Homili Hari Minggu Paskah IV/A – Minggu Panggilan 2023

HARI MINGGU PASKAH IV/A
Hari Minggu Panggilan – Gembala Baik
Kis. 2:14a,36-41
Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6
1Ptr. 2:20b-25
Yoh. 10:1-10

Untuk itulah kamu dipanggil

Pada hari ini kita memasuki hari Minggu Paskah ke-IV/A. Hari Minggu Paskah ke-IV ini dikenal dengan sebutan lain yakni sebagai Hari Minggu ‘Buon Pastore’ atau Hari Minggu ‘Gembala Baik’, juga disebut sebagai ‘Hari Minggu Panggilan’. Sebab itu di Keuskupan Agung Jakarta misalnya, diadakan Novena Panggilan oleh para biarawan dan biarawati yang dikelompokkan berdasarkan dekenat-dekenat se-KAJ. Para biarawan dan biarawati dari komunitas-komunitas atau Tarekat-tarekat hidup bakti juga diundang untuk melakukan aksi panggilan. Harapannya adalah melalui aksi panggilan ini, kaum muda dapat tertarik untuk menjawabi panggilan Tuhan dan bergabung dalam tarekat hidup bakti yang ada.

Bapa Suci Paus Fransiskus sendiri pada tahun ini menulis sebuah pesan yang bagus untuk menyambut hari Minggu Panggilan yang ke-60 dengan tema: “Panggilan: Rahmat dan Perutusan”. Bagi Paus Fransiskus, Hari Minggu Panggilan merupakan sebuah ‘prakarsa ilahi untuk membantu anggota Umat Allah, baik sebagai individu maupun komunitas, supaya menanggapi panggilan dan perutusan yang dipercayakan Tuhan kepada kita masing-masing di dunia dewasa ini, di tengah kesulitan dan harapannya, tantangan dan pencapaiannya’. Sebab itu melalui tema ‘Panggilan: rahmat dan perutusan’ kiranya menyadarkan umat Allah bahwa ‘panggilan Tuhan adalah rahmat, karunia cuma-cuma, dan pada saat yang sama berketetapan hati untuk membawa Injil kepada sesama.’ Beberapa poin penting yang ditekankan oleh Bapa Suci dalam pesannya adalah: kesadaran bahwa kita dipilih sebelum dunia dijadikan, perutusan kita di bumi ini, kita dipanggil bersama untuk berkumpul dan panggilan kita adalah karunia dan nyata dalam tugas perutusan.

Bersamaan dengan hari istimewa ini, Tuhan juga menyapa kita melalui sabda-Nya untuk selalu menyadari panggilan dan perutusan istimewa yang dianugerahkan-Nya kepada kita. Melalui bacaan-bacaan Liturgi pada hari Minggu Buon Pastore ini, Tuhan mengingatkan kita pada panggilan dan perutusan sebagai murid Kristus dalam hidup keseharian kita. Rasul Petrus di dalam bacaan pertama misalnya, memberi kesaksian tentang panggilan dan perutusan Yesus dari Nazaret yang sudah sedang mereka ikuti dari dekat. Petrus penuh keyakinan bersaksi bahwa Allah Bapa telah membuat Yesus yang sudah disalibkan kini menjadi Tuhan dan Kristus karena Dia sudah bangkit dengan jaya. Pengakuan dan kesaksian tentang Yesus pasca kebangkitan dari Petrus dan teman-temannya ini membuat hati orang-orang Yahudi di Yerusalem terharu dan mereka meminta kepada Petrus dan teman-temannya petunjuk terbaik untuk mencapai keselamatan. Petrus mengingatkan mereka supaya mereka bertobat dan memberi diri dibaptis. Dengan demikian mereka juga dapat menerima Roh Kudus. Semangat para murid ini yang oleh paus Fransiskus disebut semangat membawa Injil kepada sesama. Mereka sebagai murid Yesus bersatu dan melakukan perutusan bersama. Ini juga yang menjadi semangat Gereja sepanjang zaman.

Untuk dapat membawa Injil kepada sesama dalam masyarakat kita saat ini, sangat dibutuhkan hasrat yang besar sebagai gembala seperti Yesus sang Gembala yang baik. Paus Fransiskus mengingatkan para imam supaya menjadi ‘gembala berbau domba’. Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini mengungkapkan ciri khas dari seorang gembala yakni pertama, persekutuan dengan diri Yesus sendiri. Yesus adalah pintu masuk untuk berjumpa dengan domba-domba. Orang yang bersekutu dengan Yesus dapat membuatnya menjadi gembala bagi domba-domba milik Yesus. Dengan bersekutu bersama Yesus maka penjaga-penjaga dapat membuka pintu, domba-domba mendengar suaranya dan dia dapat menjadi gembala yang menuntun domba-domba itu. Kedua, gembala selalu berada di depan. Dialah yang menuntun domba-domba ke padang yang berumput hijau. Berada di depan mengandaikan keteladanan yang baik, menjadi pengayom dalam kata dan tindakan. Ketiga, Yesus menjadikan kita sebagai pintu masa kini bagi domba-domba-Nya. Perlu sebuah kesadaran yang mendasar bahwa sebagai Pintu maka barangsiapa masuk melalui Yesus sang Pintu, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.

Kesadaran sebagai gembala yang masuk melalui Yesus, sang Pintu sejati membawa transformasi diri yang sangat penting. Di sini ada sebuah kesadaran yang mendalam tentang panggilan hidup bahwa tidak semua pengalaman yang dilewati itu semuanya pasti baik-baik saja. Panggilan itu membutuhkan pengorbanan diri bahkan penderitaan dan nyawa sebagai tarohan. St. Petrus bersaksi dalam suratnya: “Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.” (1Ptr 2:20). Ketika mengalami penderitaan dalam menjalani panggilan maka perlu ada perasaan optimis seperti yang diungkapkan oleh santo Petrus: “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” (1Ptr 2:21).

Yesus adalah Pintu yang dilewati oleh gembala yang baik dan juga pencuri atau orang jahat yang melewati dan mengganggu kawanan domba-Nya. Ada penderitaan, kesulitan dan tantangan dalam menjalani tugas kegembalaan. Dalam terang pemikiran santo Petrus, Yesus ‘sang Pintu’ sendiri pernah ‘dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.” (1Ptr 2:23-24). Maka sebagai gembala yang berbau domba saat ini, harus betul-betul tahan banting. Prinsip penting bagi para gembala yang berbau domba adalah: “Untuk itulah kamu dipanggil!” Selamat Hari Minggu panggilan, bertekunlah sampai garis akhir dalam panggilanmu.

P. John Laba, SDB