Food For Thought: Haus akan Tuhan

Jiwaku haus kepada-Mu!

Adalah Raja Daud. Ketika berada di padang gurun Yehuda, ia merasakan betapa hatinya benar-benar merindukan Tuhan. Sebab itu ia menengada ke langit dan berkata: “Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu.” (Mzm 63:2-3). Perkataan Daud tidak hanya sekedar menggambarkan kerinduan hatinya kepada Tuhan sang Pencipta, tetapi lebih dari itu merupakan ungkapan kasihnya yang mendalam kepada Tuhan karena pengalaman pribadi Daud yang dikasihi Allah. Dari Daud kita terdorong untuk belajar mencari Allah, ada rasa haus dalam jiwa kita, ada sebuah kerinduan laksana tanah kering dan tandus merindukan air. Dalam mencari Allah, mata hati dan pikiran tertuju kepada Tuhan, sambil melihat kekuatan dan kemuliaan Tuhan.

Apakah pengalaman Daud juga menjadi pengalaman kita saat ini bersama Tuhan? Ini adalah sebuah pertanyaan sederhana yang kiranya erat terkait dengan situasi kita yang aktual yakni dalam masa covid-19 ini. Beberapa hari yang lalu saya merayakan sebuah misa syukur untuk sebuah keluarga. Mereka mengatakan kepadaku, “Romo, kami sangat merindukan Tuhan Yesus dalam sakramen Mahakudus. Sejak bulan Maret sampai awal November ini kami baru menerima Yesus yang kami rindukan, kasihi dan Imani.” Saya mendengar sharing sederhana ini dan membayangkan pengalaman Daud dalam Mazmur 63 ini. Ternyata banyak di antara umat Tuhan yang sedang mencari Tuhan, hatinya haus dan rindu kepada Tuhan Yesus dalam Sakramen Mahakudus, seperti tanah kering merindukan air. Mungkin kita tidak menyadarinya, namun itulah yang sedang terjadi dan kita sedang merasakannya.Pikirkanlah, doa komuni bathin menjadi dikenal kalangan umat gara-gara covid-19. Maka saya merasa yakin bahwa banyak di antara kita sedang mengulangi dan mengalami pengalaman raja Daud.

Dalam bulan November ini, kita juga mengenang jiwa orang beriman yang sudah mendahului kita semua. Kita tentu memiliki kenangan manis bersama mereka selagi mereka masih berada di tengah-tengah kita. Namun di saat yang sama kita juga mengingat diri kita di hadirat Tuhan pencipta kita. Kita pun memiliki jiwa yang haus kepada Tuhan dan ingin melihat wajah-Nya. Kerinduan untuk melihat wajah Tuhan akan terlaksana di saat yang tepat di mana saudara maut datang untuk menjemput kita. St. Yohanes menulis dalam suratnya: “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.” (1Yoh 3:2). Menjadi sama seperti Dia adalah kerinduan kita semua. Kita nantinya menjadi pelayan Tuhan siang dan malam.

Tuhan benar-benar menyapa kita sekaligus mengasihi kita apa adanya. Sebab itu kita perlu setia untuk menjalani hidup ini dengan baik. Memang banyak kali kita seperti tanah kering dan tandus yang merindukan Tuhan. Jiwa kita juga sama dengan orang yang merindukan Tuhan apalagi di masa pandemi-covid 19 ini. Kerinduan untuk berekaristi, kerinduan untuk mengaku dosa, kerinduan untuk koor Paroki berupa kerinduan untuk bertemu dengan saudara dan saudari seiman. Kerinduan akan Allah yang hidup bukan Allah orang yang mati.

Menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah kita juga masih merindukan Tuhan Allah, seperti rusa rindu akan air? Apakah anda setia kepada saudara-saudaramu di rumah dan di komunitas? Kesetiaan itu memang mahal! Semoga hari-hari ini kita tetap merasakan betapa jiwa kit ahaus akan kebenaran yang datang dari Tuhan.

Tuhan memberkati kita semua.

PJ-SDB