Homili 28 November 2020

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXXIV
Why 22:1-7
Mzm 95: 1-2.3-5.6-7
Luk 21:34-36

Menghadap wajah Tuhan

St. Thomas Aquinas pernah menggubah sebuah himne penyembahan kepada Sakramen Mahakudus berjudul ‘Adoro Te devote’. Ada kalimat yang indah dan inspiratif bagi kita yakni: “Allah yang tersamar, Dikau kusembah, sungguh tersembunyi, roti wujudnya. S’luruh hati hamba tunduk berserah. ‘Ku memandang Dikau, hampa lainnya.” Perkataan dalam himne ini mengingatkan kita pada saat-saat kudus penyembahan Sakramen Mahakudus atau saat-saat kita khusuk mengikuti Ekaristi Kudus saat ini, terutama pada saat konsekrasi. Pada saat seorang imam ‘in persona Christi’ mengulurkan tangan di atas hosti dan anggur dan memberkatinya sehingga berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, nantinya kita akan memandang dengan penuh iman bahwa kita tidak sedang memandang hosti atau anggur saja, tetapi kita memandang Yesus Kristus sendiri. Pada Sakramen Mahakudus, kita memandang wajah Tuhan Yesus yang tersamar. Dalam masa pandemi ini, meskipun banyak di antara kita masih menyambut komuni spiritual, kita tetap menerima Yesus yang tersamar, yang kita lihat dengan mata kita, saat seorang imam mengangkat dan menunujukkan-Nya kepada kita.

Pada hari ini kita memasuki hari terakhir dalam tahun liturgi kita. Sabda Tuhan secara umum mengarahkan kita untuk mengadap wajah Tuhan dengan hati penuh syukur. Dalam Kitab Mazmur 95, Raja Daud mengajak kita dengan berkata: “Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur, bersorak-sorak bagi-Nya dengan nyanyian mazmur.” (Mzm 95:2). Dalam masa yang sulit sekalipun kita harus tetap berusaha supaya dapat menghadap wajah Tuhan dengan hati penuh nyanyian syukur dan bersorak sorai bagi Tuhan. Pikirkanlah saat-saat kehidupan kita: masa pandemi covid-19, kehilangan orang-orang yang kita kasihi karena kematian, kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok demi melanjutkan hidup. Semua pengalaman ‘padang gurun’ ini mesti kita lihat dalam konteks iman kita kepada Tuhan. Intinya adalah kita memandang wajah Tuhan dengan hati penuh kasih dan syukur. Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita memiliki hati yang penuh syukur kepada Tuhan? Atau kita memiliki hati yang tidak tahu bersyukur, dan tunggu kesulitan baru memohon bantuan kepada Tuhan.

Mengapa kita perlu memiliki hati penuh syukur untuk menghadap wajah Tuhan? Kita bersyukur karena Tuhan mengasihi kita apa adanya. Dia tidak menghitung-hitung dosa-dosa kita. Ia bahkan menunujukkan kerahiman-Nya dengan melemparkan dosa dan salah kita ke tubir-tubir laut (Mi 7:19). Kita juga diingatkan kembali untuk bersyukur atas segala ciptaan Tuhan. Ingatan-ingatan kita adalah pada kisah penciptaan dunia dan isinya dan kejatuhan manusia atas dosa yang pada akhirnya merajalela di atas dunia ini. Tetapi hal yang menarik perhatian kita adalah sebuah tatanan dunia yang teratur. Ada sungai air kehidupan yang memiliki air yang jernih bagaikan kristal. Ada pohon-pohon kehidupan yang bertumbuh dengan subur dan berbuah dua belas kali dalam setahun. Daun-daun dari pohon kehidupan dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Hal yang indah dan menarik perhatian kita adalah kita semua diingatkan bahwa pada saatnya nanti kita akan memandang wajah Allah dan bahwa nama Tuhan akan tertulis pada dahi kita masing-masing. Tuhan Allah sendiri akan menerangi hidup kita yang penuh kegelapan. Sebab itu kita perlu berjaga-jaga dan siap untuk menyambut kedatangan-Nya.

Perkataan Tuhan melalui Kitab Wahyu ini mengarahkan kita untuk selalu melihat ke depan. Memang dalam hidup setiap hari, kita juga mengalami sisi-sisi kegelapan dalam hidup ini. Ada saat-saat di mana kita juga jatuh ke dalam dosa. Ini membuktikan kefanaan hidup kita. Namun Tuhan sendiri yang memiliki kehendak untuk menata kembali hidup kita supaya layak di hadirat-Nya. Semua yang digambarkan tentang sungai dan pohon kehidupan menunjukkan betapa Tuhan mengasihi dan menyelamatkan kita. Dia memanggil kita kepada kekudusan. Untuk itu kita perlu memiliki hati yang penuh syukur dan sukacita karena Dia adalah Allah kita.

Penginjil Lukas hari ini mengingatkan kita supaya selalu berjaga-jaga dan berdoa supaya layak berdiri di hadapan Anak Manusia. Tuhan Yesus mengingatkan para murid-Nya supaya jangan lengah dengan pesta pora dan kemabukan serta kepentingan duniawi. Sikap bathin yang tepat adalah selalu berjaga-jaga dan tekun berdoa sehingga mendapat kekuatan untuk menyambut kedatangan Tuhan. Kalau kita berjaga-jaga dan berdoa maka hati kita akan tenang dalam menyambut kedatangan Tuhan. Kita tidak akan gelisah dan cemas, tetapi siap untuk mengalami kedamaian sejati. Hanya dengan demikian kita dapat menikmati kehidupan yang penuh harapan. Kita sungguh melihat wajah Allah yang menerangi hidup kita, wajah yang menguduskan, wajah penuh kasih dan kerahiman kepada kita.

P. John Laba, SDB