Homili 13 September 2021

Hari Senin, pekan Biasa ke-XXIV
Peringatan Wajib Yohanes Krisostomus
1Tim. 2:1-8;
Mzm. 28:2,7,8-9
Luk. 7:1-10

Kekuatan sebuah doa

Pada hari ini kita mengenang St. Yohanes Krisostomus. Orang kudus ini dilahirkan sekitar tahun 344 di Antiokhia dan meninggal di Turki pada 14 september 407. Beliau adalah seorang yang sangat rajin, ketika ia berpidato, semua orang menjadi tertarik mendengarkannya. Maka cocok dengan namanya yakni ‘Krisostomus’ yang berarti “bermulut emas”. Beliau adalah Uskup yang luar biasa. Ia melakukan banyak perbuatan baik. Ia berkhotbah sekali atau dua kali setiap hari, memberi makan kaum miskin, dan merawat anak yatim piatu. Ia mengoreksi kebiasaan yang penuh dosa dan mencegah perilaku buruk terjadi. Ia mengasihi semua orang, tetapi ia tidak takut menegur, bahkan istri kaisar sekalipun. Seorang gembala memang harusnya bermulut emas untuk mewartakan Injil dan kebaikan Tuhan.

Dari banyak hal yang beliau ajarkan, saya memilih dua ungkapannya yang bagi saya sangat inspiratif. Pertama, “Jangan pernah memisahkan diri dari Gereja. Gereja adalah harapanmu. Gereja adalah keselamatanmu. Gereja adalah tempat perlindunganmu.” Gereja sering disebut ‘Bunda Gereja’. Di dalam Gereja kita sungguh merasa sebagai bagian dari keluarga besar Tuhan Allah. Mengapa? Karena kita semua dibaptis, kita mati karena dosa-dosa dan bangkit bersama Kristus dan hidup hanya bagi-Nya. Gereja didirikan oleh Yesus Kristus dan sifatnya satu, kudus, katolik dan apostolik. Sebab itu tidak ada alasan yang penting bagi kita untuk memisahkan diri darinya. Gereja tetaplah menjadi harapan, keselamatan dan perlindungan kita karena di dalam Gereja ada Tuhan. Perkataan Yohanes Krisostomus mengingatkan kita pada Santo Siprianus yang mengatakan, “Extra Ecclesiam nulla salus” yang berarti di luar Gereja tidak ada keselamatan. Perkataan ini dilandasi oleh kesaksian santo Lukas: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 4:12).

Kedua, Santo Yohanes Krisostomus berkata: “Tidak ada seorang yang dapat beralasan tidak berdoa dengan dalih dipenuhi kesibukan sehari-hari atau tidak dapat berada di gereja. Di mana pun, tidak peduli di mana kamu menemukan dirimu, kamu dapat menegakkan sebuah altar kepada Allah dalam hatimu dengan cara berdoa.” Perkataan Yohanes Krisostomus mengingatkan kita pada para bapa-bapa rohani yang membanding-bandingkan hati dengan sebuah altar. Doa menampung liturgi selama dan sesudah perayaan dalam dirinya dan menjadikannya miliknya sendiri. Juga apabila doa itu dilakukan “di tempat tersembunyi” (Mat 6:6), ia tetap doa Gereja dan persekutuan bersama Tritunggal Mahakudus. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Kita masuk ke dalam doa seperti ke dalam liturgi: melalui pintu iman yang sempit. Dalam tanda-tanda kehadiran Tuhan kita mencari dan merindukan wajah-Nya. Di dalam tanda-tanda itu kita hendak mendengarkan Sabda-Nya dan menyimpannya.” (KGK, 2656).

Perkataan Yohanes Krisostomus tentang doa menginspirasi kita untuk masuk dalam permenungan bersama St. Paulus yang menulis suratnya yang pertama kepada Timotius dan menasihati supaya berdoa bagi semua orang. Paulus menulis: “Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.” (1Tim 2:1-2). Banyak kali doa kita terasa egois. Kita hanya berdoa bagi diri kita, bagi kepentingan peribadi kita dan lalai mendoakan sesama kita. Sangat sulit untuk mendoakan musuh, atau pemerintah yang kebijakannya tidak pro kepentingan pribadi atau golongan yang dekat dengan kita. Hari ini Paulus menasihati kita supaya kita berdoa untuk semua orang tanpa kecuali.

Mengapa kita jangan bersifat egois pada saat berdoa? Paulus memberi alasan pokoknya yakni supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Keselamatan hanya dalam nama Yesus Kristus. Dialah satu-satunya pengantara kita dengan Bapa, bukan salah satu pengantara kita (1Tim 2:5). Kita sudah lama menjadi orang katolik tetapi masih banyak yang menyembah berhala. Ada banyak orang katolik yang masih memiliki jimat-jimat, ada yang dipercaya entah benar atau salah, sedang memelihara tuyul. Padahal sekali kita dibaptis, kita dikuduskan dan surga adalah tujuan kita yang utama dalam hidup ini. Dan hanya Yesus saja keselamatan kita, Dialah yang menjadi pengantara kita kepada Bapa. Paulus juga menghendaki: “Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan.” (1Tim 2:8). Doa sungguh memiliki kekuatan dan daya transformatif bagi manusia.

Dalam bacaan Injil kekuatan doa juga ditunjukan oleh seorang perwira Romawi di Kapernaum yang hambanya sedang sakit. Ia meminta Yesus melalui para tua Yahudi untuk datang dan menyembuhkan hambanya yang sedang sakit. Inilah permohonan yang juga menjadi doa mereka kepada Yesus: “Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.” (Luk 7:4-5). Sang Perwira juga memiliki doa untuk memohon kerahiman kepada Yesus melalui para sahabatnya: “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” (Luk 7:6-8).

Reaksi Yesus terhadap doa dari sang perwira ini adalah apresiasi dan penyembuhan. Tuhan Yesus melihat iman sang perwira dan mengapresiasinya: “Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!” (Luk 7:9) dan kesembuhan serta keselamatan juga terjadi di dalam rumah Perwira. Dari sini kita belajar bahwa kekuatan doa, bukan hanya monopoli pribadi dalam doa-doa peribadi kita. Kekuatan doa juga berasal dari iman orang lain yang percaya kepada Kristus dan menghasilkan buah doa bagi mereka yang didoakan. Para tua-tua Yahudi dan sahabat-sahabat Perwira adalah pontefice atau jembatan bagi keselamatan dan kesembuhan hamba sang perwira. Betapa indahnya kalau kita juga menjadi pendoa bagi sesama yang lain. Kuncinya, dengan meminjam perkataan santo Yohanes Krisostomus yakni jangan memisahkan diri dari Gereja karena Gereja adalah milik Tuhan Yesus Kristus.

St. Yohanes Krisostomus, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB