Renungan 30 Agustus 2013

Hari Jumat, Pekan Biasa XXI

1Tes 4:1-8

Mzm 97:1.2b.5-6.10.11-12

Mat 25:1-13

Allah Menghendaki Kekudusanmu

Pada suatu kesempatan saya mengunjungi sebuah komunitas biara. Saya diantar untuk melihat semua tempat di dalam komunitas tersebut. Di depan kapel biara terdapat sebuah bingkai dengan lukisan yang bagus dan ada tulisan “Siate perfetti, come è perfetto il Padre vostro che è nei cieli”(Hendaklah kalian sempurna sama seperti Bapamu di Surga sempurna adanya Mt 5, 48). Sambil memandang tulisan dalam bingkai itu, saya disampaikan bahwa ruangan yang akan kita masuki adalah ruang menuju kesempurnaan. Saya dapat merasakan keheningan dan perjumpaan dengan Tuhan di tempat itu. Ketika kembali ke rumah saya ingat kembali kata-kata Yesus di atas bukit Sabda Bahagia: “Menjadi sempurna, menjadi kudus seperti Bapa di Surga”. Santo Dominikus Savio, ketika berjumpa dengan Don  Bosco, ia menunjukkan minatnya kepada kesalehan yang total dan kekudusan. Ia berkata kepada Don Bosco, “Bapa, saya adalah gaun dan anda adalah penjahitnya. Silahkan menjahit sebuah gaun yang indah bagi Tuhan”. Ia mempercayakan dirinya kepada Tuhan melalui bimbingan Don Bosco. Ia pun menjadi orang kudus muda, usianya hanya 14 tahun. Kekudusan atau kesempurnaan rahmat yang berlimpah dan rencana Tuhan bagi setiap pribadi.


St. Paulus mengatakan: “Sebab di dalam Yesus, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Ef 1:4). Tuhan memiliki rencana istimewa supaya kita menjadi kudus. Yahwe sendiri berfirman kepada umat Israel: “Hendaklah kamu menjadi orang-orang Kudus bagiKu” (Kel 22:31; Im 20:26). Sebagai pengikut Kristus, kita semua dikuduskan pada hari pembaptisan. Kita dijadikan serupa dengan Kristus karena kita telah mati karena dosa dan dibangkitkan dalam Kristus sehingga memperoleh kemuliaan sebagai Anak Allah yang kudus. Tuhan yang kita imani menghendaki kekudusan kita, karena Dia kudus adanya.


Pada hari ini kita mendengar wejangan lanjutan St. Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Paulus menghendaki agar jemaat di Tesalonika sebagai sebuah gereja muda dapat mencerminkan kekudusan Allah. Demi Tuhan Yesus, Paulus dan rekan-rekannya meminta supaya apa yang sudah mereka dengar lewat pewartaannya dapat membuat mereka hidup berkenan pada Tuhan Allah lebih tekun, bersungguh-sungguh. Bagi Paulus, Tuhan menghendaki kekudusan mereka. Apa yang harus mereka lakukan supaya menjadi orang kudus? Jemaat di Tesalonika di harapkan untuk menghindari dosa-dosa seperti percabulan yang marak dalam masyarakat saat itu. Mereka di harapkan untuk setia dalam perkawinan (hidup dengan istrinya sendiri) dalam suasana kekudusan dan kehormatan bukan dengan hawa nafsu. Paulus juga menekankan bahwa Allah memanggil kita bukan untuk melakukan hal yang cemar melainkan untuk melakukan apa yang kudus. Barangsiapa menolak wejangan ini, bukanlah menolak manusia melainkan menolak Allah yang telah memberikan Roh KudusNya.

Wejangan Paulus ini mengantar kita pada satu hal yang penting dalam Gereja yakni kekudusan sebuah keluarga. Pria dan wanita telah meninggalkan keluarga masing-masing sehingga menjadi satu daging maka apa yang telah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan manusia. Bagaimana mewujudkan kekudusan di dalam keluarga? Suami dan istri harus menujukkan kesetiaan dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit tetap mengasihi selamanya. Saling mengasihi dilengkapi oleh sikap saling menghormati satu sama lain, bukan dikuasai oleh hawa nafsu. Ada seorang sahabat yang pernah bertanya kepada saya, apakah suami dan istri dapat menghayati kemurnian hidupnya. saya mengatakan ya mereka harus menghayati kemurnian hidup sebagai suami dan istri. Dalam arti mereka mengungkapkan cinta kasih mereka bukan kerena nafsu tetapi karena cinta kasih dan saling menghormati. Dampaknya sangat besar, terutama dalam pendidikan anak-anak. Anak-anak bisa menghargai sesama lain kalau mereka juga belajar dari orang tua yang saling menghargai.

Usaha mewujudkan kasih dan sayang di dalam keluarga menjadikan para suami dan istri berjalan dalam kekudusan. Di dalam bacaan Injil kita mendengar perumpamaan Yesus tentang Kerajaan Sorga. Ada sepuluh gadis terpilih untuk menyongsong pengantin. Di antara mereka ada lima gadis bijaksana dan lima yang lain gadis bodoh. Gadis bijaksana membawa pelita dan minyak dalam buli-buli sedangkan gadis yang bodoh hanya membawa pelitanya. Mereka menunggu pengantin hingga tengah malam dan tertidur, tiba-tiba pengantinnya datang. Gadis-gadis bijaksana siap menyongsong pengantin, gadis-gadis bodoh harus pergi membeli minyak dan lambat masuk ke dalam ruang perjamuan. Mereka ditolak masuk ke dalam ruangan dengan perkataan dari tuan pesta: “Aku tidak mengenal kalian!” Pada akhir perikop Injil kita, Yesus berkata: “Berjaga-jagalah sebab kalian tidak tahu hari mau pun saatnya”

Saat untuk berjalan dalam kekudusan adalah saat istimewa. Orang harus menunjukkan satu sikap “berjaga-jaga” atau bersiap siaga untuk menyambut kedatangan pengantin yang tidak lain adalah Tuhan Yesus sendiri. Untuk masuk ke dalam kekudusan bukan hanya sebatas diundang saja tetapi orang harus mengikuti kehendak Bapa di Surga, setia kepada ajaran-ajaran Yesus, terutama pelayanan-pelayanan kasih kepada orang-orang yang sangat membutuhkan. Orang harus punya komitmen yang jelas untuk mewujudkan kehendak Tuhan Bapa di Surga di dalam hidupnya. Contoh yang diberikan Yesus tentang para gadis ini menggambarkan bagaimana orang harus berusaha untuk mewujudkan komitmen mereka sebagai pengikut Kristus sehingga dapat memperoleh kehidupan kekal (kekudusan).

Perumpamaan yang bersifat eskatologis ini berisikan simbol-simbol penting untuk kita pahami. Kerajaan Sorga itu sebuah sukacita seperti pesta pernikahan. Semua orang diundang tetapi harus menunjukkan jawaban dengan komitmen tertentu. Kalau tidak memiliki komitmen maka tuan pesta akan mengatakan tidak mengenal, meskipun selalu memanggil “Tuan-tuan bukakan pintu”. Pengantin adalah Yesus sendiri sebagai hakim yang datang untuk mengadili orang hidup dan mati. Kita menanti kedatanganNya dan Dia sendiri mengakui diriNya sebagai mempelai (Mat 9:15). Gadis-gadis itu adalah simbol para murid Yesus. Di antara mereka ada yang setia ada juga yang tidak setia dalam mengikuti Yesus. Minyak adalah simbol pekerjaan-pekerjaan baik atau karya amal kasih yang dapat dilakukan para murid sambil menanti kedatangan Tuhan. Perbedaan gadis bodoh dan gadis bijaksana hanya mau mengatakan kepada kita bagaimana sikap hidup umat kristiani untuk menyambut kedatangan Tuhan pada akhir zaman. Ada yang menanti dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik, ada yang lalai melakukan perbuatan baik.

Sabda Tuhan hari ini mengarahkan kita untuk menerima dan menjalani hidup harian kita dalam kasih. Kita mewujudkan cinta kasih dalam panggilan hidup kita masing-masing, karena semua ini adalah rencana dan kehendak Tuhan bagi setia pribadi. Perbuatan kasih itu hendaknya menjadi nyata di dalam hidup setiap hari. Itulah minyak dalam buli-buli, perbuatan kasih di dalam hidup kita. Kita belajar dari Tuhan Yesus yang mengajar kita berbuat kasih kepada sesama. Dengan demikian kita juga mencapai kekudusan karena mampu mengasihi Tuhan dan sesama.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menjadi murid-muird yang bijaksana dalam menanti kedatanganMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply