Food For Thought: Kita bersaudara

Kita bersaudara!

Saya teringat dalam suatu perjalanan ke Mesir, sang polisi terheran-heran memandang saya sambil memegang pasport saya. Dia bertanya kepadaku: “Anda berkebangsaan apa?” Saya menjawabnya singkat: “Indonesia”. Dia melanjutkan: “Oh, Indonesia. Selamat datang saudaraku. Apakah Anda seorang muslim?” Saya menjawabnya: “Saya orang katolik seratus persen tanpa ada kepalsuan” Dia hanya terdiam dan memberi jalan kepada saya untuk melapor dan menunjukkan pasport saya ke pihak imigrasi Mesir. Ini adalah pengalaman pertama perjalananku ke Mesir saat masih belajar di Israel tahun 1998 yang lalu. Meskipun polisi Mesir kelihatan kecewa ketika saya mengaku sebagai orang katolik, saya merasa ada nilai plus yakni dia sudah memanggil saya sebagai saudara.

Sapaan sebagai saudara selalu kita ungkapkan dalam hidup setiap hari. Di dalam keluarga, kita menyadari hidup sebagai saudara dan saudari se-ayah dan se-ibu. Di dalam komunitas hidup relijius, kami juga saling menyapa sebagai ‘saudara’. Ada yang disapa frater (saudara), Bruder (saudara), konfrater dan sama saudara. Dan dalam komunitas hidup relijius, kami berusaha untuk membangun persaudaraan sejati. Ini adalah komitmen dan cita-cita kami sesuai kharisma pendiri dan konstitus tarekat. Saya teringat nyanyian Daud dalam Mazmur seperti ini: “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” (Mzm 133:1). Harapan yang besar adalah hidup rukun sebagai saudara. Tentu saja membangun persaudaraan sejati itu tidaklah mudah. Semua konfrater bertemu saat usia sudah dewasa dengan latar belakang yang berbeda-beda. Namun semuanya harus memiliki komitmen yang sama untuk mewujudkan persaudaraan sejati. Ini sebuah perjuangan sepanjang hidup sebagai konfrater artinya saudara yang sepadan.

Pada hari ini kita semua mendapat sapaan yang istimewa dari Tuhan Yesus yakni sebagai saudara. Kita di sapa sebagai saudara ketika kita tulus untuk mendengar dan melakukan Sabda Allah. Kita mendengar sabda Tuhan supaya dapat mengalami Allah, kita menjadi saudara karena mendengar sabda yang sama dan kita menjadi misionaris sabda. Namun tidak cukup kita menjadi pendengar saja. Kita harus menjadi pelaku Sabda dalam hidup setiap hari (Yak 1:22). Kita melakukan sabda dalam hidup kita, dalam perbuatan-perbuatan kasih yang kita lakukan sebagaimana Tuhan kehendaki di dalam hidup kita. Hanya dengan demikian kita benar-benar menjadi saudara dan menjadi saudara dalam Yesus Kristus.

Salam dan berkat Tuhan,

PJ-SDB