HARI MINGGU ADVEN I
Yer. 33:14-16;
Mzm. 25:4bc-5ab,8-9,10,14;
1Tes. 3:12-4:2;
Luk. 21:25-28,34-36
Menatap sebuah harapan yang pasti
Selamat tahun baru gereja, selamat memasuki masa adven. Pada pagi hari ini saya mendapat sebuah pesan inspiratif untuk memasuki masa Adventus, tahun baru liturgi kita. Bunyi kutipannya adalah: “Jangan pernah kehilangan harapan. Badai membuat orang lebih kuat dan badai tidak pernah bertahan selamanya.” Saya tersenyum sejenak dan berpikir bahwa selama dua tahun terakhir ini kita semua nyaris kehilangan harapan akibat pandemi. Ada kecemasan akut yang tanpa sadar sedang dirasakan banyak orang, lebih lagi saat mendengar adanya gelombang ketiga C-19. Seharusnya orang beriman tidak perlu kehilangan harapan. Bukankah kita lebih dari pemenang karena jasa Yesus Kristus?
Saya teringat pada St. Paulus yang meneguhkan kita semua ketika mengatakan: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom 8:35-39). Santo Paulus mengingatkan kita bahwa masih ada harapan bagi kita karena kita lebih dari pemenang.
Pada Minggu pertama Adven ini, Tuhan sungguh hadir dan menyapa kita serta mengingatkan kita bahwa masih ada harapan. Nabi Yeremia dalam bacaan pertama menghadirkan sosok seorang Allah yang setia, yang selalu memberikan harapan dan peneguhan bagi kita. Umat Israel seakan diingatkan untuk mentap hidup dengan penuh harapan. Ada pergumulan, penderitaan dan kemalangan namun mereka harus tetap memiliki harapan kepada Tuhan. Di dalam Kitab Mazmur, kita membaca: “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi.” (Mzm 121:1-2). Tuhan tetaplah andalah bagi orang yang berharap kepada-Nya. Tuhan sendiri berkata: “Sesungguhnya, waktunya akan datang, bahwa Aku akan menepati janji yang telah Kukatakan kepada kaum Israel dan kaum Yehuda.” (Yer 33:14). Tuhan selalu memberi harapan yang pasti, tidak pernah ingkar janji. Dan janji Tuhan yang menjadi kenyataan adalah: “Pada waktu itu dan pada masa itu Aku akan menumbuhkan Tunas keadilan bagi Daud. Ia akan melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri. Pada waktu itu Yehuda akan dibebaskan, dan Yerusalem akan hidup dengan tenteram. Dan dengan nama inilah mereka akan dipanggil: Tuhan keadilan kita!” (Yer 33:15-16). Janji Tuhan melalui nabi Yeremia ini sungguh menjadi sebuah kenyataan. Dari keturunan Daudlah lahir Raja keadilan. Manusia boleh berdosa, tetapi Tuhan selalu setia, Dia tidak meninggalkan umat-Nya. Sungguh Tuhan adalah penyelamat manusia (Mzm 25:1b).
Dalam bacaan kedua, Santo Paulus mengingatlan jemaat di Tesalonika untuk memiliki harapan supaya dapat hidup sebagai orang kudus. Tuhan sendiri yang menambahkan dan membuat hidup kita berkelimpahan dalam kasih kepada sesama manusia. Perkataan Paulus tentang kasih bukanlah sebuah teori kasih atau rangkaian kata-kata kosong, tetapi kata-kata penuh makna dalam hidup yang nyata. Kasih itu bukan rangkaian kata-kata tetapi sebuah pengalaman mendasar. Paulus juga mengingatkan jemaat bahwa Tuhanlah yang menguatkan hati setiap jemaat supaya hidup tak bercacat di hadirat Tuhan Allah hingga kedatangan Tuhan Yesus dengan segala kuasa dan kemuliaan-Nya. Bagi Paulus, setiap orang harus berusaha supaya hidupnya berkenan pada Tuhan. Perkataan Paulus adalah harapan, optimisme yang membawa kita kepada kekudusan atau persekutuan dengan Tuhan.
Dalam bacaan Injil Tuhan memberi harapan kepada kita untuk menerima, mengalami berbagai pergumulan hidup kita. Hal terpenting adalah berusaha untuk membaca tanda-tanda zaman dan memaknainya dengan harapan yang pasti. Tuhan Yesus menggambarkan situasi chaos seperti ini: “Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut.” (Luk 21:25). Perasaan takut dan cemas dengan situasi hidup dapat memaksa orang untuk tidak mengimani Tuhan. Dalam situasi yang mencemaskan, Tuhan memberi harapan kepada kita: “Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya.” (Luk 21:27). Perasaan optimism juga diberikan oleh Tuhan: “Bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat.” (Luk 21:28).
Apa yang harus kita lakukan untuk menatap sebuah harapan yang pasti?
Tuhan Yesus mengingatkan kita dua hal penting untuk mawas diri. Pertama, supaya hati kita tidak sarat dengan pesta pora dan kemabukan. Kita tidak perlu memahami pesta pora dan kemabukan dalam arti sebenarnya saja. Banyak di antara kita juga yang menjadi mabuk ketika melihat harta. Mereka menjadi gila harta, bersifat hedonis hingga melakukan korupsi sendirian atau berjamaah. Kedua, kepentingan-kepentingan duniawi. Kita semua melayani, bekerja namun ada saja beban yang membuat orang mudah stress. Ketika orang menjadi stress, mudah sekali mereka kehilangan harapan, mudah tersinggung dan marah dengan siapa saja. Mari kita berusaha mawas diri akan sifat hedonis di dalam diri kita yang mengahalangi harapan kita kepada Tuhan. Mari kita menjauhkan kepentingan dunia yang membuat kita stress dan relasi dengan Tuhan dan sesama menjadi rusak.
Tuhan sungguh baik, Dia pasti memberkati kita semua. Selamat memasuki masa Adventus. Semoga kita semakin mencintai, makin terlibat dan makin menjadi berkat bagi sesama kita. Kita berusaha untuk menatap sebuah harapan yang pasti bersama Tuhan.
P. John Laba, SDB