Homili Hari Jumat Agung – 2015

Homili Hari Jumat Agung
Yes. 52:13 – 53:12
Mzm. 31:2,6,12-13,15-16,17,25
Ibr. 4:14-16; 5:7-9
Yoh. 18:1-19:42

Ia belajar menjadi taat dan menderita!

Fr. JohnPada pagi hari Jumat Agung ini seorang sahabat menulis sebuah pesan singkat kepadaku berupa kutipan Sabda Tuhan kemarin: “Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu. Inilah Darah-Ku yang ditumpahkan bagimu.” (1Kor 11:24-25). Baginya dua kalimat ini sangat menguatkannya dari semalam hingga hari ini. Ia merenungkan masa lalunya dan menemukan bahwa hidupnya penuh dengan perbuatan dosa dan salah.Ketika semalam mengikuti Ekaristi di Gereja, Ia percaya bahwa Tuhan berbicara kepadanya. Ia menyadari betapa Tuhan sangat mengasihiNya karena meskipun berdosa tetapi Tuhan tetap mau memberi diri kepadanya. Pagi ini, hari Jumat Agung, dia sadar diri dan mendekati sakramen tobat. Ia merasa legah karena masih dikasihi Tuhan.

Tuhan mengasihi orang berdosa maka Ia rela berkorban demi menyelamatkan manusia. Sikap rela berkorban ini digambarkan dalam dunia Perjanjian Lama dengan figur Hamba Tuhan yang menderita. Nabi Yesaya menggambarkan semangat rela berkorban dari sang hamba Tuhan: “Banyak orang akan tertegun melihat dia – begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi – demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami.” (Yes 52:14-15). Siapa di antara kita yang berani menyerahkan dirinya seperti Hamba Tuhan? Dia mengalami penganiayaan dan penderitaan bukan seperti anak manusia lagi. Semuanya ini dilakukannya karena taat kepada Tuhan.

Hamba Tuhan Yang menderita juga menunjukkan kekhasan yang lain: “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.” (Yes 53:3-4). Berbagai penderitaan, hinaan serta penganiayaan datang bertubu-tubi. Ia menerima semuanya dan tidak memberontak.

Figur hamba Tuhan ini luar biasa. Ia menderita sebagai abdi Tuhan Allah. Satu hal yang tersembunyi dalam penderitaannya adalah perasaan optimis bahwa Tuhan tetap memihaknya. Pada akhirnya ia melihat terang dan puas (Yes 53:11). Ia juga diakui Tuhan sebagai hamba yang benar karena menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontaknya.

Gambaran hambaTuhan yang menderita ini sempurna dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Penulis surat kepada umat Ibrani melihat dalam diri Yesus Anak Allah sebuah aspek yang luhur yaitu Ia taat kepada Bapa sehingga rela menerima segala penderitaan. Dialah Imam Agung kita yang turut merasakan kelemahan kita! Ia sama dengan kita kecuali dalam hal dosa. Hal yang menakjubkan dari Tuhan Yesus adalah: “Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.” (Ibr 5:8-9).

Pada hari Jumat Agung ini kita memasuki Triduum Paskah. Tuhan Yesus menderita sengsara hingga wafat di kayu Salib. Dalam kisah sengsara-Nya kita menyadari dan percaya bahwa Ia memanggul Salib dan akan menang terhadap salib-Nya melalui kebangkitan mulia. Tetapi ada juga tiga hal penting yang Yesus lewati dalam kisah sengsara-Nya: Ia meninggalkan orang- orang kesayanganNya yakni Bunda Maria dan para rasul, Ia mengampuni para algojo dan mempercayakan diri-Nya secara total kepada Bapa.

Bunda Maria mengikuti perjalanan salib Yesus Puteranya hingga berada di bawah kaki salib. Di situlah Tuhan Yesus Puteranya menyerahkan Yohanes, mewakili Gereja sebagai anaknya dan Yohanes menerima Maria sebagai ibunya. Dalam iman kita percaya sedang bersama Bunda Maria di bawah kaki salib . Kita memadang Dia yang tersalib bersama Bunda dan merasakan keselamatan yang datang dari pada-Nya. Tuhan Yesus juga mengampuni segala dosa dan salah yang diperbuat oleh manusia dan para algoju. Ia memohon pengampunan kepada Bapa karena mereka tidak tahu apa yang sedang mereka perbuat. Tugas perutusan Yesus menjadi lengkap ketika meyerahkan segalanya kepada Bapa dengan berkata: “Sudah Selesai” (Yoh 19:30). Pada akhirnya sebagai Anak Allah, Ia ditikam dan dari lambung kudus-Nya keluar darah dan air sebagai sakramen yang menguduskan umat manusia.

Tuhan Yesus, terima kasih atas penderitaan-Mu bagi kami semua. Engkaulah Anak Allah yang belajar menjadi taat, sampai wafat di kayu salib bagi kami. Semoga kami juga taat kepada kehendak Bapa di Surga.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply