Homili 14 Maret 2022

Hari Senin Pekan Prapaskah II
Dan 9:4b-10;
Mzm 79: 8.9.11.13;
Luk 6: 36-38

Murah hatikah aku?

Adalah Michael Jackson (1958-2009). Penyanyi dan penulis lagi tempo doeloe pernah berkata begini: “I try to be kind and generous, and to give to people, and to do what I think God wants me to do.” (Saya mencoba untuk menjadi baik dan murah hati, dan memberi kepada orang-orang, dan melakukan apa yang menurut saya Tuhan ingin supaya saya lakukan). Perkataan ini memang sederhana namun Tuhan sendiri menghendaki supaya kita tetap bermurah hati seperti Bapa di surga juga murah hati adanya. Sikap bermurah hati tidak hanya diucapkan tetapi dilakukan dengan nyata. Tuhan bermurah hati bukan dengan kata-kata tetapi dengan tindakan nyata. Tanda kemurahan hati yang besar dari Tuhan Allah adalah mengurbankan anak-Nya yang tunggal. Penginjil Yohanes bersaksi: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16).

Kita berada dalam pekan Prapaskah yang kedua. Fokus perhatian kita adalah menata semangat pertobatan kita. Kita semua sedang diundang Yesus untuk bersama-sama mendaki gunung untuk berdoa bersama. Di atas gunung Yesus berubah rupa di hadapan para murid-Nya. Perubahan rupa atau transfigurasi Yesus di hadapan para murid menjadi transformasi hidup manusiawi kita. Transformasi radikal itulah yang boleh disebut metanoia atau pertobatan sejati. Pertobatan sejati dapat terjadi kalau orang sadar dan merasa malu sebagai orang berdosa. Dengan perasaan seperti ini, orang akan terbuka pada kemurahan hati Tuhan dan dengan sendirinya dia juga akan bermurah hati.

Nabi Daniel dalam bacaan pertama tampil untuk mengingatkan kita tentang kesadaran diri sebagai orang berdosa. Kesadaran ini terungkap dalam perkataan: “Kami telah berbuat dosa dan salah”. Memang sangat sulit bagi orang untuk jujur mengakui kesalahannya. Orang lebih mudah mencari cela untuk membenarkan diri, atau melarikan diri dari kesalahan dan dosa yang sudah dibuatnya. Orang yang tidak merasa berdosa cenderung merasa diri benar dan mempersalahkan orang lain. Pikirkanlah bentuk-bentuk curhat dan gossip yang pernah anda lakukan, pasti anda selalu benar dan yang lain selalu salah. Para mantan apa saja selalu benar sedang yang belum manta selalu salah. Itulah hidup manusia di hadirat Tuhan.

Lalu apa yang menjadi nasihat nabi Daniel bagi kita pada hari ini untuk menata pertobatan kita? Daniel menghendaki supaya kita menjadi pribadi yang jujur tanpa menyembunyikan satu apapun di hadirat Tuhan. Kita mengingat perkataan Raja Daud ini: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mzm 139:23-24). Dengan hati yanh tembus pandang ini kita akan berani mengakui kesalahan dan dosa-dosa kita sebagaimana dikatakan nabi Daniel: “Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri.” (Dan 9:5-6). Ini benar-benar sebuah pengakuan dosa yang indah dan luar biasa. Sebagaimana saya katakana sebelumnya, jarang ada seseorang yang berani berkata dan mengakui diri sebagai orang berdosa. Jarang orang mengakui diri berlaku fasik atau menyimpang dari jalan Tuhan. Orang pasti membela diri dan membenarkan dirinya. Tetapi anak-anak Allah yang hebat selalu mengenal dirinya dan mengakui diri sebagai orang berdosa. Ada perasaan malu sebagai orang berdosa di hadirat Tuhan yang begitu mengasihi kita.

Dalam bacaan Injil Lukas, Tuhan Yesus memberika jalan-jalan yang pasti untuk menata pertobatan kita di hadirat Tuhan dengan cara baru. Pertama, kita perlu belajar dari Bapa di surga untuk bermurah hati atau berbelas kasih mulai dari diri kita sendiri dan kepada sesama kita. Dia yang menciptakan kita begitu murah hati, mengapa kita masih egois dan sulit untuk bermurah hati? Kedua, Kita diingatkan untuk jangan cepat-cepat menghakimi sesama kita. Mudah sekali kita menilai orang secara fisik dan lupa hatinya. Tuhan saja melihat hati manusia dan menilainya bukan apa yang nampak dalam mata kita. Ketiga, Jangan main-main dengan hukum karena hukum akan mempermainkan kita. Mudah sekali kita menghukum orang lain dengan perkataan-perkataan dan perbuatan kita. Keempat, keberanian untuk mengampuni. Kita mengampuni karena kita dapat melupakan segala kesalahan yang sudah dilakukan sesama kepada kita. Kelima, kemurahan hati ditandai dengan semangat berbagi atau berempati dengan sesama manusia. Kita memberi bukan karena kita kelebihan melainkan karena kita berempati dengans sesama manusia.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini sangat meneguhkan kita semua. Tuhan berbelas kasih maka mari kita berbelaskasih atau murah hati kepada sesama. Allah yang kita Imani adalah Allah yang berbelas kasih. Dia akan mengadili diri kita sebagai orang berdosa dengan belas kasih atau kemurahan hati-Nya. Kita patut berterima kasih kepada Tuhan sebab Dia murah hati kepada kita, kekal abadi kasih setia-Nya kepada kita. Bertobatlah dan terimalah belas kasih dan kemurahan hati Tuhan. Murah hatikah aku ini di hadirat Tuhan dan sesamaku?

P. John Laba, SDB