Homili 20 Maret 2021

Hari Sabtu Pekan IV Prapaskah
Yer. 11:18-20;
Mzm. 7:2-3,9bc-10,11-12;
Yoh. 7:40-53

Setiap penderitaan ada hikmahnya

Kita masih berada di dalam situasi pandemi. Bagi kita yang berada di Indonesia, pandemi covid-19 perlahan-lahan mulai dilupakan karena proses vaksinasi covid-19 yang sudah sedang dilakukan sejak awal tahun dan kiranya membawa harapan akan perubahan. Perilaku setiap pribadi dengan menerapkan prokes yang tadinya sangat sulit sudah mulai membudaya. Namun kewaspadaan harus selalu ada karena sekali kita lengah maka sang virus akan ruang gembira menguasai kita. Teman-teman di Timor Leste sedang waspada karena angka pertambahan saudara-saudara yang positif bertambah setiap hari meskipun tidak siginfikan seperti di sini. Pemerintahnya sangat care dengan masyarakat sehingga sejak awal menerapkan lockdown namun masyarakatnya keras kepala sehingga mengabaikan prokes sehingga ada yang terjangkit. Ada juga berita-berita hoax yang menghubungkan covid-19 dengan politik. Kita harus tetap waspada karena covid ini benar-benar ada dan haruslah diwaspadai. Pandemi covid ini membawa penderitaan bagi banyak orang.

Pada pagi hari ini saya menemukan perkataan yang sangat inspiratif dari Kitab Mazmur berikut ini: “Tali-tali maut telah meliliti aku, dan banjir-banjir jahanam telah menimpa aku, tali-tali dunia orang mati telah membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di depanku. Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada Tuhan, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya.” (Mzm 18:5-7). Perkataan Daud dalam Kitab Mazmur ini menggambarkan pengalaman pribadinya dan saya melihatnya sebagai cermin bagi kita semua saat ini. Pandemi covid-19 itu seperti tali-tali maut yang suda sedang melilit hidup kita. Banjir-banjir jahanam menimpa diri kita, tali orang-orang mati juga turut membelit dan perangkap-perangkap maut telah terpasang di depan kita. Semua ini mencekam dan sangat menakutkan. Pada saat seperti inilah kita sadar diri bahwa masih ada Tuhan yang selalu siap untuk menolong kita. Dan benar, pertolongan hanya datang dari Tuhan karena Dia mendengar teriakan-teriakan minta tolong atau doa-doa kita. Dialah penolong sejati bagi kita yang berharap kepada-Nya.

Dalam bacaan pertama kita melihat sosok nabi Yeremia. Dia juga mengalami ancaman-ancaman yang datang silih berganti dari orang-orang dekatnya. Nabi Yeremia berkata: “Tuhan memberitahukan ancaman-ancaman yang dirancang orang terhadapku; maka aku mengetahuinya; pada waktu itu Engkau, Tuhan, memperlihatkan perbuatan mereka kepadaku.” (Yer 11:18). Yeremia tentu kaget dengan ancaman-ancaman ibarat tali maut, banjir jahanam dan perangkap mematikan di hadapannya. Ini menakutkan seperti sebuah pandemi baginya. Namun dalam situasi seperti ini, ia tetap mengandalkan Tuhan. Ia lalu mengenang masa-masa silam di mana dia begitu setia kepada Tuhan. Ia berkata: “Tetapi aku dulu seperti anak domba jinak yang dibawa untuk disembelih, aku tidak tahu bahwa mereka mengadakan persepakatan jahat terhadap aku: “Marilah kita binasakan pohon ini dengan buah-buahnya! Marilah kita melenyapkannya dari negeri orang-orang yang hidup, sehingga namanya tidak diingat orang lagi!” (Yer 11:19). Di sini kita dapat mengatakan bahwa memang tidak ada teman sejati di dunia ini. Teman bisa menjadi musuh yang paling jahat di dalam hidup kita.

Lalu apa yang nabi Yeremia lakukan untuk menanggapi situasi yang sulit ini? Dia tidak menyerah. Dalam keadaan sulit ia tetap berpasrah kepada Tuhan. Pertolongan selalu datang dari Tuhan dalam situasi apa saja. Maka ia berkata: “Tetapi, Tuhan semesta alam, yang menghakimi dengan adil, yang menguji batin dan hati, biarlah aku melihat pembalasan-Mu terhadap mereka, sebab kepada-Mulah kuserahkan perkaraku.” (Yer 11:20). Kepasrahan kepada Tuhan adalah kekuatan bagi orang benar. Bukan balas dendam, bukan rasa marah yang menyalah-nyalah tetapi kuasa dan pertolongan Tuhanlah yang menjadi harapan.

Dari nabi Yeremia dalam dunia Perjanjian Lama mari kita memandang Yesus di dalam Kitab Perjanjian Baru. Pengalaman Yeremia sebagai utusan Tuhan menjadi sempurna dalam pengalaman Yesus sang Mesias, Anak Allah. Penginjil Yohanes melaporkan bagaimana kehadiran Yesus membawa pertentangan di antara banyak orang. Dengan melihat tanda-tanda yang dilakukan-Nya, mereka mengakui: “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” (Yoh 7:40). Namun ada yang misalnya mengatakan: “Ia ini Mesias.” Tetapi yang lain lagi berkata: “Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal.” (Yoh 7:41-42). Hal yang positif dalam dialog ini adalah orang-orang memiliki perhatian kepada Yesus yang tampil beda di hadapan-Nya. Ada rasa ingin tahu yang besar, tidak hanya sekedar rasa kagum saja. Ada juga orang-orang saat itu yang to the point saja yakni marah kepada Yesus. Mereka menimbukan pertentangan di antara mereka. Ada yang bermaksud jahat sehingga mereka mau menangkap dan menganiaya-Nya. Namun tidak ada seorang pun yang berani menyentuh-Nya sebab saatnya belum tiba.

Pengalaman nabi Yeremia dan Tuhan Yesus adalah pengalaman kita sendiri. Kita hidup di dalam keluarga dan komunitas, namun selalu saja ada pertentangan-pertentangan dalam hidup bersama. Kakak dan adik bisa bermusuhan karena harta dan kata. Ada kecemburuan dan niat jahat terhadap saudara sendiri. Para suami dan istri pun demikian. Mereka boleh berjanji untuk berbahagia di saat sehat dan sakit, dalam untung dan malang namun saling menyakitkan terus berlanjut. Perselingkuhan, perzinahan, kemarahan, pikiran negatif masih ada di dalam diri para suami dan istri. Maka kita butuh Tuhan Yesus dan doa-doa nabi Yeremia supaya mengubah hidup kita supaya lebih kayak lagi di hadapan Tuhan. Setiap penderitaan selalu ada hikmahnya.

Saya mengakhiri homili hari ini dengan mengutip nabi Yesaya. Tuhan bekata kepada nabi Yesaya: “Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda! Marilah, baiklah kita berperkara! firman Tuhan. Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yes 1:16-18). Terima kasih atas rahmat pengampunan-Mu, Tuhan.

P. John Laba, SDB