Homili 16 November 2020

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXIII
Why. 1:1-4; 2:1-5a
Mzm. 1:1-2,3,4,6
Luk. 18:35-43

Berseru dan memanggil nama-Mu

Beberapa tahun yang lalu Natasha Nikita mempopulerkan lagu lama ini berjudul: “Dia hanya sejauh doa”. Ada lirik yang menarik perhatian saya: “Berseru memanggil nama-Nya. Berdoa, Dia ‘kan segera menghampiri dirimu. Percaya, Dia tak jauh darimu. Dia hanya sejauh doa.” Ketika kita berdoa, kita berseru dan memanggil nama Tuhan. Dia pasti mendengar karena Dia dekat dengan kita. Dia akan datang menghampiri kita karena Dia Imanuel, Allah beserta kita.

Pada hari ini kita semua mendengar bacaan Injil yang sangat menarik perhatian kita (Luk. 18:35-43). Penginjil Lukas melaporkan bahwa ketika Yesus tiba di Yeriko, ada seorang buta yang duduk sambil mengemis di pinggir jalan. Tentunya si pengemis buta ini sangat menderita. Ia tidak diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya. Meskipun buta, ia masih mendengar orang banyak yang lewat di dekatnya. Ia menanyakan apa gerangan yang terjadi sehingga orang banyak itu lewat di depannya. Ada orang yang mengatakan kepadanya bahwa Yesus, orang Nazaret sedang lewat. Nah, orang buta dan miskin ini menunjukkan kekayaan rohaninya yang luar biasa. Ia buta fisik tetapi mengenal Yesus sebagai Anak Daud. Tentu saja ini adalah pengenalan yang sangat manusiawi bahwa Yesus adalah keturunan Raja Daud. Orang buta ini tidak malu-malu untuk menunjukkan imannya kepada Yesus dalam seruan dan permohonan ‘kasihanilah aku’. Orang-orang di dekatnya merasa terganggu dengan teriakannya, namun ia semakin berani untuk berteriak: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah Aku!”

Apa yang dilakukan Yesus ketika mendengar nama-Nya dipanggil sebagai Anak Daud? Yesus menunjukkan belas kasih-Nya kepada orang buta yang beriman ini. Ia memanggilnya dan menanyakan apa kiranya yang dapat dilakukan Yesus baginya. Nah, orang buta ini mengubah cara pandangnya kepada Tuhan Yesus, sebab kesembuhan ada di depan pintu. Ada perubahan sapaan Yesus, dari pengenalan yang sangat manusiawi menjadi pengenalan ilahi. Yesus disapa si buta: “Tuhan, semoga aku melihat!” Yesus menyembuhkannya sehingga ia dapat melihat kembali. Seruan kepada nama Yesus sungguh menyembuhkan. Dalam nama Yesus ada keselamatan dan ini kita semua mengakuinya.

Kisah Injil ini saya katakan menarik perhatian kita sebab tokoh-tokoh dalam kisah Injil ini menggambarkan diri kita di hadirat Tuhan dan sesama. Pertama, orang buta adalah gambaran diri kita yang mungkin bukan buta secara fisik, melainkan buta secara rohani. Buta secara rohani terjadi ketika kita menutup diri terhadapan Tuhan dan sesama. Sesama menderita kita hanya tertawa, meskipun hal itu tidak lucu. Kedua, orang-orang yang mengikuti Yesus. Mereka berpikir bahwa keselamatan hanya bagi diri mereka. Tidak! Keselamatan bagi semua orang hanya dalam nama Yesus. Orang yang menghalangi si buta untuk tidak berteriak memanggil nama Yesus, lebih buta dan miskin di hadapan Tuhan. Ketiga, Tuhan Yesus. Dialah satu-satunya Pengantara kita. Hanya dalam nama-Nya ada keselamatan. Dia juga peka terhadap kehidupan bangsa dan negara kita juga saat ini.

Bagaimana dengan kita?

Apakah kita masih beriman seperti orang buta ini? Apakah kita peka dan selalu siap sedia untuk menyerukan nama-Nya tanpa henti dalam doa-doa kita? Apakah kita berani datang kepada Yesus, meskipun kondisi fisik tidak memungkinkan. Apakah kita suka menghalangi orang lain untuk bertemu dengan Tuhan Yesus? Mari kita merenungkannya dan melakukan di dalam hidup kita hal-hal terbaik dan membuang hal-hal yang tidak baik, yang menghalangi relasi kita dengan Tuhan dan sesama. Berseru dan panggillah nama Tuhan! Dialah penolong kita.

P. John Laba, SDB