Homili Hari Minggu Prapaskah I/B -2021

HARI MINGGU PRAPASKAH I/B
Kej. 9:8-15;
Mzm. 25:4bc-5ab,6-7ab,8-9;
1Ptr. 3:18-22;
Mrk. 1:12-15.

Waktunya telah genap

Setiap tahun kita mengalami masa Prapaskah. Ini merupakan sebuah retret agung selama lebih kurang 40 hari. Selama masa retret agung ini bolehlah dikatakan bahwa ini juga merupakan waktu yang tepat bagi kita untuk melakukan tiga hal yang penting. Pertama, supaya kita berdoa lebih baik lagi. Berdoa berarti kita mengangkat hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Ini menjadi tanda kita mengasihi Tuhan. Jadi masa prapaskah membantu kita untuk tekun berdoa sebagai tanda cinta kasih kita secara total kepada Tuhan. Kedua, kita berpuasa dan pantang. Puasa dan pantang menjadi tanda kita mengasihi diri kita sendiri. Kita peduli dengan diri kita, keselamatan kita. Ketiga, kita berbagi dengan sesama. Masa prapaskah menjadi kesempatan bagi kita untuk mengasihi sesama melalui semangat empati. Kita melakukan sharing sebagai tanda caring kepada sesama manusia.

Waktunya telah genap bagi kita untuk melakukan pertobatan secara pribadi dan pertobatan sebagai komunitas. Ketiga hal yang disebutkan di atas merupakan wujud nyata pertobatan kita. Kita mengasihi Tuhan, mengasihi diri sendiri dan mengasihi sesama manusia. Waktunya telah genap bagi kita untuk membaharui hidup kita dan mengikuti jalan Tuhan. Waktunya telah genap di mana kita bertobat dan percaya kepada Injil.

Pada hari Minggu Prapaskah pertama ini, Tuhan menyapa kita dan mengingatkan kita bahwa akibat dosa asal, kita selalu memiliki concupiscentia atau konkupisensi. Concupiscentia adalah kecenderungan yang ada di dalam diri kita untuk jatuh ke dalam dosa. Ada saja godaan atau pencobaan yang kita alami dan kalau kita tidak bertahan maka kita akan mudah jatuh ke dalam dosa. Tuhan Yesus sudah mengalaminya. Setelah dibaptis di sungai Yordan, Ia penuh dengan Roh Kudus pergi ke padang gurun. Ia tinggal di sana selama empat puluh hari dan dicobai oleh iblis. Selama berada di padang gurun, Ia berada di antara binatang-binatang liar dan malaikat-malaikat melayani Dia.

Kita coba membayangkan situasi Yesus di padang gurun. Padang gurun adalah tempat di mana kita bergumul dengan diri sendiri dan bergumul dengan Tuhan. Bangsa Israel mengalami pergumulan sehingga jatuh dan bangun mereka alami di padang gurun. Yesus juga tentu bergumul namun sebagai Anak Allah, para Malaikat datang untuk melayani-Nya. Malaikat melakukan tugasnya sebagai pelayan Tuhan, dan tepat sekali melakukannya bagi Yesus sang Anak Allah. Hal yang penting di sini adalah Yesus memenangkan godaan. Ia memiliki kuasa untuk mewartakan pertobatan dan mengajarkan orang-orang untuk percaya kepada Injil sebagai kabar Sukacita.

Di masa pandemi ini, kita butuh kekuatan untuk bertobat dan percaya kepada Injil. Pandemi merupakan sebuah godaaan atau ujian bagi iman kita. Apakah kita masih berpasrah kepada Tuhan atau memberontak kepada-Nya. Kalau saja di masa pandemi ini kita bertobat dan percaya kepada Injil, maka sungguh merupakan sebuah sukacita yang besar. Sebuah optimisme Kristiani yang luar biasa. Dari penderitaan menuju kemenangan dan sungguh kita lebih dari pemenang. Berkaitan dengan ini, Santu Paulus mengatakan: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: ”Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom 8: 35-39).

Mari kita berusaha untuk bertumbuh, semakin mengasihi Tuhan, diri kita dan sesama manusia. Ini adalah pertobatan sejati, yakni kemampuan kita untuk semakin mengasihi dengan kasih Tuhan sendiri.

PJ-SDB