Homili Hari Minggu Paskah Ke-VIIA – 2023

HARI MINGGU PASKAH VIIA
Hari Minggu Komunikasi Sedunia
Kis. 1:12-14
Mzm. 27:1,4,7-8a
1Ptr. 4:13-16
Yoh. 17:1-11a

Mari Berbicara Dengan Hati

Kita memasuki Hari Minggu Paskah ke-VIIA. Hari Minggu Paskah ke-VII dikenal dengan nama lain Hari Minggu Komunikasi sedunia. Pada tahun ini kita merayakan Hari Komunikasi sedunia yang ke-57. Paus Fransiskus memberikan sebuah pesan yang sangat indah dengan tema: ‘Berbicara dengan hati’. Bagi Paus Fransiskus, kita berbicara dengan hati sebab hatilah yang mendorong kita untuk datang, melihat, dan mendengarkan. Hati juga yang menggerakkan kita berkomunikasi secara terbuka dan ramah. Tentu saja perkataan Paus Fransiskus ini sangat tematis mengingat selama tiga tahun tahun terakhir beliau memberi pesan dengan menggunakan kata kerja: ‘datang, melihat, mendengarkan’. Hal konkret adalah ketika kita mampu mendengarkan orang lain dengan hati yang murni, kita juga akan mampu berbicara mengikuti kebenaran dalam kasih (bdk. Ef. 4:15).

Di dalam pesannya, Paus Fransiskus menekankan tentang kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan ramah. Baginya, berkomunikasi dengan ramah berarti siapa pun yang membaca atau mendengarkan kita, dituntun untuk menyambut keterlibatan kita dalam kegembiraan, ketakutan, harapan, dan penderitaan manusia di zaman kita. Mereka yang berbicara seperti ini mencintai orang lain karena mereka memiliki hati dan sungguh menjaga, melindungi, dan tidak melanggar kebebasan. Di samping berkomunikasi dengan ramah, kita juga diingatkan untuk membangun komunikasi dari hati ke hati. Mengapa komunikasi dari hati ke hati? Ini alasannya: “Agar dapat berbicara dengan baik, cukuplah dengan mencintai secara baik”. Perkataan Paus ini terinspirasi oleh soso santo Fransiskus de Sales, Uskup Jenewa.

Pada peringatan 400 tahun wafatnya sang pelindung jurnalis seluruh dunia ini, Paus Fransiskus menulis sebuah Surat Apostolik berjudul Totum Amoris Est yang berarti ‘Segalanya tentang Cinta’. Santo Fransiskus de Sales, adalah Uskup Jenewa pada awal abad ke-17. Beliau merupakan seorang intelektual brilian, penulis hebat, dan teolog besar. Beliau hidup pada masa-masa sulit yang ditandai oleh perselisihan sengit dengan Calvinis. Sikapnya lemah-lembut dan manusiawi, serta memiliki kesabaran untuk berdialog dengan semua orang, terutama dengan mereka yang tidak sependapat dengannya. Inilah yang membuat dirinya menjadi saksi luar biasa akan cinta Tuhan yang berbelas kasih. Sosok Santo Fransiskus de Sales ini sangat inspiratif karena baginya, “di dalam hati dan melalui hati terjadi proses yang intens, hati-hati, dan menyatukan, yang di dalam proses ini kita datang untuk mengenal Tuhan”. Satu contoh konkret adalah melalui “mencintai dengan baik”, beliau berhasil berkomunikasi dengan Martino yang bisu-tuli, dan menjadi temannya. Maka santo yang memiliki kebaikan penuh kasih ini juga dikenang sebagai pelindung bagi penyandang disabilitas dalam berkomunikasi.

Satu hal lagi yang ditekankan Paus Fransiskus adalah komunikasi membersihkan jiwa-jiwa dengan mempromosikan bahasa damai. Bagi paus Fransiskus, berbicara dengan hati saat ini sangat dibutuhkan untuk mempromosikan budaya damai di tempat-tempat di mana ada peperangan yang sedang berkecamuk, serta untuk membuka jalan yang memungkinkan dialog dan rekonsiliasi di mana kebencian dan permusuhan masih merajalela. Dalam konteks ruwetnya konflik global yang sedang kita alami, sangatlah mendesak untuk memelihara komunikasi yang tidak bermusuhan.

Berbicara dengan hati dapat kita temukan dalam komunitas Gereja perdana. Santo Lukas dalam bacaan pertama memberi kesaksian bahwa para murid Yesus, di antaranya Petrus dan Yohanes, Yakobus dan Andreas, Filipus dan Tomas, Bartolomeus dan Matius, Yakobus bin Alfeus, dan Simon orang Zelot dan Yudas bin Yakobus bersama beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus tetap bersekutu. Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama. Persekutuan erat di dalam komunitas para murid Yesus yang menjadi dasar yang kokoh bagi komunitas Gereja perdana tentu saja didasarkan pada komunikasi yang terjalin dari hati ke hati di antara mereka dan juga dengan Tuhan dalam doa.

Santo Petrus dalam bacaan kedua mengingatkan komunitasnya supaya tetap bersukacita dan berbahagia. Petrus berkata: “Bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.” (1Ptr 4:13-14). Komunitas santo Petrus bersukacita dan berbahagia karena mereka mengejawantah pelayanan dan penderitaan yang mereka alami dalam pelayanan mereka. Semua ini karena kasih kepada Kristus.

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus menunjukkan keteladanan dalam berkomunikasi dari hati ke hati dengan Bapa. Yesus adalah sang imam Agung yang berkomunikasi dari hati ke hati dengan Bapa dan saling mempermuliakan satu sama lain. Yesus berkomunikasi dengan Bapa: “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau.” (Yoh 17:1). Tuhan Yesus tidak hanya bersekutu dengan Bapa, Ia juga mendoakan persekutuan dengan kita semua yang percaya kepada-Nya: “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka.” (Yoh 17:9-10).

Pada hari ini kita belajar untuk berkomunikasi dari hati ke hati seperti Yesus sendiri berkomunikasi dengan Bapa dari hati ke hati. Buah dari berbicara dengan hati adalah persekutuan sebagai sesama manusia dan persekutuan kita sebagai manusia dengan Tuhan. Mari kita berbicara dengan hati.

P. John Laba, SDB