukan di sinagoga tetapi di tempat kerjanya yang dinilai kebanyakan orang sebagai lahan basah, tempat kotor. Saya sendiri dipanggil bukan saat menjadi misdinar, tetapi dalam perjumpaan yang tidak terduga dengan seorang romo yang mengatakan bahwa suatu saat saya akan menjadi romo. Perkataan ini bukan impian tetapi sungguh menjadi nyata. Tuhan kita memang hebat dan sungguh baik. Besar kasih setia-Nya.

Panggilan hidup merupakan panggilan yang bersifat pribadi. Tuhan memanggil setiap pribadi dan membutuhkan jawaban yang pasti, ya atau tidak. Tidak ada jawaban ketiga bagi Tuhan. Dengan demikian orang harus sungguh-sungguh menyadari bahwa panggilan itu murni dari Tuhan. Tanpa ada kesadaran yang cukup maka pintu kegagalan selalu terbuka bagi yang merasa dipanggil atau sudah sedang dipanggil dan dipilih Tuhan. Namun demikian ada orang yang tidak merasakan panggilan Tuhan, tetapi memaksa Tuhan untuk memanggilnya, atau Dia hanya merasa bahwa Tuhan memanggilnya. Tipe orang seperti ini akan mengalami kegagalan dalam waktu singkat. Dia bisa ‘muntaber’ alias mundur tanpa berita dan menghilang begitu saja.Orang yang merasa memanggil Tuhan bisa sukses ditabhiskan sebagai imam atau mengikrarkan kaul kekal tetapi setelah lelah maka ia mengundurkan diri atau diundurkan dari panggilannya. Maka menjawab panggilan Tuhan itu butuh Tuhan bukan hanya butuh diri kita sendiri.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Lewi alias Matius. Dia adalah sosok istimewa. Dia adalah seorang Yahudi yang merasul bagi bangsanya sendiri supaya mengakui Yesus sebagai satu-satunya Mesias dan tidak ada yang lain. Panggilannya juga unik. Tuhan Yesus melihat dia sedang bekerja sebagai penagih pajak. Ia menyapa dan memanggilnya: “Ikutlah Aku!” dan Lewi segera berdiri dan mengikuti Yesus sampai tuntas. Lewi juga menyatakan syukur atas pengalaman pertobatannya ini dengan merayakan perjamuan bagi Yesus dan para pemungut cukai lainnya.

Pengalaman akan Allah yang maharahim selalu ditandai dengan pertobatan yang terus menerus. Panggilan hidup merupakan sebuah pertobatan yang terus menerus. Panggilan itu terus dimurnikan melalui pertobatan pribadi. Tanpa pertobatan panggilan itu tidak bermakna dan pintu kegagalan selalu terbuka lebar.

Tuhan memberkati, St. Matius mendoakan.

PJ-SDB