Homili 11 Oktober 2022 – Santo Yohanes XXIII

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXVIII
St. Yohanes XXIII, Paus
Gal. 4:31b-5:6
Mzm. 119:41,43,44,45,47,48
Luk. 11:37-41

Iman bekerja oleh kasih

Pada hari ini kita mengenang Santo Paus Yohanes ke-XXIII. Santo Paus Yohanes XXIII dikenal sebagai Paus yang ke-261 dan dikanonisasi pada tanggal 27 April 2014. Santo bernama asli Angelo Giuseppe Roncalli ini lahir di Sotto il Monte, Italia, pada tanggal 25 November 1881 dan menjabat sebagai Paus sejak tanggal 28 Oktober 1958 hingga 3 Juni 1963. Ia berasal dari keluarga petani sederhana. Angelo Guiseppe mula-mula masuk Seminari menegah di Bergamo dan melanjutkan ke Seminari Tinggi di Roma. Ia ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 10 Agustus 1904. Setelah ditahbiskan sebagai imam, ia bertugas sebagai Sekretaris Uskup Bergamo sampai tahun 1914. Angelo Guiseppe pernah berkerja membantu Paus Pius XI di Vatikan. Pada tanggal 3 Maret 1925 paus mengangkatnya sebagi Uskup Agung Areopolis. Ia sempat bertugas sebagai diplomat Vatikan di Bulgaria, Turki dan Yunani. Selanjutnya beliau dilantik Paus Pius XII menjadi seorang kardinal pada tanggal 12 Januari 1953, dan sebagai Uskup Agung di Venezia, Italia pada tanggal 15 Januari 1953. Pada saat berusia 77 tahun beliau terpilih menjadi Paus dalam Konklaf yang digelar setelah meninggalnya Paus Pius XII. Nam Pausnya adalah Yohanes XXIII.

Santo Paus Yohanes ke-XXIII dikenal sebagai sosok yang gigih mempersatukan gereja dalam hal ini dia mereformasi hubungan antara Gereja Katolik dengan Gereja denominasi Kristen lainnya seperti Gereja Protestan, Gereja Ortodoks Yunani, dan Gereja Anglikan Inggris. Pada tanggal 25 Januari 1959, beliau mengumumkan niatnya untuk mengadakan sebuah Konsili yang kita kenal dengan nama Konsili Vatikan II pada tanggal 11 Oktober 1962. Dalam Konsili ini dibahas cara-cara untuk memperbaharui Gereja Katolik dalam dunia modern, mempromosikan keragaman dalam kesatuan Gereja, dan membahas Reformasi untuk Gerakan Ekumenis dan liturgi. Konsili Vatikan II merupakan sebuah Konsili Ekumenis.

Saya mengingat beberapa perkataan penting dari Santo Yohanes XXIII ini: Pertama, Tentang Gereja. “Gereja Katolik dipisahkan dan dibedakan oleh tiga karakteristik ini: kesatuan ajaran, kesatuan organisasi, kesatuan penyembahan. Kesatuan ini begitu menonjol sehingga olehnya setiap manusia dapat menemukan dan mengenali Gereja Katolik. Merupakan kehendak Allah, pendiri Gereja, bahwa semua domba pada akhirnya harus berkumpul bersama dalam satu kawanan, dibawah bimbingan satu gembala. Semua anak-anak Allah dipanggil menuju satu-satunya rumah bapa mereka, dan batu penjurunya adalah Petrus. Setiap manusia harus bekerja bersama sebagai saudara untuk menjadi bagian dari kerajaan Allah yang tunggal ini; karena warga kerajaan ini disatukan dalam kedamaian dan harmoni di bumi agar mereka dapat menikmati kebahagiaan kekal suatu hari nanti di surga.” (Ad Petri Cathedram). Perkataan ini menjadi nyata dalam Konsili Ekumenis Vatikan II. Gereja katolik semakin berusaha memurnikan kesatuan ajaran, kesatuan organisasi dan kesatuan penyembahan.

Kedua, Tentang doa. Santo Paus Yohanes XXIII mengatakan: “Doa berarti mengangkat pikiran kita kepada Allah. Kita harus selalu memikirkan hal ini dalam hidup kita.” Ini berarti dalam situasi apa saja, kita dapat berdoa. Tidak ada usaha untuk membenarkan diri atau mencari alasan untuk tidak bisa berdoa. Ketiga, Tentang Keluarga. “Keluarga adalah sel penting pertama dari masyarakat manusia.” Keluarga mendapat tempat istimewa dalam masyarakat kita. Keluarga baik akan mengasilkan masyarakat yang baik.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk memurnikan iman yang bekerja oleh kasih. Santo Paulus dalam bacaan pertama mengatakan bahwa kita bukanlah anak dari wanita hamba, melainkan wanita yang merdeka. Dan bahwa Tuhan Yesus Kristus telah memerdekakan kita supaya kita benar-benar merdeka. Sebagai pribadi yang merdeka kita mestinya berdiri teguh dan tidak mengalah dengan tunduk pada kuk perhambaan. Paulus juga menegaskan jati diri pengikut Kristus yakni bahwa bagi orang yang berada di dalam Kristus Yesus, hal bersunat atau tidak bersunat sama sekali tidak bermakna. Justru yang bermakna adalah bahwa hanya iman yang bekerja oleh kasih.

Dari perkataan Paulus ini terdapat beberapa hal penting sebagai berikut: Tuhan Yesus datang ke dunia untuk memerdekakan kita. Sejalan dengan Penginjil Yohanes, Yesus Kristus adalah Kebenaran dan bahwa Kebenaran itulah yang memerdekakan kita (Yoh 8:32). Kita hidup sebagai orang merdeka karena ditebus oleh Yesus Kristus. Kita tidak hidup sebagai hamba dosa tetapi sebagai anak-anak Allah yang merdeka.

Bagaimana kita menunjukkan jati diri sebagai anak-anak merdeka dan kudus?

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil mengingatkan kita untuk menjadi pribadi yang berhati murni. Dalam Sabda bahagia Dia berkata: “Berbahagialah orang yang murni hatinya karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8). Orang yang murni hati, hatinya tembus pandang, hatinya tidak bercela. Dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus mengoreksi kita semua yang hanya mengobservasi hal-hal lahiria saja dan lupa untuk mengubah hal-hal batiniah yang penuh dengan kotoran. Tuhan Yesus berkata: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.” (Luk 11:39). Kita mengingat perkataan Yesus di tempat lain: “Sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.” (Mrk 7:21-22).

Saya menutup homili hari ini dengan mengutip perkataan Pater Angelo Giuseppe Roncalli, tentang hidup kudus di hadirat Tuhan: “Menyangkal diri sendiri di segala waktu; menghindarkan pada diri sendiri dan dari pandangan luar, segalanya yang dipandang pantas untuk dipuji-puji oleh dunia; menjaga dalam hati kobaran cintakasih murni kepada Allah, jauh melampaui kelemahan perasaan-perasaan duniawi; memberikan segalanya dan mengorbankan segalanya demi kebaikan bagi orang-orang lain; dan dengan kedinaan dan kepercayaan, dalam kasih kepada Allah dan sesama, mentaati hukum yang ditetapkan oleh Yang Ilahi; dan mengikuti jalan yang memimpin jiwa-jiwa terpilih untuk memenuhi misi hidup mereka – dan setiap orang mempunyai misi sendiri-sendiri, ini adalah kesucian, dan semua kesucian tidak lain tidak bukan adalah ini.” Santo Paus Yohanes XXIII, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB