Homili 6 Oktober 2022

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXVII
Gal. 3:1-5
MT Luk. 1:69-70,71-72,73-75
Luk. 11:5-13

Pentakosta Baru

Ada seorang sahabat yang mengirim saya pesan berupa ayat Kitab Suci, sebuah kutipan dari Injil Yohanes yang berbunyi: “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam ‘roh’ dan kebenaran” (Yoh 4:24). Sebanyak dua kali dia mengirim ayat ini kepada saya. Mungkin dia tidak sengaja mengirimnya sebanyak dua kali. Saya membacanya berulang kali dan ayat ini menyadarkan saya untuk berdoa dan menyembah Allah di dalam Roh dan Kebenaran. Tentu saja perkataan Yesus kepada Wanita Samaria ini juga masih berlaku untuk banyak di antara kita. Sadar tau tidak sadar, ada banyak di antara kita yang masih mirip dengan Wanita Samaria yang bersama orang-orang pada zamannya berpikir bahwa mereka menyembah Allah di tempat-tempat kesukaan mereka di gunung Ebal dan gunung Garizim atau di Yerusalem. Tidak! Yesus dengan tegas mengatakan bahwa kita menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. Dan sangat benar karena kita menyembah Allah Tritunggal Mahakudus. Semua tempat yang dibangun sebagai buatan tangan manusia itu sifatnya hanya sementara saja. Ada saatnya bangunan buatan tangan manusia itu akan roboh atau diperbaharui. Lagi pula bangunan itu hanya sebagai sarana peribadatan sementara saja, dan tentu ini bukan berarti kita meniadakannya. Kita tetap membutuhkannya, namun yang paling penting adalah kita sadar bahwa kita menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran.

Santo Paulus dalam bacaan pertama berusaha untuk menyadarkan jemaat di Galatia untuk menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. Ia mengharapkan agar jemaat di Galatia benar-benar merasa terpesona pada sosok Yesus yang mereka Imani dalam Roh sebagai buah dari pewartaan Injil yang disampaikannya kepada mereka. Yesus haruslah membuat mereka terpesona karena Dia telah hidup untuk mewartakan Injil, telah wafat dan bangkit dengan mulia. Maka sepatutnya jemaat hidup dalam Roh bukan di dalam daging. Tentu saja orang yang hidup dalam Roh berarti mereka hidup dalam Rahmat Tuhan, sedangkan mereka yang hidup dalam daging berarti mereka hidup dalam dosa. Sebab itu Paulus memberikan mereka ketegasan dalam pilihan hidup mereka: apakah mereka melakukan hukum Taurat atau percaya kepada pemberitaan Injil. Tentu saja arahnya jelas yaitu mereka harus dikuatkan dalam Roh untuk percaya kepada pemberitaan Injil. Maka pertanyaan Paulus ini memang patut untuk direnungkan lebih dalam lagi: “Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?” (Gal 3:5).

Untuk menjawabi pertanyaan ini maka doa adalah jawaban yang tepat. Dan tentu saja bukan hanya sekedari berdoa tetapi berdoa dengan tekun, berdoa tanpa henti. Kadang-kadang orang mudah sekali puas dengan doanya kalau saja doanya itu dikabulkan Tuhan. Tuhan lalu dilupakan sebentar, nanti kalau butuh Tuhan baru berdoa lagi. Ada orang yang malas berdoa, lebih lagi ketika apa yang dia minta kepada Tuhan itu belum dikabulkan. Orang mudah lupa bahwa Tuhan tidak pernah lupa. Tuhan itu memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita sukai. Mengapa? Karena apa yang kita sukai belum tentu itu yang kita butuhkan. Tuhan melengkapi kebutuhan kita tepat pada waktunya, tidak pernah terlalu cepat atau terlalu lambat. Itulah sifat Tuhan Allah Yang Mahabaik bagi kita.

Dalam bacaan Injil kita mendengar bagaimana Tuhan Yesus mengajar para murid-Nya untuk berdoa dengan tekun, buka menunggu saat butuh baru berdoa. Dicontohkan dengan seorang yang meminta roti kepada sahabatnya. Meskipun sudah malam, keluarganya sudah beristirahat malam namun karena sahabatnya yang tidak malu-malu ini meminta roti maka temannya pun akan bangun dan memberi apa yang dibutuhkannya. Kalau dengan sesama saja ada perasaan empati untuk berbagi, apalagi Tuhan Yang Mahabaik. Dia akan memberikan apa yang kita butuhkan. Syaratnya adalah kita berani meminta, mencari dan mengetuk.

Tuhan Yesus berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Luk 11:9-10). Sikap ini memang harus dimiliki oleh kita sebagai anak-anak Tuhan. Namun demikian hal yang perlu kita ingat: doa adalah sebuah kebutuhan kita karena kita membutuhkan Tuhan. Maka janganlah kita berpuas diri dan mudah melupakan Tuhan manakala kita sedang berada di zona nyaman. Ketika kita mengalami kejatuhan tertentu maka kita begitu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan atau berpura-pura menjadi religious. Ini merupakan kenyataan hidup kita di hadirat Tuhan.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Kita butuh pentakosta baru. Kita butuh Tuhan Allah Roh Kudus untuk membaharui hidup kita semua. Hanya Roh Kuduslah yang memurnikan kita untuk selalu mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Bapa dan Putera dalam doa. Hanya Roh Kuduslah yang membuka pikiran kita untuk memahami pewartaan Injil karena Dialah yang menginspirasinya. Hanya Roh Kudus yang mempersatukan kita sebagai Gereja untuk bersatu dengan Allah Tritunggal Yang Mahakudus. Maka Datanglah Roh Kudus, baharuilah hati kami, baharuilah hidup kami untuk tekun berdoa dengan berani meminta, mencari dan mengetuk pintu hati Tuhan Allah Yang Maharahim. Sungguh, Pentakosta baru itu kita perlukan saat ini.

P. John Laba, SDB