Homili 22 November 2023 – Santa Sesilia

Peringatan Wajib St. Sesilia
2Mak. 7:1,20-31
Mzm. 17:1,5-6,8b,15
Luk. 19:11-28

Menuju ke Yerusalem

Pada hari ini kita mengenang santa Sesilia. Sesilia adalah salah satu martir dari kota Roma yang terkenal. Kisah-kisah yang sudah dikenal tentangnya nampaknya tidak didasarkan pada materi yang otentik. Tidak ada jejak devosi yang diberikan kepadanya pada masa-masa awal di dalam Gereja. Ada sebuah prasasti fragmentaris pada akhir abad keempat merujuk pada sebuah gereja yang diberi nama Sesilia, dan pestanya mulai dirayakan pada sekitar tahun 545M. Menurut legenda, Sesilia adalah seorang wanita muda Kristen dengan status sosial tinggi. Ia bertunangan dengan seorang Romawi bernama Valerianus. Melalui pengaruhnya, Valerianus bertobat dan nantinya menjadi martir bersama saudaranya. Legenda tentang kematian Sesilia mengatakan bahwa setelah ditebas lehernya sebanyak tiga kali dengan pedang, ia masih hidup selama tiga hari, dan meminta paus untuk mengubah rumahnya menjadi gereja.

Sejak zaman Renaisans, Sesilia biasanya dilambangkan dengan sebuah biola atau organ kecil. Sebagai orang Kristen yang baik, Sesilia bernyanyi di dalam hatinya, dan kadang-kadang keluar suaranya. Dia telah menjadi simbol keyakinan Gereja bahwa musik yang baik adalah bagian integral dari liturgi, yang memiliki nilai lebih besar bagi Gereja dari pada seni lainnya. Santa Cecilia adalah Santo Pelindung: Para Musikus dan Koor. Ada da perkataannya yang selalu saya kenang. Pertama, “Jika engkau percaya kepada Allah yang esa dan hidup dan menerima air baptisan, maka engkau akan melihat malaikat.” Kedua, “Jadikanlah hati dan tubuhku murni, agar aku tidak dicemarkan.” Dua perkataan yang super, menggambarkan kepribadian Santa Sesilia.

Teladan kemartiran Santa Sesilia membantu kita untuk sedikit memahami bacaan-bacaan liturgi pada hari ini, terutama pengurbanan diri karena cintanya kepada Kristus. Misalnya, di dalam bacaan Injil kita mendengar kisah Tuhan Yesus yang sedang melakukan perjalanan menuju ke Yerusalem. Dikatakan: “Pada waktu Yesus sudah dekat Yerusalem… setelah mengatakan semuanya itu, Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.” Tuhan Yesus selalu ‘bergerak’ menuju ke Yerusalem. Di sanalah Dia akan mengorbankan diri-Nya, Dia menjadi martir dengan menumpahkan darah-Nya untuk keselamatan kita. Tuhan Yesus membasuh kita dengan darah-Nya untuk menguduskan dan menyelamatkan kita.

Pengalaman kemartiran juga dirasakan oleh tujuh orang bersaudara dan ibunda mereka yang kisahnya kita temukan di dalam bacaan pertama dari Kitab kedua Makabe. Mereka disiksa dengan dicambuk dan rotan karena tidak patuh kepada penguasa Antiokhus Epifanes yang memaksa mereka untuk makan daging babi yang haram. Sang ibu sangat tegar, menyaksikan ketujuh anaknya yang benar-benar beriman dan tidak mau diguncang oleh ancaman Antiokhus Epifanes. Nasihat sang ibunda sungguh luar biasa. Pengurbanan diri sang ibu diceritakan kembali sehingga anak-anak merasakan kasih yang tidak berkahir dari sang ibu. Anak-anaknya tetap memiliki harapan hanya kepada Tuhan yang menyelamatkan mereka.

Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus menceritakan sebuah perumpamaan yang kaya makna. Beberapa saat sebelum sang bangsawan itu pergi, ia memanggil sepuluh orang hambanya dan mempercayakan sepuluh mina kepada mereka. Harapannya adalah sepuluh mina itu nantinya dipakai untuk berdagang hingga saat dia akan kembali. Uang Mina dalam bahasa Yunani, μνα – ‘MNA’ kemungkinan berasal dari kata Latin ‘mina’, mewakili ukuran timbangan Yunani setara dengan 100 ‘DRAKHMÊ’ (setara dengan nilai satu dinar Romawi), seperenam bagian dari satu talenta. Nilainya sangat beragam di berbagai negara. Satu Mina itu setara dengan gajian selama tiga bulan.
Perumpamaan tentang uang mina boleh dikatakan sebagai sebuah perumpamaan tentang Kerajaan Surga, meskipun tidak diperkenalkan dengan frasa yang terkenal, “Kerajaan Surga itu seumpama … ” Perumpamaan ini memang didasarkan pada sejarah yang sungguh-sungguh terjadi. Pada saat itu orang-orang berpikir bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan.

Tuhan Yesus sendiri menceritakan sebuah perumpamaan yang kontekstual, sesuai dengan pengalaman hidup mereka dalam bermasyarakat saat itu. Berdasarkan fakta sejarah, orang Israel pasti mengingat sebuah bencana atas bangsa Yahudi yang tiba-tiba terjadi pada saat perayaan Paskah tahun 4 SM di sekitar bait Allah di Yerusalem. Herodes Agung wafat tidak lama sebelum perayaan Paskah, dan atas kehendaknya dia menetapkan Archelaus untuk menjadi raja. Namun perlu diakui bahwa pemerintahan Archelaus tidak efektif bahkan kaisar sendiri mengakuinya. Sebelum Archelaus pergi ke Roma untuk dimahkotai menjadi raja secara resmi, ia sendiri sebenarnya mangalami gelombang penolakan dari para pegawai dan prajurit, dan juga peristiwa berdarah di sekitar bait Allah. Ada sekitar tiga ribu orang Yahudi dibunuh oleh prajurit-prajurit Archelaus. Setelah itu Archelaus memerintahkan orang-orang Yahudi lainnya untuk pulang ke rumah; mereka meninggalkan peringatan hari Paskah dan pulang rumah masing-masing.

Perumpamaan ini diucapkan Yesus ini berkaitan dengan tenggang waktu sementara di antara kedatangan-Nya yang pertama dan kedua. Seperti Archelaus yang pergi ke Roma tetapi kemudian kembali, demikian juga Anak Manusia akan pergi dan akan datang kembali dalam waktu yang sudah ditentukan Allah. Raja memberi sejumlah mina kepada hamba-hamba-Nya dengan perintah yang jelas supaya dipergunakan di dalam perdagangan. Ketika akhirnya dia menerima tanggung jawab memerintah sebagai gubernur atas empat bagian daerah (etcnarch), dia memanggil hamba-hambanya ke istana untuk meminta perhitungan atas aktivitas mereka. Demikian juga Yesus, sesudah kepergian-Nya dari dunia ke surga, memberkati pengikut-pengikut-Nya dengan karunia-karunia dan mengharapkan mereka bekerja dengan karunia-karunia yang telah diberikan dengan setia dan berhasil pada waktu Dia tidak ada. Ketika saat kembali¬Nya telah tiba, Dia akan memanggil hamba-hamba-Nya untuk datang ke hadapan-Nya untuk menerima kata-kata pujian dan upah atau caci-maki dan hukuman yang berat.

Setiap orang dipercayakan Tuhan ‘uang mina’ dan diharapkan akan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan di saat yang tepat. Tentu saja harapannya adalah uang mina dapat dikembangkan sehingga menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda. Orang pertama yang menerima satu mina, menghailkan sepuluh mina yang baru. Hamba pertama ini mendapat pujian sebagai hamba yang setia dalam perkara kecil dan mendapat kepercayaan untuk memerintah sepuluh kota. Hamba kedua menghasilkan lima mina. Dia juga dianggap sebagai sosok yang setia sehingga mendapat kepercayaan untuk memerintah lima kota. Hamba ketiga datang untuk mengembalikan mina yang dititip tuannya. Ia sendiri memiliki konsep yang salah tentang tuannya. Akibatnya adalah mina yang ada padanya juga diambil dan diberikan kepada orang yang sudah memiliki sepuluh mina.

Pada hari ini mata kita tertuju ke Yerusalem. Santa Sesilia, ketujuh pemuda dan ibunda mereka, dan Tuhan Yesus sendiri merupakan sosok-sosok inspiratif yang menyiapkan kita supaya mengarahkan pandangan ke Yerusalem. Tertulianus mengatakan: “Darah para martir menyuburkan benih-benih iman Kristiani” Darah para martir ini meyuburkan iman dan cinta kita kepada Tuhan. Santa Sesilia, doakanlah kami.

P. John Laba, SDB