Homili Hari Minggu Paskah ke-V/C – 2022

HARI MINGGU PASKAH V
Kis. 14:21b-27
Mzm.145:8-9,10-11,12-13ab
Why. 21:1-5a
Yoh. 13:31-33a,34-35

Membangun Komunitas Kasih

Pada tahun 1997-2001 saya mendapat perutusan untuk belajar teologi dan persiapan imamat saya di Seminari Tinggi Salesian di Cremisan, Yerusalem, Israel. Komunitas para mahasiswa teologan Salesian dan para pengajar berasal dari dua puluh lima negara yang berbeda. Saya adalah satu-satunya mahasiswa dari Indonesia. Pada suatu kesempatan komunitas kami mendapat kunjungan dari konferensi para Uskup Nigeria. Para uskup tersebut merasa heran karena sebagai satu komunitas internasional, kami semua dapat menghayati persaudaraan sejati dengan saling membaur satu sama lain, berbicara dengan menggunakan satu bahasa pengantar yaitu Bahasa Italia dan Bahasa Inggris. Tentu saja dasar persaudaraannya adalah bahwa kami semua bersama-sama percaya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memanggil kami untuk mengikuti-Nya dari dekat di dalam Kongregasi Salesian Don Bosco, mengikrarkan kaul dan menghayati semangat dan spiritualitas Kongregasi yang satu dan sama. Kami bersama telah membangun sebuah komunitas kasih yang menjadi tanda dan kesaksian bagi sesama manusia.

Membangun dan menata komunitas kasih adalah sebuah harapan bagi setiap manusia. Setiap pribadi ingin merasakan sebuah keluarga sebagai komunitas kasih ketika kasih itu benar-benar dialami, dirasakan bukan hanya sekedar didengungkan di dalam keluarga. Artinya bahwa setiap pasangan mesti merasakan kehadiran Tuhan yang adalah kasih di dalam diri mereka yang sudah dipersatukan oleh Tuhan sendiri. Anak-anak perlu bertumbuh dalam kasih. Mereka tidak hanya mendengar perkataan orang tua yang mengasihi mereka tetapi mereka juga merasakan bahwa memang orang tua mengasihi mereka. Kasih itu adalah pengalaman bukan sekedar perkataan.

Pada hari Minggu Paskah ke-V/C ini kita semua diarahkan pada satu harapan untuk membangun komunitas kasih di dalam dunia yang luas, di dalam gereja kita dan tentu yang paling penting adalah di dalam keluarga dan komunitas masing-masing. Tuhan Yesus pada malam perjamuan terakhir mengajarkan para murid-Nya tentang pengalaman komunitas kasih dan harapan untuk terus membangun komunitas kasih di dunia ini. Komunitas kasih itu disampaikan Yesus setelah Yudas Iskariot meninggalkan ruang perjamuan. Kita dapat memahami bahwa kasih itu bertentangan dengan kejahatan dan bahwa kasih itu sendiri akan mengalahkan kejahatan. Maka di satu pihak ada kejahatan yang akan dilakukan Yudas Iskariot dengan menjual Yesus sang Maestronya, di lain pihak para murid lain yang akan membangun dan menata komunitas kasih yang adalah Gereja itu sendiri.

Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid di saat taka da Yudas Iskariot bahwa Dia sebagai Anak Manusia akan dipermuliakan Allah dan Allah sendiri akan dipermuliakan di dalam diri-Nya. Allah Bapa dan Putera saling mempermuliakan satu sama lain. Ini menandakan bahwa Yesus sebagai Anak adalah satu dengan Bapa dalam Roh Kudus (Yoh 10:30). Allah Bapa mempermuliakan Yesus melalui Paskah yakni sengsara, wafat dan bangkit serta naik ke surga dengan sempurna untuk menyelamatkan umat manusia. Yesus sebagai Anak juga mempermuliakan Bapa dengan tuntas melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa. Penebusan berlimpah adalah tanda tuntasnya pekerjaan Bapa di dalam Yesus Kristus.

Di samping Tuhan Yesus mewahyukan diri-Nya sebagai yang bersatu dengan Bapa dan saling memuliakan, Dia juga mengharapkan supaya kita semua tinggal di dalam kasih dan kemuliaan-Nya. Sebab itu Ia mengajarkan perintah baru kepada para murid-Nya dan dilanjutkan turun temurun yakni perintak kasih. Yesus berkata: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh 13:34). Perintah baru ini tidak hanya ada di dalam diri para murid saja, tetapi menjadi tanda, menjadi sebuah kesaksian bahwa mereka adalah murid Yesus Kristus. Ini juga yang menjadi jati diri, identitas kristiani kita. Yesus berkata: “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh 13:35).

Bagaimana mewujudkan perintah baru untuk membangun komunitas kasih?

Mari kita memperhatikan santo Paulus dan Barnabas. Dalam perjalanan misionernya yang pertama ini mereka melakukan perjalanan melewati daerah-daerah ini: Listra, Ikonium, dan Antiokhia, Pisidia, Pamfilia, Perga dan Atalia. Di tempat-tempat ini, mereka memberikan peneguhan dan menasihati mereka supaya bertekun dalam iman. Orang dapat bertekun dalam iman kalau mereka mengasihi Tuhan dan sesama. Untuk mewujudkan kasih itu, dibutuhkan pengorbanan yang besar, penderitaan datang silih berganti. Orang yang mengalami kasih Allah seperti Paulus dan Barnabas tak henti-hentinya menguatkan jemaat untuk hidup dan bertekun dalam kasih.

Saya mengatakan sebelumnya bahwa kasih itu pengalaman bukan sekedar perkataan. Mari kita perhatikan cuplikan pengalaman Santo Paulus ini: “Setibanya di situ (Antiokhia) mereka memanggil jemaat berkumpul, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman.” (Kis 14:27). Sharing pengalaman, membangun kepeduliaan bersama dalam pewartaan adalah jalan yang baik untuk membangun komunitas kasih dan boleh dikatakan peradaban kasih. Orang yang tidak bisa membagikan pengalaman kasihnya tidak akan mampu membangun peradaban kasih.

Tentu saja peradaban kasih di dalam komunitas itu terjadi secara spontan saja. Saya mengatakan sebelumnya bahwa kasih itu penuh pengorbanan. Orang harus menderita.Tetapi Tuhan selalu yang terbaik. Di balik penderitaan ada kemenangan untuk membangun komunitas kasih yang semuanya baru. Ada langit dan bumi baru yang dianugerakan dari surga bagi orang yang percaya kepada Tuhan. Penyertaan Tuhan sungguh dirasakan oleh semua orang dan dengan demikian kasih-Nya sungguh hadir di tengah-tengah manusia. Tuhan sendiri berjanji: “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” (Why 21:40. Tentu saja kalau Tuhan bertindak maka yang ada dan dialami oleh manusia adalah sebuah komunitas kasih di mana perdaban kasih juga bertumbuh subur di dalam diri dan keluarga serta masyarakat kita. Bunda Maria mendoakan dan Tuhan memberkati kita semua.

P. John Laba, SDB