Renungan 17 Januari 2012

St. Antonius Abas

1Sam 16:1-13; Mzm 89: 20.21-22.27-28; Luk 2: 23-28  

Tuhan memilih…   
Raja Saul ditolak karena tidak mendengar dan memperhatikan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Tentu saja Samuel bersedih.Tetapi Tuhan mengingatkan Samuel untuk tidak tenggelam dalam kesedihan melainkan pergi dan pengurapi Raja baru pilihan Tuhan. Samuel takut dengan mantan raja Saul tetapi tetapi Tuhan memberanikannya dengan dalil mempersembahkan sesajian kepada Tuhan. Samuel bertemu dengan keluarga Isai, dan melihat siapa puteranya yang dapat dipilih menjadi raja. Ternyata Tuhan tidak memilih berdasarkan besarnya fisik. Tuhan justru memilih berdasarkan kehendakNya. Daud adalah si bungsu, penggembala, wajahnya elok dan menyukakan Tuhan. Tuhan memilih manusia sesuai keinginan ilahiNya bukan berdasarkan penglihatan manusia.   
Kriteria dan cara pandang manusia seharusnya serasi dengan cara pandang Tuhan karena manusia diciptakan sewajah dengan Tuhan. Namun kesombongan manusia membuatnya berbeda dengan Tuhan. Semua aturan dan adat istiadat agama Yahudi memang dibuat untuk membantu umat Allah serasi atau sepadan dengan Tuhan. Tetapi aspek manusiawi yang dangkal lebih menguasainya. Ini adalah kesombongan rohani yang sebetulnya bertententangan dengan kehendak Tuhan. Misalnya soal berpuasa. ini hal yang baik tetapi terlampau menekankan aspek lahiria puasa sampai melupakan nilai rohaninya. Hari Sabat juga atuaran yang baik untuk menguduskan hari Tuhan tetapi terlampau mengobservasi sampai nilai rohaninya menjadi dangkal. Tuhan justru menjadi nomor dua sementara aturan hari Sabat menjadi nomor satu. Bukankah Anak manusia adalah Tuan atas hari Sabat?   
Manusia di hadirat Tuhan memiliki keluhuran martabat. Ia bernilai di hadirat Tuhan melampaui penampilan lahirianya. Itu sebabnya pilihan Tuhan selalu memilih pribadi-pribadi yang tidak terkenal menjadi terkenal. Abel, Yusuf anak Yakub, Raja Daud, Bunda Maria, adalah contoh orang-orang kecil yang tidak terkenal menjadi terkenal selamanya. Untuk itu jangan pernah merendahkan sesama di hadirat Tuhan. Mereka ciptaan yang mulia.   Sifat superfisial atau dangkal sering menjadi topeng manusia kalau berhubungan dengan hal-hal rohani. Kadang mengutamakan aturan ini atau itu demi nama baik manusia. Tuhanlah yang punya kuasa menyelamatkan manusia bukan aturan dan adat istiadat. Maka hendaknya aturan di dalam agama, tata liturgi membawa orang kepada kekudusan bukan keharuman nama manusia. 

 PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply