Homili 16 Juli 2021

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XV
Kel. 11:10 – 12:14;
Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18;
Mat. 12:1-8

Tuhan selalu nomor satu

Pada hari ini salah seorang sahabat mengirim kepadaku link lagu rohani dari Youtube di link ini: https://youtu.be/wfTy9KLj_uQ. Lagu dengan judul ‘Dambaan Hatiku’ ini dipopulerkan oleh Joycelyn Oey dan juga Shinta Rosari beberapa tahun yang lalu. Ada kata-kata dalam lirik yang turut membantu saya merenung dalam memasuki hari baru ini: ‘Ku rindu Kau Tuhan, lebih dari segalanya. ‘ku cinta Kau Yesus, Kaulah dambaan hatiku.” Setiap bangun pagi kita semua seharusnya memiliki kerinduan yang besar kepada Tuhan. Kita merindukan Tuhan karena Dia lebih dahulu mengasihi kita dan Dia menjadi dambaan hati kita. Raja Daud pernah berkata kepada Tuhan: “Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu.” (Mzm 5:3). Saya teringat pada nabi Yesaya. Ia pernah berkata: “Tuhan, Engkaulah Allahku, kuagungkan Engkau dan kupuji nama-Mu. Sebab karya-karya-Mu sangat menakjubkan; Engkau merencanakannya sejak dahulu, dan melaksanakannya dengan setia.”(Yes 25:1).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita pada Tuhan yang haruslah menjadi nomor satu dalam hidup kita. Dalam bacaan Injil kita mendengar Penginjil Matius mengisahkan tentang kehidupan komunitas Yesus dan interaksinya dengan orang-orang disekitarnya terutama dengan orang-orang Farisi. Ketika itu hari Sabat, Yesus dan para murid-Nya berjalan-jalan di ladang gandum. Para murid merasa lapar sehingga mereka memetic bulir gandum dan memakannya. Terhadap perilaku para murid Yesus ini, orang-orang Farisi langsung bersifat legalis terhadap mereka. Torah menegaskan bahwa mereka sebagai orang Yahudi untuk tidak boleh beraktivitas pada hari Sabat. Ternyata para murid melanggarnya. Maka mereka tidak segan-segan berkata kepada Yesus: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.” (Mat 12:2).

Lalu apa reaksi dari Tuhan Yesus kepada para lawannya ini? Ia mengambil pengalaman Raja Daud dan pengikut-pengikutnya di dalam Kitab perjanjian lama (1Sam 21:1-10). Ketika itu Raja Daud ke Nob dan menemui imam Ahimelekh. Ia meminta lima roti kepada Alimelekh. Diceritakan bahwa imam itu memberikan kepadanya roti kudus itu, karena tidak ada roti di sana kecuali roti sajian; roti itu biasa diangkat orang dari hadapan Tuhan, supaya pada hari roti itu diambil, ditaruh lagi roti baru. (1Sam 21: 6). Roti sajian itu hanya dikhususkan bagi imam tetapi para pengikut Daud dapat memakannya. Tuhan Yesus menyamakan kasus para murid-Nya dengan Daud dan pasukannya. Maka Ia berkata: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?” (Mat 12:3-4). Para imam yang melakukan kegiatan di dalam Bait Allah tidak melakukan kesalahan apapun.

Dengan menjelaskan pengalaman Raja Daud maka Yesus sebagai Anak Daud menunjukkan kuasa-Nya melebihi kuasa manusia. Maka Ia dengan tegas berkata: “Di sini ada yang melebihi Bait Allah.” (Mat 12:6). Yesus adalah Anak Allah yang melebihi Bait Allah. Penginjil Yohanes pernah memberi kesaksian soal kontroversi Yesus dengan orang-orang yang menjadi lawannya saat itu: “Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?” Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: “Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?” Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.” (Yoh 2:18-21). Maka tepat sekali Yesus melebihi Bai Allah. Yesus juga menegaskan bahwa Dirinya sebagai Anak Allah adalah Tuhan atas hari Sabat. Ini berate Yesus adalah nomor satu melebihi segala yang lain.

Dalam bacaan Pertama kita mendengar sebuah kisah terkenal dalam Kitab Keluaran tentang aturan paskah Yahudi. Ketika itu Tuhan menguatkan Musa dan Harun yang menjadi pemimpin bagi bangsa Israel untuk keluar dari tanah Mesir. Ketika berada di depan Firaun, Tuhan mengeraskan hati Firaun, maka usaha bernegosiasi dengan Firaun nyarus mandeg. Tuhan lalu meminta Musa dan Harun untuk mengingatkan bangsa-Nya sebagai bulan baru bagi mereka dengan mengurbankan anak domba jantan yang darahnya akan dioles di tiang pintu depan rumah. Daging ini panggang dan dimakan cepat-cepat dengan roti tak beragi, tanpa meninggalkan sisanya. Ini menjadi hari Paskah yang berarti Tuhan lewat. Ini juga menjadi hari di mana Tuhan menghukum bangsa Masir yang keras hati. Ini juga menjadi ketetapan yang berlangsung turun-temurun.

Kisah yang diceritakan di dalam bacaan pertama juga memiliki arah yang sama yaitu pada Yahwe, satu-satunya Tuhan. Dia selalu nomor satu bukan nomor dua. Dia adalah Tuhan yang tidak boleh diabaikan. Dia selalu lewat dalam hidup kita maka kita harus selalu bersiap sedia. Apakah kita selalu menomorsatukan Tuhan di dalam hidup kita? Apakah kita tetap mengandalkan Tuhan atau mengandalkan diri kita? Tuhan harus tetap nomor satu di dalam hidup kita, apapun situasinya.

Pada masa pandemi ini agak sulit untuk menempatkan Tuhan selalu menjadi nomor satu. Banyak orang merasa kecewa dengan Tuhan karena pandemi yang berkepanjangan. Tuhan Yesus selalu menjadi nomor satu. Dialah perisai hidup kita. Saya teringat pada lagu dalam link Youtube ini: https://youtu.be/itWpqavx0Zo . Judul lagunya “Engkaulau Perisaiku” yang ikut dipopulerkan oleh Regina Pangkerego, di mana terdapat kata-kata dalam syair lagu: “Ku kan bertahan dalam tekanan. Dengan kekuatan yang kau berikan, sampai kapanpun tak tergoyahkan. Karna Yesus selalu menopang hidup.” Tuhan selalu menjadi nomor satu yang menopang hidupku dna hidupmu. Bunda Maria dari Gunung Karmel, doakanlah kami. Amen

P. John Laba, SDB