Homili 6 Oktober 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXVII
Gal. 1:13-24
Mzm. 139:1-3,13-14ab,14c-15
Luk. 10:38-42

Mendengar sabda dan melakukannya dengan bahagia

Seorang romo muda mengaku tertarik untuk melayani Tuhan sebagai romo karena ia selalu mendengar suara romo muda di parokinya menyanyikan bagian terakhir dari Injil: “Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya” dan umat dengan penuh iman menjawabnya: “Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami”. Tuhan memang hebat. Dia memanggil orang untuk bekerja di kebun anggur-Nya bukan saat sedang berdoa di dalam kapel dengan khusuk, bukan saat adorasi suci tetapi melalui pengalaman-pengalaman sederhana. Romo ini hanya mendengar bagian terakhir bacaan Injil tetapi menjadi momen penting baginya untuk menjawabi panggilan Tuhan. Dia tentu merasa bahagia ketika mendengar Sabda dan tekun melakukannya di dalam hidup setiap hari.

Pada hari ini kita berjumpa dengan dua sosok penting dan inspiratif dalam Injil yakni Marta dan Maria. Marta adalah nama dalam Bahasa Aram, artinya ibu. Nama Maria berarti samudera raya (Mare menjadi Mari). Dalam Bahasa Mesir kuno, nama Maria berarti orang yang memiliki cinta yang mendalam. St. Hironimus lalu mengartikan nama Bunda Maria sebagai seorang wanita yang memiliki cinta kepada Tuhan yang begitu mendalam dan cinta seluas samudera raya. Marta sibuk melayani sebab dia memang ibu dalam keluarga. Dialah wanita dewasa yang mau membuat bahagia para tamunya dan kali ini bersama Yesus dan para murid-Nya. Kita membutuhkan sosok Martha, yang setia dalam keluarga dengan bekerja untuk membahagiakan para tamunya. Maria dipuji Yesus karena memilih tempat terbaik. Ia duduk dengan tenang sambil mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut Yesus.

Sosok Marta dan Maria menginspirasi kita semua. Dalam konteks hidup membiara, Marta dan Maria menginspirasi kehidupan aktif dan kontemplatif dalam komunitas hidup bakti. Ada orang yang terpanggil dan merasa kesulitan kalau berhadapan dengan kehidupan aktif maka dia mungkin lebih cocok menjadi kontemplatif. Ada yang mungkin tidak cocok dengan hidup kontemplatif maka ia mungkin cocok dengan hidup aktif. Bagi saya, ini adalah kesempatan bagi kita untuk bersyukur karena Ia selalu memiliki rencana yang indah bagi kita masing-masing. Dia menghendaki kita hidup aktif, dapat juga hidup kontemplatif. Tujuannya tetap sama yakni untuk memuliakan nama Tuhan.

Mari kita membangun prinsip santu Paulus di dalam hidup kita: “Allah berkenan menyatakan anak-Nya di dalam diriku agar aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa.” Kita berusaha untuk memberitakan Injil. Kita memberitakan Injil dalam hidup kita setiap hari dengan suka cita. Untuk dapat memberitakan Injil, kita harus mendengar sabda dengan sukacita. Kita juga menjadi pelaku firman dalam hidup setiap hari. Tidak cukup kita mendengar saja, tetapi harus menjadi pelaku firman yang handal.

PJ-SDB