Homili 23 September 2021

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXV
Peringatan Wajib
St. Padre Pio dari Pietrelcina
Hag. 1:1-8;
Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b;
Luk. 9:7-9

Ketika kecemasan melandamu

Apakah anda pernah merasa cemas dalam hidupmu? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang sering kita alami secara pribadi. Kita sendiri tidak dapat menghindari proses mental ini. Kecemasan merupakan sebuah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi di mana kita berada. Ketika merasa cemas, kita semua dikuasai oleh perasaan tidak nyaman, takut, mungkin juga memiliki firasat akan ditimpa malapetaka tertentu padahal kita sendiri tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam ini sedang terjadi dalam hidup kita. Kecemasan menjadi miliki kita semua kita tidak seorang pun luput dari perasaan dan proses mental ini.

Saya mengingat Albert Ellis. Beliau adalah seorang psikoterapis berkebangsaan Amerika Serikat. Dalam penelitiannya tentang kecemasan pada manusia, dia sampai pada sebuah kesimpulan seperti ini: “In fact most of what we call anxiety is overconcern about what someone thinks of you.” (Ternyata kebanyakan dari apa yang kita sebut kecemasan adalah terlalu memikirkan tentang apa yang seseorang pikirkan tentang diri anda). Kita sering terjebak dengan diri kita sendiri. Kita memikirkan diri sendiri dan betapa kita juga terlalu memikirkan apa yang orang katakan tentang diri kita. Akibatnya kita menutup diri dan membentuk dunia kita sendiri. Orang yang selalu dikuasai kecemasan dalam hidupnya tentu tidak sehat secara mental. Orang seperti itu harus berusaha untuk keluar dari kungkungan hidupnya supaya menjadi pribadi yang merdeka.

Pada hari ini kita mengenang Santo Padre Pio. Dari banyak hal istimewa dari orang kudus ini, saya tertarik dengan dua ungkapannya yang sangat inspiratif bagiku. Pertama, Santo Padre Pio berkata: “Have courage and do not fear the assaults of the Devil. Remember this forever; it is a healthy sign if the devil shouts and roars around your conscience, since this shows that he is not inside your will.” (Beranilah dan jangan takut akan serangan Iblis. Ingatlah hal ini selamanya; ini adalah tanda yang sehat apabila iblis berteriak dan mengaum di sekitar hati nurani Anda, karena ini menunjukkan bahwa dia tidak berada di dalam kehendak Anda). Banyak kali kita tidak hanya cemas dengan hidup kita secara pribadi, kita juga cemas dengan orang-orang tertentu yang menjadi bagian hidup kita. Kedua, Santo Padre Pio berkata: “Don’t spend your energies on things that generate worry, anxiety and anguish. Only one thing is necessary: Lift up your spirit and love God.” (Jangan habiskan energimu untuk hal-hal yang menimbulkan kekhawatiran, kecemasan, dan kesedihan. Hanya satu hal yang diperlukan : Nyalakan semangatmu dan cintailah Tuhan). Perkataan ini benar adanya. Kita terlalu banyak menghabiskan energi untuk melakukan hal-hal yang menimbulkan kekhawatiran, kecemasan dan kesedihan.

Kedua perkataan dari Santo Padre Pio menginspirasi kita untuk memahami pesan Tuhan dalam bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini. Herodes selaku raja wilayah Galilea mendengar tentang Yesus dan tanda-tanda heran buatan-Nya yang sudah menjadi buah bibir orang saat itu. Dari situ dia mengalami rasa cemas yang luar biasa. Kecemasan tidak hanya oleh nama Yesus dan tanda-tandanya, nama Yohanes Pembaptis yang sudah dipenggal lehernya dinyatakan bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati. Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit. (Luk 7-8). Rasa cemas tetap mengusik Herodes sehingga ia berkata: “Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus. Hal yang menarik perhatian kita adalah keinginannya untuk bertemu dengan Yesus secara pribadi. Tentu motivasinya belum jelas namun yang terpenting adalah keinginannya untuk bertemu dengan Yesus.

Dalam masa pandemi ini, kita juga mengalami kecemasan-kecemasan yang luar biasa. Banyak di antara kita yang mengalami sakit dan penyakit, kehilangan orang-orang yang dikasihi karena meninggal dunia. Beban-beban ekonomi, pendidikan anak, relasi antar pribadi sebagai pasangan hidup. Pergumulan-pergumulan hidup ini membawa kepada kecemasan pribadi dan kecemasan berjamaah. Dalam situsi seperti ini kita perlu dan harus datang kepada Tuhan. Kita tidak dapat mengatasi persoalan hidup kita secara pribadi. Kita juga perlu mengingat bahwa segala kecemasan yang kita alami memiliki daya transformatif yang besar dalam hidup pribadi, terutama menjadi lebih baik lagi kalau diolah dengan baik. Sebaliknya kalau tidak diolah dengan baik maka transformasinya adalah menghancurkan diri sendiri dan keluarga.

Jangan takut dengan kecemasan dalam hidupmu saat ini. Tuhan ada dan Dia pasti menolong kita. St. Padre Pio, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB