Homili Hari Minggu Biasa XII/C

Hari Minggu Biasa XII/C
 Zak 12:10-11;13:1

Mzm 63: 2abcd.2e-4.5-6.8-9

 Gal 3:26-29

 Luk 9:18-24

 

Mengikuti Mesias Yang Menderita

 

Pada suatu kesempatan saya ingin mengurus SIM A dan C saya di kepolisian. Saya mengikuti proses seperti biasa dengan mengantre untuk mengambil formulir dan selanjutnya masuk ke ruangan tertentu sesuai proses yang ada. Saya melihat begitu banyak orang yang berkeringat karena kepanasan, menunggu dengan wajah penuh kelelahan. Saya juga merasa bahwa saya juga sedang mengalami pengalaman yang sama dengan mereka. Tiba-tiba seorang polisi bernama pak Made melihat saya. Ia datang kepada saya untuk menyalami lalu masuk ke sebuah ruangan. Ia menyuruh seorang polisi yang lebih muda datang dan memanggil saya ke ruangannya. Pak Made memberikan formulir untuk mengisi dan melengkapi semua persyaratan yang diminta. Beberapa saat kemudian saya dipanggil untuk foto dan mengambil SIM A dan C. Saya kembali ke rumah dengan sukacita. Namun ketika mengingat kembali wajah-wajah penuh kelelahan, saya merasa malu karena saya memperoleh kemudahan sedangkan mereka yang lain mungkin juga hari itu belum tentu langsung mendapat SIM seperti saya. Kemudahan itu datang karena orang melihat saya sebagai pastor.


Setiap orang memiliki pengalaman-pengalaman tertentu. Ada yang mengalami kemudahan di tengah kesulitan, ada yang mengalami kesulitan di tengah kemudahan. Pengalaman-pengalaman seperti ini sangat mendidik bagi setiap murid Kristus. Yesus pernah mengatakan kepada para muridNya: “Lihatlah, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat 10:16). Artinya sebagai murid-muridNya tentu akan mendapat banyak pengalaman yang menyakitkan, penolakan dan aneka penderitaan lainnya. Tetapi Yesus menuntut supaya para muridNya tabah di dalam kehidupannya. Kita mengikuti Kristus yang menderita, wafat dan bangkit. Ketiga hal ini turut mewarnai perjalanan hidup kita.
 
Penginjil Lukas hari ini mengisahkan bahwa Yesus sedang berdoa. Pada saat itu para muridNya datang kepadaNya. Ia bertanya kepada mereka tentang jati diriNya: “Kata orang banyak siapakah Aku ini?” Mereka menjawab: “Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, ada yang mengatakan Elia atau nabi lain yang sudah meninggal dan bangkit”. Yesus mengubah pertanyaan yang lebih khusus: “Tetapi menurut kamu siapakah Aku ini?” Hanya Petrus yang dapat menjawab pertanyaan ini: “Engkaulah Mesias dari Allah”. Kita melihat bagaimana para murid yang setiap hari ada bersama Yesus belum sepenuhnya mengenal pribadi Yesus. Ketika mereka ditanya Yesus perihal “Apa kata orang lain” mereka mudah menjawabnya, tetapi ketikan Ia bertanya, “Menurut kamu sendiri siapakah Aku ini” maka para murid mengalami kesulitan untuk menjawabNya. Petrus sendiri mendapat rahmat khusus untuk menjawab pertanyaan Yesus.
 
Ternyata jawaban Petrus bahwa Yesus adalah Mesias dari Allah belumlah sempurna. Para murid hanya sampai pada bayangan Yesus sebagai Mesias tetapi Mesias seperti siapa itu belum mereka pikirkan. Yesus bahkan melarang mereka untuk mengatakan kepada khalayak ramai bahwa Dialah Mesias karena para murid belum mengerti semuanya ini. Mereka belum menerima Roh Kudus sehingga belum memahami isi Kitab Suci tentang Yesus. Mereka juga tidak harus bersenang-senang karena mengenal Yesus sebagai Mesias. Mengapa? Karena ternyata Yesus adalah Mesias yang menderita. Ia berkata: “Anak manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua,oleh para imam kepala dan para ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga”.  Pada akhirnya Yesus mengajak mereka untuk menjadi bagian dari diriNya sebagai Mesias yang menderita. Para murid harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikutiNya. Karena menurut Yesus, barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya ia akan kehilangan nyawanya tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Yesus maka ia akan menyelamatkannya.

Yesus adalah Mesias yang menderita. Salib adalah Tahkta kemuliaanNya. St. Rosa da Lima pernah berkata: “Untuk mencapai surga, tidak ada tangga lain yang bisa di lalui kecuali Salib”. Pertanyaan yang lebih mendalam adalah mengapa harus salib bukan yang lain. Inilah Misteri kasih Allah di dalam diri PuteraNya. St. Bernardus dari Clairvaux pernah berkata, “Bukan kematian yang menggembirakan Allah Bapa tetapi terlebih karena Kristus dengan bebas memilih kematian yang melalui kematianNya, Ia menghapus kematian, memungkinkan terjadinya keselamatan, dan mengembalikan kekudusan, yang menang atas setan dan kekuasaannya, merampas kematian dan memperkaya surga, yang memulihkan perdamaian di surga dan di bumi dan menyatukan segala sesuatu.” Kematian di Salib adalah pilihan bebas dari Yesus sebagai wujud ketaatannya kepada Bapa.

Mengapa kita sebagai pengikut Yesus harus memikul salib? Kita memang tidak mencari penderitaan. Tetapi ketika penderitaan itu datang dan menjadi bagian di dalam kehidupan kita maka kita pun menerimanya dan bersatu dengan Kristus yang menderita. Dalam iman kita juga menerima penderitaan kita dengan penderitaan sesama.Dengan demikian penderitaan umat manusia disatukan dengan kasih penebusan Kristus. St. Sirilus dari Yerusalem berkata: “Tuhan merentangkan tanganNya di kayu salib agar menjangkau dan memeluk hingga sudut terjauh alam semesta”. Beata Theresa dari Kalkuta berkata: “Ketika kita melihat pada kayu salib, kita memahami keagungan kasihNya. Ketika kita melihat palunganNya, kita memahami kelembutan kasihNya bagimu dan bagiku, bagi keluargamu dan segenap keluarga”.
 

Menjadi murid Yesus Kristus berarti mau menjadi bagian dari Yesus sebagai Mesias yang menderita. Yesus megalami penderitaan sebagaimana Ia sendiri sudah menggambarkannya di dalam Injil berupa penolakan, penganiayaan, kematian dan kebangkitanNya. Ini tentu hal-hal yang menakutkan kita secara manusiawi karena kita juga dituntut untuk menjadi serupa denganNya di dalam hidup setiap hari. Gambaran Mesias yang menderita sudah dinubuatkan di dalam Kitab Perjanjian Lama. Zakharia dalam bacaan pertama melukiskankan Yerusalem yang mengalami perkabungan. Dalam suasana perkabungan itu Tuhan berjanji untuk mencurahkan roh kasih dan roh permohonan atas keluarga Daud dan seluruh penduduk Yerusalem.

Mereka juga akan memadang kepada dia yang telah mereka tikam. Lukisan Zakaria ini kalau kita baca dalam kacamata kristiani, maka kita berjumpa dengan Yesus Kristus yang menderita terutama hati Yesus yang Mahakudus. Ia ditikam karena dosa-dosa kita.

 

 
Paulus dalam bacaan kedua mengajak kita untuk mewujudkan panggilan kita sebagai Murid Kristus karena sakramen Pembaptisan yang sudah kita terima. Paulus berkata, “Saudara-saudara, kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman dalam Yesus Kristus.” Sakramen pembaptisan menjadi tanda yang tepat bagi kita untuk bersatu dengan Kristus. Oleh karena Pembaptisan, tidak ada lagi perbendaan-perbedaan di antara kita berdasarkan suku, ras, jenis kelamin. Di dalam Yesus semua orang menjadi saudara.
 

Sabda Tuhan pada hari ini sangat meneguhkan kita semua. Kita tidak hanya bangga sebagai pengikut Kristus tetapi  kebanggaan kita akan menjadi sempurna ketika kita mau menyerupai Dia. Dia adalah Mesias yang menderita bagi kita maka kita pun hendaknya mengikuti ajakanNya untuk menyangkal diri, memikul salib kehidupan kita. Apakah kita berani memikul salib dan membuat sesama bahagia di dalam hidupnya?

 

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bahagia dalam menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Engkau. Amen.

 

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply