Homili 23 November 2023

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXXIII
1Mak 2:15-29
MT: Mzm. 50:1-2.5-6.14-15
Luk 19:41-44

Dominus Flevit

Kita semua percaya bahwa Yesus Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia. Pertama, Yesus Kristus sungguh Allah. Mengapa demikian? Sebab Dia adalah Anak Allah, Putera Allah. Dia datang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa di Surga. Pekerjaan-pekerjaan Bapa diwujudkan dalam dan karya dan tindakan Yesus. Ia melakukan tanda-tanda heran yang membuat semua orang merasa takjub kepada-Nya. Tuhan Yesus sendiri pernah berkata kepada para murid Yohanes Pembaptis: “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” (Luk 7: 22). Pekerjaan Allah yang terbesar adalah bahwa Ia sendiri wafat dan bangkit dari kematian. Tuhan Yesus mengalahkan maut. Tuhan Yesus juga memiliki kuasa untuk membangkitkan kita dari kematian supaya kita hidup hanya untuk Tuhan. Tuhan Yesus menunjukkan ke-Allahan-Nya dalam kata. Setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah memiliki daya transformatif dalam hidup manusia. Dia bersabda maka semuanya jadi dan terjadi.

Kedua, Yesus Kristus sungguh manusia. Kita memahami Yesus Kristus sungguh Allah dalam konteks Misteri Inkarnasi. Dia adalah Sabda kasih Bapa yang menjadi manusia dan tinggal bersama dengan kita. Dia memiliki orang tua yaitu Maria dan Yusuf. Dia membutuhkan kebutuhan fisik yaitu sandang, pangan dan papan. Dia mudah tergerak hati oleh belas kasihan kepada orang-orang pada zamannya. Hati-Nya masygul, sangat terharu (Yoh 11:33). Dia menangis bukan karena sedih tetapi karena kasih. Dia menangisi Lazarus yang sudah wafat empat hari (Yoh 11:35), Dia menangisi kota Yerusalem (Luk 19:41). Yesus sama dengan kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa.

Pada hari ini kita mendengar kisah Yesus yang luar biasa. Dia perlahan-lahan mendekati dan memasuki kota Yerusalem. Kota Yerusalem (Ibrani: יְרוּשָׁלַיִם, bahasa Arab: القُدس, Ūrusyalīm) berarti kota damai. Kota ini merupakan salah satu kota tertua di dunia. Kota Yerusalem berada di sebuah dataran tinggi di Pegunungan Yudea antara Laut Tengah dan Laut Mati. Kota ini dianggap suci oleh tiga agama monotheis yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Nah, apa yang terjadi saat Yesus melihat kota Yerusalem ini? Penginjil Lukas menceritakan bahwa Tuhan Yesus menangisi kota ini. Sambil menangis, Yesus berkata: “Wahai Yerusalem, alangkah baiknya andaikan pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu” (Luk 19:42). Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa Yerusalem berarti kota damai. Namun yang namanya damai sejahtera itu jauh dari harapan. Tuhan Yesus sebagai Raja damai saja akan mengalami penolakan bahkan mengalami hukuman mati di kayu Salib. Ini yang menjadi alasan pertama Yesus menangisi kota damai ini.

Alasan kedua adalah Tuhan Yesus juga melihat masa depan kota Yerusalem. Tuhan Yesus mengatakan bahwa akan datang waktunya di mana musuh-musuh kota damai akan mengepung dan menghimpit dari berbagai jurusan. Penduduknya akan dibinasakan, temboknya juga akan dirobohkan bahkan tidak ada satu batu pun yang dibiarkan terletak di atas batu yang lain. Semua perkataan Tuhan Yesus tentang masa depan kota Yerusalem ini menjadi nyata, ketika orang-orang Romawi masuk dan menghancurkan kota ini pada tahun 70M.

Memang, sepanjang sejarahnya, kota ini pernah dihancurkan sebanyak dua kali, dikepung sebanyak 23 kali, diserang sebanyak 52 kali, dan direbut serta direbut kembali sebanyak 44 kali. Bagian tertua kota Yerusalem menjadi sebuah tempat permukiman pada milenium ke-4 SM. Pada tahun 1538 dibangun tembok di sekitar Yerusalem dalam pemerintahan Suleiman Al-Qanuni. Saat ini tembok tersebut mengelilingi Kota Lama, yang mana secara tradisi terbagi menjadi empat bagian. Sejak awal abad ke XIX dikenal sebagai Kawasan Armenia, Kristen, Yahudi, dan Muslim. Kota Lama menjadi sebuah Situs Warisan Dunia pada tahun 1981, dan termasuk dalam daftar situs warisan dunia yang dalam bahaya. Kota Yerusalem modern telah berkembang jauh melampaui batas-batas Kota Yerusalem Lama

Kisah Yesus di dalam Injil hari ini memanggil kita untuk membangun semangat pertobatan yang radikal di hadirat Tuhan. Tuhan Yesus menangisi kota Yerusalem karena tidak ada damai sejahtera di kota yang dinamai kota damai. Damai itu titipan Tuhan. Tuhan Yesus berkata: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu, Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang dunia berikan oleh dunia kepadamu.” (Yoh 14:27). Dan di tempat lain Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9). Damai adalah titipan Tuhan maka kita semua terpanggil untuk mengusahakan perdamaian.

Kita juga dipanggil untuk semakin setia kepada Tuhan. Hati kita tertuju kepada Tuhan dalam situasi apa pun. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah yang mengharukan. Ketika orang-orang Yahudi dipaksa untuk meninggalkan ketetapan hukum Taurat, mereka dipaksa untuk menyembah berhala. Matatias dananak-anaknya menjadi sosok teladan untuk tetap memiliki hati yang tertuju kepada Tuhan. Perhatikan perkataan Matatias ini: “Kalaupun segala bangsa di lingkungan wilayah raja mematuhi seri baginda dan masing-masing murtad dari ibadah nenek moyangnya serta menyesuaikan diri dengan perintah-perintah seri baginda, namun aku serta anak-anak dan kaum kerabatku terus hendak hidup menurut perjanjian nenek moyang kami. Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan. Titah raja itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!” (1Mak 2:19-22). Matatias bahkan meninggalkan kota dan mengasingkan dirinya ke gunung bersama anak-anaknya. Hatinya murni dan selalu tertuju kepada Tuhan.

Dominus Flevit. Kata berbahasa Latin ini berarti Tuhan menangi. Dia menangisi Yerusalem. Saya mengingat sebuah gereja Katolik di Bukit Zaitun, di seberang tembok Kota Tua Yerusalem di Israel. Selama pembangunan tempat suci ini, para arkeolog menemukan artefak yang berasal dari periode Kanaan, serta makam dari Bait Suci Kedua dan era Bizantium. Dari sini, ada sebuah jendela di mana kita bisa melihat seluruh kota Yerusalem. Tuhan tidak hanya menangisi Yerusalem. Ia juga menangisi anda dan saya saat ini yang tidak bisa membangun dan membawa damai. Kita yang sesat hati dan pikiran karena penuh dengan berhala-berhala buatan tangan kita sendiri. Betapa rapuhnya diri kita yang selalu membuat Tuhan menangis. Pada hari ini, kita dipanggil untuk menjadi baru. Kita seperti Matatias yang meninggalkan segalanya untuk pergi ke gunung dan bersatu dengan Tuhan.

P. John Laba, SDB