Homili 29 November 2021

Hari Senin Pekan I Adven
Yes 2:1-5;
Mzm 122:1-2.3-4a.(4b-5.6-7.) 8-9;
Mat 8:5-11

Tuhan adalah harapanku

Saya memulai hari baru ini dengan hati penuh sukacita. Pasalnya, ketika membuka Alkitab, kalimat pertama yang saya temukan adalah perkataan Paulus berikut ini: “Dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm 5: 4-5). Saya mengatakan bahwa hati saya penuh sukacita karena terinspirasi oleh perkataan Santo Paulus yang luar biasa. Kita semua memiliki harapan, dalam masa apa sekalipun. Di masa-masa yang sulit seperti masa pandemi saat ini, kita memiliki harapan supaya dapat keluar dari kesulitan supaya menggapai kebahagiaan. Di masa-masa yang bahagia, kita memiliki harapan untuk tetap hidup dalam kebahagiaan.

Semua harapan itu berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Sebab itu kita hendaknya memiliki kebajikan harapan sebagai salah satu kebajikan ilahi. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa harapan adalah kebajikan ilahi yang olehnya kita rindukan Kerajaan surga dan kehidupan abadi sebagai kebahagiaan kita, dengan berharap kepada janji-janji Kristus dan tidak mengandalkan kekuatan kita, tetapi bantuan rahmat Roh Kudus. “Marilah kita berpegang teguh kepada pengakuan tentang harapan kita, sebab Ia yang menjanjikannya, setia” (Ibr 10:23). Allah telah “melimpahkan Roh Kudus kepada kita melalui Yesus Kristus, Juru Selamat kita, supaya kita, sebagai oranng yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima kehidupan abadi, sesuai dengan pengharapan kita” (Tit 3:6-7) (KGK, 1817). Selain itu dikatakan juga: “Kebajikan harapan itu sejalan dengan kerinduan akan kebahagiaan yang telah Allah letakkan di dalam hati setiap manusia. Ia merangkum harapan, yang menjiwai perbuatan manusia: ia memurnikannya, supaya mengarahkannya kepada Kerajaan surga; ia melindunginya terhadap kekecewaan; ia memberi kemantapan dalam kesepian; ia membuka hati lebar-lebar dalam menantikan kebahagiaan abadi. Semangat yang harapan berikan, membebaskan dari egoisme dan mengantar kepada kebahagiaan cinta kasih Kristen” (KGK 1818).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengingatkan kita tentang kebajikan harapan. Kita harus memiliki harapan yang besar kepada Tuhan. Dalam bacaan pertama, nabi Yesaya mengatakan kepada umat Israel tentang harapan kepada Tuhan. Melalui nabi Yesaya, Tuhan memberi harapan kepada manusia untuk berjalan dalam terang Tuhan. Ia berkata: “Gunung tempat rumah Tuhan akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: “Mari, kita naik ke gunung Tuhan, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman Tuhan dari Yerusalem.” (Yes 2:2-3). Satu harapan yang disampaikan di sini adalah supaya Tuhan mengajar jalan-jalan-Nya dan kita sendiri berjalan di jalan Tuhan. Harapan kepada Tuhan menghasilkan sebuah semangat baru yakni sebuah tatanan baru, dunia yang harmonis. Bangsa yang satu tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa yang lain, dan mereka tidak akan lagi berlatih perang.

Dalam bacaan Injil kita menjumpai sebuah mukjizat karena kuasa Sabda. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus sedang memasuki kota kapernaum. Di gerbang kota itu Yesus menjumpai seorang prajurit Romawi, tanpa nama yang hambanya saat itu sedang sakit. Dia juga mengimani Yesus maka tanpa merasa malu ia meminta pertolongan Tuhan Yesus. Dia menceritakan bahwa hambanya sedang sakit karena lumpuh dan mereka sungguh sangat membutuhkan Yesus untuk menyembuhkannya. Sang prajurit ini memiliki harapan untuk mendapatkan kesembuhan bagi hambanya. Tuhan Yesus memberi harapan kepada perwira ini bahwa dia sendirilah yang datang untuk menyembuhkan hamba itu. Namun perwira itu mengatakan kepada Yesus: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuhan di dalam rumahku, katakan saja sepata kata, maka hambaku itu akan sembuh.” Tuhan memberi harapan, manusia menggantungkan diri pada Tuhan dengan penih harapan.

Ada dua hal yang menarik perhatian kita. Perwira itu bukan orang Yahudi tetapi seorang Romawi yang berharap kepada Tuhan, mengimani-Nya dengan sepenuh hati. Sebab itu Yesus memujinya karena imannya yang besar kepada Tuhan. San Prajurit mengatakan kepada Tuhan bahwa dia tidak pantas atau layak. Dalam masa adventus ini kita harus memiliki harapan, kita memilik kesadaran bahwa kita ini orang berdosa. Orang sungguh beriman karena dia sadar diri sebagai orang berdosa. Tanapa ada kesadaran sebagai orang berdosa maka sia-sia pengakuan diri kita sebagai orang beriman. Kedua, Perwira itu mengatakan kepada Yesus, ‘Bersabdalah saja maka saya akan sembuh.’ Dalam masa adventus kita berusaha untuk terbuka pada Sabda Tuhan: mendengar, merenungkan dan membaca Sabda Tuhan. Yesus memiliki kekuatan Sabda. Hanya dengan bersabda maka saja semuanya jadi.

Pada hari ini kita diingatkan untuk memiliki kebajikan-kebajikan ilahi khususnya harapan. Kita semua memiliki harapan untuk kebaikan dan kejahatan. Hidup tanpa harapan tidaklah menjadi kekhasan manusia. Hanya dengan memiliki harapan, kita dapat bertobat dan terbuka pada Sabda Tuhan. Selamat mengawali masa Adventus ini, hiduplah dengan memiliki harapan. Selalu berharap akan kebaikan, milikilah harapan supaya anda sungguh-sungguh menjadi manusia.

P.John Laba, SDB