Homili Hari Raya Epifani – 2022

HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN
Hari Anak Misioner Sedunia
Yes. 60:1-6
Mzm. 72:1-2,7-8,10-11,12-13
Ef. 3:2-3a,5-6
Mat. 2:1-12

Bintang itu terus bercahaya

Pada hari ini kita merayakan Hari Raya penampakan Tuhan. Orang juga mengenang hari ini sebagai Hari Raya Natal segala bangsa. Gereja-gereja Timur umumnya merayakan Natalnya pada tanggal 6 Januari bertepatan dengan perayaan untuk mengenang para Majus dari Timur. Para Majus yang dikenal dengan sapaan Gaspar, Melkhior dan Baltazar berasal dari negeri-negeri asing, dengan dipandu oleh bintang akhirnya mereka tiba di Bethlehem dengan membawa emas, kemenyan dan mur sebagai persembahan yang bermakna bagi bayi Yesus. Peristiwa ini menandakan bahwa Tuhan Yesus lahir untuk menyelamatkan semua bangsa yang menghuni bumi ini. Di sini peristiwa Bethlehem langsung berhubungan dengan peristiwa Kalvari.

Pada hari ini Gereja juga merayakan hari kanak-kanak misioner sedunia. Gerakan hari kanak-kanak misioner ini dimulai oleh Mgr. Charles. Beliau adalah Uskup Nancy-Perancis (1785-1844). Gembala ini memiliki keprihatinan khusus terhadap anak-anak yang menderita, yang haus akan kasih sayang dan yang membutuhkan pembinaan yang memadai. Pada tahun 1950, Paus Pius XII menetapkan hari minggu pertama bulan Januari sebagai Hari Anak Misioner Sedunia. Inilah hari yang mempersatukan semua anak-anak misioner sedunia dalam semboyan “Children Helping Children” dan dalam satu semangat yakni Doa, Derma, Kurban, dan Kesaksian (2D2K). Anak-anak sejak usia dini sudah diedukasi untuk memiliki semangat empati dengan memiliki kepekaan hati untuk misi sedunia, menghargai martabat anak-anak dan solider. Tentu saja nilai-nilai ini berasal dari Yesus sendiri. Anak-anak menjadi bintang, tanda kemurahan hati yang besar kepada semua orang.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Penampakkan Tuhan atau Epifani (bahasa Yunani ‘epiphaneia’) membawa kita ke nuansa Natal segala bangsa dan semangat misioner. Dengan merayakan Hari Raya Penampakan Tuhan ini, pikiran kita terarah pada bayi Yesus sebagai pusat segalanya. Dalam prolog Injil Yohanes, Yesus dikenal sebagai Terang atau cahaya segala bangsa yang datang ke dunia: “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.” (Yoh 1:4-9). Yesus adalah terang dunia: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” (Yoh 8:12).

Yesus sebagai Terang dunia menjadi nyata ketika dalam cahaya bintang. Ia sebagai terang dapat menarik para majus dari Timur untuk datang dan menyembah Dia di Bethlehem. Para Majus yang dikenal dengan nama Gaspar, Melkhior dan Baltazar ini melewati Yerusalem, yang nantinya Yesus sendiri akan menunjukkan diri-Nya sebagai Cahaya yang abadi dan Raja yang menyelamatkan seluruh dunia dengan wafat-Nya di atas kayu salib. Di Yerusalem ini para majus berjumpa dengan Herodes, raja manusia yang penuh ambisi dan bersifat jahat kepada sesama. Selanjutnya, Tuhan membimbing para Majus ini dengan bintang hingga memasuki sebuah rumah di Bethlehem dan menemukan bayi Yesus dan Maria Ibunya.

Para Majus datang untuk menyembah Yesus. Hati mereka diliputi sukacita, dengan persembahan di tangan mereka masing-masing untuk berbagi dengan Yesus. Seorang majus membawa emas karena dia melihat Yesus sebagai Raja yang patut mendapat persembahan bernilai tinggi dan luhur. Seorang majus lain membawa kemenyan karena dia melihat Yesus sebagai seorang Imam Agung. Seorang majus lagi membawa mur atau wangi-wangian karena dia melihat bahwa Yesus akan wafat untuk menebus semua orang. Emas, kemenyan dan mur ini menggambarkan sosok Yesus sebagai Raja, Imam Agung dan wafat-Nya sungguh sangat berarti bagi umat manusia. Para Majus mengajarkan kita semangat berbagi, berempati dengan Yesus karena Yesus dahulu lebih dahulu berempati dengan kita. Mereka melakukannya dengan penuh sukacita, tanpa terpaksa atau bersungut-sungut. Prinsip mereka adalah ‘kami datang untuk menyembah sang Raja’.

Dari para Majus kita belajar nilai-nilai hidup Kristiani yang sangat luhur. Pertama-tama kita melihat Yesus sebagai terang bagi dunia. Kuasa-Nya mampu menarik semua orang kepada-Nya. Yesus berkata: “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” (Yoh 6:37). Sejak menjadi bayi hingga wafat-Nya, Yesus selalu menarik perhatian banyak orang. Hingga saat ini, Yesus tetaplah sosok yang tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selamanya. Penulis surat kepada umat Ibrani menulis: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” (Ibr 13:8). Apakah kita semua masih merasa ditarik oleh Yesus untuk datang kepada-Nya dengan sukacita dan menyembah-Nya di masa pandemi ini?

Kita belajar dari para majus untuk menjadi pribadi yang bijaksana karena masih banyak Herodes di sekitar kita. Situasi sosial politik kadang membuat kita tidak menyadarinya dan menjauhkan kita dari sesama manusia. Herodes dalam Injil mengatakan: “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia.” (Mat 2:8). Masih banyak Herodes yang hidupnya hanya seolah-olah baik tetapi sebetulnya bukan demikian. Apakah kita semua juga masih seolah-olah baik atau pura-pura baik terhadap sesama?

Hal terpenting bagi kita adalah sukacita dalam berbagi. Dengan semangat misioner kita bebagi dengan semua orang. Prinsip sharing is caring tetap menjadi pedoman bagi kita. Kita dapat menjadi bintang ketika berbagi sebagai tanda kepeduliaan kita. Kita mewujudkan semangat misioner: Doa, Derma, Kurban, dan Kesaksian (2D2K) bagi semua orang di masa pandemi ini. Ini benar-benar menjadi Natal segala bangsa bagi kita semua. Selamat tahun baru 2022 dan selamat merayakan Natal segala bangsa. Jadilah bintang yang selalu bersinar, terang benderang bagi sesama. Kesaksian hidup dapatlah menjadi cahaya bagi banyak orang dalam kegelapan.

P. John Laba, SDB