Homili 19 Februari 2021

Hari Jumat sesudah Rabu Abu
Yes. 58:1-9a;
Mzm. 51:3-4,5-6a,18-19;
Mat. 9:14-15

Berpuasa di masa pandemi

Kita memasuki hari Jumat yang pertama dalam masa Prapaskah. Pada hari Jumat ini kita mengisinya dengan melakukan Jalan Salib secara pribadi atau bersama-sama sambil memperhatikan protokol kesehatan karena kita masih berada di masa pandemi. Pada hari Jumat ini juga merupakan hari pantang bagi kita. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, ikan garam, jajan, rokok, main game di gadget. Berdasarkan ketentuan dalam Hukum Gereja, kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang tahun kecuali jika hari Jumat itu jatuh pada hari raya, seperti dalam oktaf Natal dan oktaf Paskah. Hari Jumat merupakan hari pantang sebab Gereja menghendaki supaya kita menjadikannya sebagai hari pertobatan kita. Maka kita dapat melakukan pantang setiap hari selama Masa Prapaska sebagai silih atas dosa-dosa kita dan dosa dunia. Mereka yang wajib berpantang ialah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas. Di samping berpantang, kita juga melakukan puasa. Puasa (dalam arti yuridis) berarti kita makan kenyang hanya sekali sehari. Kita menjadikan Haru rabu Abu dan Jumat Agung sebagai hari Puasa. Mereka yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Semua hal ini selalu ditanyakan oleh umat pada hari-hari menjelang prapaskah atau pada hari-hari pertama prapaskah.

Pada hari ini Sabda Tuhan mengarahkan kita untuk memahami Puasa yang kita lakukan selama masa Prapaskah ini. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama membuka wawasan kita untuk memahami Puasa sebagai sebuah tindakan kerahiman jasmani yang nantinya juga menjadi bagian perutusan Yesus di dunia ini. Ia mengatakan: “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes 58:6-7). Puasa sebagai tindakan kerahiman jasmani ini nantinya menjadi visi dan misi Yesus sendiri. Kita membacanya di dalam Injil Lukas: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19).

Perkataan Tuhan dalam Kitab nabi Yesaya ini membuka wawasan kita supaya di dalam masa prapaskah ini kita melakukan pekerjaan-pekerjaan kerahiman Allah sebagaimana diajarkan Yesus sendiri. Ada empat belas karya belas kasih yakni tujuh karya belas kasih jasmani dan tujuh karya belas kasih rohani (KGK 2447). Ketujuh karya belas kasih atau kerahiman yang bersifat jasmani adalah: memberi makan kepada orang yang lapar, memberi minuman kepada orang yang haus, memberi perlindungan kepada orang kepada orang asing, memberi pakaian kepada orang yang telanjang, melawat orang sakit, mengunjungi orang yang dipenjara dan menguburkan orang mati. Sedangkan ketujuh karya belas kasih atau kerahiman yang bersifat rohani adalah: menasihati orang yang ragu-ragu, mengajar orang yang belum tahu, menegur pendosa, menghibur orang yang menderita, mengampuni orang yang menyakiti, menerima dengan sabar orang yang menyusahkan dan berdoa untuk orang yang hidup dan mati. Kalau saja kita dapat menjalankan semuanya ini berarti kita menjalani puasa kita dengan baik.

Di dalam masa pandemi ini kita perlu menunjukkan tindakan-tindakan belas kasih ini secara nyata sebagai aksi puasa kita yang nyata. Artinya aksi puasa kita yang nyata dalam masa pandemi bukan sekedar kata-kata kosong tetapi perbuatan belas kasih yang kita wujudnyatakan dalam perbuatan-perbuatan baik secara jasmani dan rohani. Banyak orang miskin yang membutuhkan pertolongan atau uluran tangan kasih kita. Banyak orang yang membutuhkan nasihat-nasihat yang terbaik untuk berubah di dalam hidupnya. Puasa lalu menjadikan kita sebagai terang. Tuhan sendiri berkata: “Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan Tuhan barisan belakangmu.” (Yes 58:8).

Tuhan Yesus adalah mempelai laki-laki dan kita adalah para sahabat-Nya. Bagi Tuhan Yesus, selagi kita bersama dengan-Nya, kita perlu bersukacita, bergembira bersama-Nya. Pada saatnya yang tepat kita akan berpuasa yakni ketika Ia masuk dalam paskah-Nya. Ia menderita, wafat di kayu salib untuk kita. Berpuasa yang benar di masa pandemia adalah memiliki hati penuh sukacita karena iman dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian nilai-nilai kasih, pengampunan dan pertobatan menjadi bagian dalam hidup kita. Tugas kita adalah mewartakan kasih, pengampunan dan pertobatan kepada sesama kita. Semoga di masa pandemi ini kita semakin beramal dan berbela rasa kepada sesama, berdoa lebih baik lagi dan berpuasa dan berpantang sebagai tanda pertobatan kita.

PJ-SDB