Homili 30 Juni 2022

Hari Kamis, pekan Biasa ke-XIII
Am. 7:10-17
Mzm. 19:8,9,10,11
Mat. 9:1-8

Tuhan sungguh murah hati!

Saya pernah berbincang-bincang dengan seorang bapa. Ia merasa bersyukur kepada Tuhan karena Tuhan sangat bermurah hati kepadanya. Dia pernah mengalami sakit yang baginya sangat aneh karena selama waktu yang cukup lama ia tidak mengalami kesembuhan. Ia berobat ke mana-mana tetapi ‘santo kesembuhan’ tidak kunjung datang untuk tinggal bersama dengannya. Pada akhirnya ia mendapatkan nasihat dari sahabatnya seperti ini: “Mungkin saja selama ini anda terlalu percaya diri. Sekarang percayalah kepada Tuhan dan percayalah juga kepada para dokter karena pada mereka Tuhan juga turut bekerja.” Sejak saat itu ia mengikuti anjuran dokter dan rajin berdoa. Hasilnya adalah dia mengalami kesembuhan total dan ia pun kembali ke Gereja dan melayani Gereja. Dia mengaku, kalau saja Tuhan tidak menyembuhkannya maka mungkin dia sudah berada di dunia yang lain. Tuhan baginya adalah sosok yang sangat murah hati. Saya menyimak sharing bapa ini dan berkata dalam hati: “Tuhan memang sungguh murah hati!”

Pada hari terakhir dalam bulan Juni ini, Tuhan menyapa kita melalui Sabda-Nya yang luar biasa. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah nabi Amos. Ketika Tuhan dinomorduakan di Kerajaan Israel maka Tuhan memiliki solusi yang tepat. Ia memilihi seseorang yang tidak terkenal untuk mengubah manusia lain yang sombong di hadapan-Nya dan menyembah berhala. Tuhan mengoreksi mereka yang melacurkan diri dengan dewa-dewi lain selain Allah yang benar. Meskipun Amazia sang imam di Betel dan Raja Yerobeam yang memiliki kuasa dunia mengganggu Amos namun Amos berani berkata: “Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan. Tetapi Tuhan mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan Tuhan berfirman kepadaku: Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.” (Am 7:14-15). Amos yang hanya peternak dan pengambil buah ara hutan tetapi dipilih Tuhan untuk mengubah hidup orang berdosa. Dengan kata lain, Tuhan sungguh murah hati karena untuk mempertobatkan manusia berdosa maka Ia menggunakan orang sederhana, yang berada jauh di luar pikiran manusia.

Apakah orang-orang Israel berubah? Ternyata mereka tidak berubah. Hati mereka keras dan tidak mau membuka diri kepada kemurahan hati Tuhan. Sebab itu Tuhan bersabda melalui nabi Amos dengan keras kepada mereka: “Isterimu akan bersundal di kota, dan anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan tewas oleh pedang; tanahmu akan dibagi-bagikan dengan memakai tali pengukur, engkau sendiri akan mati di tanah yang najis, dan Israel pasti pergi dari tanahnya sebagai orang buangan.” (Am 7:17). Perkataan Tuhan melalui nabi Amos ini terbukti nyata. Pada bulan April-September 723 SM Kerajaan Israel jatuh. Penduduknya dibuang ke wilayah Asyur dan Babel. Pembuangan ini tidak terlepas dari ekspansi kerajaan Asyur yang bangkit sebagai kekuatan besar di dunia Timur Dekat Kuno pada awal abad ke-8 SM. Sejarah Israel memang terang benderang untuk mengoreksi mereka yang menyembah berhala dan tidak setia kepada Tuhan.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah Yesus yang menunjukkan wajah kemurahan hati Allah Bapa. Ketika Yesus tiba di kotanya (Kapernaum), ada orang-orang yang membawa seorang yang lumpuh yang hanya terbaring di atas tempat tidur. Mereka berharap supaya Tuhan Yesus dapat menjamah dan menyembuhkannya. Tuhan Yesus melihat betapa orang-orang yang membawa kawan mereka yang lumpuh itu mengimani-Nya. Sebab itu reaksi Yesus kepada orang lumpuh itu terungkap dalam perkataan ini: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” (Mat 9:2). Yesus juga mengatakan kepadanya: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” (Mat 9:6). Orang itu sembuh, dapat berjalan sehingga banyak orang takjub kepada Yesus.

Terlepas dari sikap beberapa ahli Taurat yang mempertanyakan kuasa Yesus untuk mengampuni dosa, Yesus sendiri justru semakin menunjukkan diri-Nya sebagai Dia yang sungguh-sungguh Anak Manusia. Dia menunjukkan wajah kemurahan hati Tuhan sehingga yang diminta oleh orang-orang yang mengimani-Nya adalah kesembuhan temannya yang lumpuh, ternyata Tuhan juga mengampuni dosa si lumpuh tanpa nama ini. Manusia meminta satu, tetapi Tuhan memberi dua. Manusia meminta kesembuhan fisik yakni supaya si lumpuh bisa berjalan, Tuhan Yesus justru menyembuhkan si lumpuh secara rohani dengan mengampuni dosa-dosa si lumpuh. Apa yang kurang dari Tuhan kita? Semuanya begitu sempurna adanya. Dia memberi segalanya bagi manusia, bagi anda dan saya.

Apa yang harus kita lakukan?

Kita perlu sadar diri bahwa orang lumpuh adalah kita. Secara fisik kita adalah orang normal tetapi secara rohani bisa jadi kita lebih lumpuh dari si lumpuh dalam Injil. Sebab itu kita perlu membuka diri terhadap pengampunan dari Tuhan. Tuhan pasti mengampuni kalau saja kita terbuka dan mau bertobat. Kita juga belajar untuk bermurah hati untuk membawa pertobatan seperti Amos atau rekan-rekan si lumpuh. Memang tidaklah mudah seperti yang Amos alami, tetapi bagi Allah tidak ada yang mustahil. Iman dapat menyelamatkan. Iman dapat mengubah segalanya.

P. John Laba, SDB