Homili 20 November 2023

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXIII
1Mak. 1:10-15,41-43,54-57,62-64
Mzm. 119: 53, 61, 134, 150, 155,158
Luk. 18:35-43

Doa Mentransformasi hidup kita

Emang Kamu Berdoa? Ini adalah sebuah pertanyaan penting dari seorang sahabat kepada saya beberapa saat yang lalu. Tentu saja dia memang mengetahui bahwa saya pasti berdoa namun melalui pertanyaan yang sama ia mau meneguhkan saya untuk tetap tekun berdoa dan supaya doa-doa pribadi saya dan doa bersama di dalam komunitas lebih berkualitas. Banyak kali mungkin saja kita merasa diri sebagai orang yang rajin dan tekun berdoa, tetapi nyatanya kita sebenarnya tidak sedang berdoa. Kita tidak memiliki relasi yang baik dengan Tuhan. Tuhan rasanya begitu jauh karena kita hanya bisa memohon namun lupa bersyukur. Mungkin kita salah berdoa dan hanya mau menunjukkan kesombongan rohani kita. Doa itu menyangkut sebuah relasi, dalam hal ini relasi kita dengan Tuhan yang berdampak pada relasi dengan sesama kita. Ketika berdoa, kita semua mengangkat hati dan pikiran kita tertuju hanya kepada Tuhan. Doa dapat mentransformasi hidup kita menjadi lebih baik lagi dengan Tuhan dan sesama kita.

Saya mengingat Santo Agustinus. Ia pernah berkata tentang doa seperti ini: “Doa adalah sebuah pertemuan kehausan Tuhan dengan kehausan kita.” Ketika berdoa kita menjalin relasi yang intim dengan Tuhan. Pastu ada kerinduan, ada kehausan di pihak Tuhan dengan pihak kita sebagai manusia. Santo Thomas Aquinas mengatakan tentang doa seperti ini: “Ada lima kualitas yang sangat baik yang diperlukan dalam semua doa kita. Sebuah doa haruslah penuh keyakinan, teratur, sesuai, khusyuk, dan rendah hati.” Perhatikanlah semua kualitas ini, apakah ketika sungguh berdoa, dalam arti kita berdoa penuh keyakinan, doa kita teratur, sesuai dengan keadaan kita, doa kita benar-benar khusyuk dan rendah hati? Perkataan Santo Thomas membawa kita kembali ke pertanyaan awal: “Emang Kamu Berdoa?” Santo Agustinus dan santo Thomas Aquinas membantu kita hari ini untuk mengubah cara doa kita di hadirat Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang sangat menarik perhatian kita. Dikisahkan bahwa ketika Yesus dalam perjalanan ke Yerusalem Dia melewati kota Yerikho, Ia pun berjumpa dengan seorang buta tanpa nama. Orang buta itu juga keadaanya miskin sehingga dia hanya duduk di pinggir jalan sambil mengemis. Kita dapat membayangkan betapa menderitanya orang ini. Dia sudah buta juga miskin. Pada saat itu dia sempat mendengar orang-orang berteriak kegirangan untuk menyambut kedatangan Yesus di Yeriko. Ia pasti sudah mendengar Yesus tetapi belum melihat-Nya karena dia seorang buta. Ketika mendengar bahwa Yesus lewat di depannya, ia berteriak dengan suara nyaring: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Ini adalah keyakinan dasarnya bahwa Yesus adalah Anak Daud. Orang buta ini sempat mendapat halangan dari orang-orang lain di sekitarnya namun ia tetap berusaja menyapa Yesus dan memohon supaya Tuhan Yesus menyembuhkannya. Ia berkata: “Tuhan, semoga aku melihat”. Nah, karena imannya kepada Yesus maka, Tuhan Yesus pun menyembuhkannya dari kebutaan fisiknya. Tuhan Yesus berkata: “Melihatlah, imanmu telah menyelamatkan dikau!” Orang ini pun bersukacita sambil memuji Tuhan karena kesembuhan yang dialaminya secara ajaib. Dia berubah dari buta dan miskin menjadi kaya di hadirat Tuhan karena iman dan kasihnya kepada Yesus.

Kisah Injil ini dapatlah menjadi kisah hidup pribadi kita masing-masing di hadapan Tuhan. Kita memang memiliki mata, namun banyak kali kita menjadi buta terhadap diri kita, buta terhadap sesama dan buta terhadap Tuhan. Kita mudah menjadi buta dengan diri kita. Segala kelemahan dan dosa pribadi kita itu dianggap biasa-biasa saja. Soal dosa itu biasa. Inilah kebutaan kita. Kita juga buta terhadap sesama yang Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir dan Difabel. Berapa kali kita mencibir dan menertawakan mereka ini. Kita seperti banyak orang di dalam Injil yang menghalangi sesama untuk bertemu dengan Yesus. Kita menjadi buta dengan Tuhan sendiri. Rasa malas untuk membangun relasi dengan Tuhan dalam doa. Betapa lemahnya kita.

Pada hari ini Tuhan menguatkan kita dan mengingatkan kita akan kuasa doa. Doa dapat mentransformasi hidup kita menjadi kebih baik lagi. Kita berdoa karena kita beriman kepada Tuhan dan iman itu sendiri yang menyelamatkan kita. Baiklah kita berusaha untuk mengubah hidup kita dengan berusaha untuk membuka mata kepada Tuhan sekaligus membuka hati kepada Tuhan dalam doa. Doa menguatkan relasi kita dengan Tuhan.

P. John Laba, SDB