Homili Hari Minggu Kerahiman Allah -A- 2023

HARI MINGGU PASKAH II
Minggu Kerahiman Ilahi
Kis. 2:42-47
Mzm. 118:2-4,13-15,22-24
1Ptr. 1:3-9
Yoh. 20:19-31

Luka-luka dan Balsem Belas Kasih

Pada hari Minggu ini kita merayakan Hari Minggu Kerahiman Ilahi. Perayaan istimewa yang digagas Santo Yohanes Paulus II dan diumumkan pada tanggal 30 April 2000 bertepatan dengan hari kanonisasi St. Maria Faustina Kowalska sebagai orang kudus di dalam Gereja Katolik. Pembaktian dan penyerahan dunia kepada Kerahiman Ilahi merupakan penggenapan misi Maria Faustina Kowalska (1905-1938). Maria Faustina Kowalska adalah seorang biarawati muda berkebangsaan Polandia yang mengalami masa lalu yang miskin dan menderita. Ia mendapat karunia penglihatan tentang Tuhan Yesus yang memintanya untuk menyampaikan pesan kasih dan belas kasihan-Nya yang tak terbatas kepada dunia. Atas permintaan pembimbing rohaninya, ia membuat catatan tentang penglihatan tersebut dalam buku hariannya yang kita kenal dengan nama Buku Harian Santa Faustina (BHSF). Tuhan Yesus pernah meminta Faustina untuk membuat lukisan-Nya yang menggambarkan Yesus sendiri saat menampakkan diri kepadanya. Dalam buku hariannya, ia mencatat penglihatan itu: “Lukislah sebuah gambar sesuai dengan pola yang engkau lihat, dengan tanda tangan: ‘Yesus, aku percaya kepada-Mu. Saya ingin agar gambar ini dihormati, pertama di kapelmu, dan kemudian di seluruh dunia. Saya berjanji bahwa jiwa yang akan memuliakan gambar ini tidak akan binasa.”

Dalam kunjungan lainnya, Tuhan Yesus meminta biarawati itu untuk membantu menjadikan Minggu Kerahiman Ilahi pada hari Minggu pertama setelah Paskah sebagai tawaran keselamatan kepada dunia. Faustina mencatat kata-kata Yesus: “Aku menghendaki agar Pesta Kerahiman Ilahi menjadi tempat berlindung dan bernaung bagi semua jiwa, dan terutama bagi para pendosa yang malang. Pada hari itu, terbukalah lubuk kerahiman-Ku dan Aku meluapkan seluruh samudera rahmat ke atas jiwa-jiwa yang mendekati sumber kerahiman-Ku. Jiwa yang mengaku dosa dan menyambut Komuni Kudus akan memperoleh pengampunan penuh atas dosa-dosanya dan akan bebas dari hukuman. Pada hari itu, akan terbukalah pintu bendungan ilahi untuk mengalirkan rahmat. Janganlah ada jiwa yang takut mendekat kepada-Ku, sekalipun dosa-dosanya merah seperti kirmizi.” (BHSF# 699). Perkataan Tuhan Yesus yang dicatat Santa Faustina dan tetap terkenang sepanjang zaman. Saya merasa yakin bahwa para devosan Kerahiman Ilahi yang rajin membaca BHSF akan turut menyelami makna terdalam pesan Tuhan Yesus kepada santa Faustina ini.

Pengalaman akan Kerahiman Ilahi dari Tuhan menjadi nyata dalam kesiapan kita untuk merasa diri sebagai orang berdosa dan menayatakan tobat sejati melalui Sakramen Tobat. Tuhan Yesus berkata kepada Faustina: “[Biarlah] para pendosa yang jahat menaruh harapan mereka pada Kerahiman-Ku. Lebih dari semua orang lain, mereka memiliki hak unhtuk mengharapkan samudera kerahiman-Ku. Putriku, tulislah tentang kerahiman-Ku terhadap jiwa-jiwa yang menderita. Jiwa-jiwa yang memohon kerahiman-Ku sangat menggembirakan hati-Ku. Kepada jiwa-jiwa seperti itu, Aku memberikan rahmat yang lebih bahkan lebih banyak daripada yang mereka minta. Aku tidak dapat menghukum para pendosa, juga para pendosa yang paling jahat kalau ia memohon kerahiman-Ku, sebaliknya, Aku akan menyelamatkan dia berkat kerahiman-Ku yang tak terbatas dan tak terselami.” (BHSF#1146).

Kerahiman Ilahi sungguh nyata di dalam hidup menggereja saat ini. Munculnya kelompok-kelompok devosional kepada Kerahiman Ilahi menunjukkan betapa besar cinta kasih Gereja kepada Yesus Kerahiman Ilahi sebagai jawaban atasi kasih dan Kerahiman Ilahi yang sudah lebih dahulu diberikan Tuhan kepada kita. Maka pertanyaan bagi kita adalah apa saja hal-hal konkret yang diberikan Gereja sebagai tanda kerahiman Allah yang nyata di dunia saat ini?

Mari kita memahami pesan Lukas yang kita dengar dalam bacaan pertama (Kis. 2:42-47). Para Rasul menunjukkan diri sebagai pribadi-pribadi yang merasakan kasih dan Kerahiman Tuhan dan meyakinkan hal yang sama kepada orang banyak di Yerusalem. Pengalaman dikasihi oleh Allah menjadi hal nyata yang dialami setiap murid Kristus. Pengalaman ini ditumbuhkembangkan oleh para murid Yesus dengan semboyan sehati dan sejiwa. Mereka berkumpul bersama, memecah-mecahkan roti dan berdoa (ekaristi) bersama. Hidup bersama ditandai dengan rasa kepemilikan bersama atas barang-barang yang ada di dalam komunitas. Sikap jemaat perdana ini menjadi tanda kesaksian yang menyukakan hati banyak orang dan membuat semakin banyak orang terbuka kepada Tuhan Yesus. Jumlah mereka yang percaya semakin bertambah karena pengalaman kerahiman Allah yang sungguh nyata ini. Santo Petrus dalam bacaan kedua menunjukkan kasih dan kerahiman Tuhan dalam hidup kekal. Ia berkata: “Oleh kebangkitan Yesus Kristus, Allah telah melahirkan kita kembali dari antara orang mati kepada suatu hidup yang penuh pengharapan.” Orang yang mengalami Kerahiman Allah akan hidup dalam pengharapan.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hadi di tengah-tengah para murid yang masih dalam suasana ketakutan. Ia menyapa mereka dengan berkata: ‘Damai Sehatera besertamu’. Damai adalah wujud nyata kasih dan kerahiman Allah bagi kita. Perkataan Tuhan Yesus mengingatkan kita pada perkataan ini: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh 14:27).

Sosok Thomas ditampilkan sebagai pribadi yang kurang percaya. Ia bahkan mau melihat sendiri luka bekas paku pada Tubuh Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus memperlihatkan luka-lukanya dan sungguh mengubah kiblat hidup Thomas yang kurang percaya menjadi pribadi yang percaya. Memandang bekas luka atau luka pada tubuh sendiri dan tubuh sesama sungguh mengubah kiblat hidup kita. Luka-luka itu membutuhkan balsam belas kasih untuk diri sendiri dan sesama di sekitar yang terluka.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip perkataan Paus Fransiskus dalam sebuah homilinya tentang kerahiman Ilahi: “Pengalaman kita akan belas kasih Allah membantu kita untuk melihat luka saudara-saudara kita. Kita berpikir bahwa kita mengalami rasa sakit yang tak tertahankan dan situasi penderitaan, dan tiba-tiba kita menemukan bahwa orang lain di sekitar kita diam-diam mengalami hal-hal yang lebih buruk. Jika kita memperhatikan luka-luka sesama kita dan mencurahkan balsem belas kasihan kepada mereka, kita akan menemukan dalam diri kita sebuah harapan yang menghibur kita di tengah keletihan kita. Kita menjadikan Minggu Kerahiman Ilahi sebagai hari Minggu untuk mengulurkan tangan atau mendengarkan orang-orang di sekitar kita yang mungkin menderita. Dari mata semua orang yang terbebani oleh cobaan hidup, Tuhan juga memandang kita dengan belas kasihan dan berkata sekali lagi kepada kita: ‘Damai sejahtera bagimu!” Selamat Hari Minggu Kerahiman untukmu.

P. John Laba, SDB