Homili 26 Februari 2021

Hari Jumat, Pekan I Prapaskah
Yeh. 18:21-28;
Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8;
Mat. 5:20-26

Menata pertobatan kita

Kita berada di hari Jumat, pekan pertama Prapaskah. Ini berarti kita akan mengikuti Jalan Salib kedua dalam masa prapaskah 2021 ini. Apa yang kita ingat dalam Jalan Salib? Setiap stasi atau perhentian jalan Salib mengingatkan kita pada sosok Yesus yang rela menderita bagi kita. Kita memandang dan merenung Tuhan Yesus yang dihukum mati, memanggul salib, jatuh sebanyak tiga kali, berjumpa dengan Bunda Maria, ditolong oleh Simon dari Kirene, wajah-Nya diusapi Veronika, berjumpa dengan para wanita Yerusalem, pakaian-Nya ditanggalkan, disalibkan, wafat, jenazah-Nya diturunkan dari salib dan dimakamkan. Setiap perhentian Jalan Salib selalu dimulai dengan perkataan: “Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu” dan umat menjawabnya: “Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia”. Kita tidak hanya sekedar berjalan, tetapi kita berdevosi dalam Jalan Salib. Lebih dari itu kita semua masuk ke dalam pengurbanan Yesus sendiri bagi dunia dengan berkata: “Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.” Apakah kita merasa bahwa Jalan Salib adalah jalan penuh makna karena kita merenung tentang Salib Kristus dan keselamatan kita.

Jalan Salib adalah sebuah Jalan menuju pertobatan pribadi dan keselamatan. Sambil berjalan bersama Yesus yang menderita, kita juga memikirkan hidup kita di dalam keluarga, komunitas dan dalam karya-karya kita. Kita sekarang ini juga sedang berjalan bersama Yesus di dalam keluarga, komunitas dan karya kita. Banyak pengalaman-pengalaman Yesus yang kita rasakan secara pribadi. Kita sering berbicara tentang salib di dalam hidup kita, kita mengalami luka karena kekerasan fisik dan kekerasan verbal, kita mengalami sakit penyakit dan aneka ketakutan di masa pandemi ini. Bagi saya ini adalah jalan salib harian kita dalam hidup yang nyata. Pengalaman-pengalaman ini memanggil kita kepada pertobatan pribadi yang radikal.

Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama mengingatkan kita bahwa orang-orang fasik akan mulia di hadirat Tuhan kalua mereka berani bertobat. Sebaliknya orang-orang benar tidak akan mulia di hadirat Tuhan Ketika mereka dengan sadar jatuh ke dalam dosa. Lebih jelas Tuhan berkata: “Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.” (Yeh 18:21). Perkataan Tuhan ini menandakan kerahiman-Nya kepada manusia yangh berdosa. Bagaimana Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya kepada para pendosa? Tuhan berkata: “Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya.” (Yeh 18:22). Kita semua disadarkan akan kasih dan kerahiman Tuhan Allah kepada para pendosa. Ia mengasihi orang berdosa yang bertobat.

Apa yang dilakukan Tuhan melalui Kitab nabi Yehezkiel ini juga dilakukan oleh Tuhan Yesus, sang Anak Allah. Melalui perumpamaan-perumpamaan dan mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya kita semua menyadari bahwa Tuhan Yesus menggenapkan apa yang dilakukan Bapa di dalam dunia perjanjian lama. Yesus adalah sahabat orang-orang berdosa. Ia berkata: “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Luk 19:10). Ia mengedepankan pengampunan sebagai tanda kerahiman kepada manusia. Melalui perumpamaan-perumpamaan, kita mendapat gambaran yang mendalam tentang kerahiman Allah. Misalnya perumpamaan tentang domba yang hilang dan dirham yang hilang (Luk 15:1-10) dan perumpamaan tentang Anak yang hilang (Luk 15:11-32).

Selanjutnya orang benar ketika jatuh ke dalam dosa tidak elok lagi di mata Tuhan. Tuhan berkata: “Jikalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian yang dilakukan oleh orang fasik, apakah ia akan hidup? Segala kebenaran yang dilakukannya tidak akan diingat-ingat lagi. Ia harus mati karena ia berobah setia dan karena dosa yang dilakukannya.” (Yeh 18:24). Orang benar harus berusaha untuk tetap hidup sebagai orang benar. Ketika orang benar jatuh ke dalam dosa, mungkin dia lebih jahat dari orang yang selama ini dilabel sebagai orang jahat. Karena itu kita harus berusaha untuk tetap mawas diri dan pandai membaa tanda-tanda zaman. Pesan Tuhan ini patut kita ikuti selama masa prapaskah ini: “Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya. Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya. Ia insaf dan bertobat dari segala durhaka yang dibuatnya, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.” (Yeh 18:26-28).

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil juga mengingatkan kita akan hal yang sama yakni pertobatan. Kita menyatakan diri sebagai orang beriman, kita harus tunjukkan level kita atau kualitas kita sebagai orang beriman. Kalau tidak orang akan mengatakan bahwa kit aitu sama saja dengan orang lain. Yesus berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 5:20). Banyak kali kita berpikir bahwa kita lebih baik dari orang lain padahal kita adalah orang Farisi dan para ahli Taurat zaman now. Kita berlaku jahat terhadap sesama dengan prasangka buruk, niat jahat, melukai orang dengan lidah yang tajam.

Masa prapaskah menjadi kesempatan bagi kita untuk membangun rasa damai dan persaudaraan sejati dengan sesama kita. Hati yang damai sesungguhnya menunjukkan bahwa kita adalah anak-anak Allah karena kita juga dapat membawa damai kepada sesama. Ini adalah jalan untuk menata pertobatan kita dengan membangun rasa damai dan persaudaraan sejati.

PJ-SDB