Jangan hanya merindukan Perubahan
Adalah Harold Macmillan. Perdana Mentri dari Partai Konservatif di Inggris ini bertugas pada tahun 1957-1963. Ketika berkunjung ke Afrika Selatan, beliau memberi sebuah pidato yang tidak akan dilupakan oleh dunia berjudul Wind of Change atau Angin Perubahan. Pidato itu diucapkannya pada tanggal 3 Februari 1960 di Cape Town setelah sebulan ia mengelilingi negara-negara di Afrika yang pernah dijajah oleh Inggris. Ia mengatakan: “The wind of change is blowing through this continent. Whether we like it or not, this growth of national consciousness is a political fact”. Perkataannya ini membuka wawasan masyarakat terjajah di Afrika untuk bersemangat menerima kemerdekaan atau menjadi negara merdeka. Dampaknya adalah pada tahun 1960 negara-negara di Afrika yang dijajah Inggris mengalami kemerdekaan. Di mana-mana ia selalu mengulangi sambutan dengan perkataan yang sama saat ini adalah “wind of change”.
The Scorpions, sebuah kelompok music terkenal, pernah mempopulerkan sebuah lagu berjudul “Wind of Change” pada tahun 1991. Ini lirik yang inspiratif: “I follow the Moskva, down to Gorky Park, listening to the wind of change. An August summer night, soldiers passing by, listening to the wind of change”. Lagu ini benar-benar menjadi inspirator bagi banyak hati manusia untuk berubah dari musuh menjadi saudara. Tentu saja angin perubahan pasti mengarah kepada hal yang baik untuk kebaikan bersama (bonum commune). Dunia sudah mencatat, tidak ada lagi Jerman Barat dan Timur, perang dingin juga berlalu.
Angin perubahan selalu menjadi dambaan banyak orang. Banyak orang punya ide bagaimana bisa mengubah dunia ini. Dalam konteks Indonesia, banyak orang pintar di nusantara ini mengemukakan ide bagaimana mengubah negara Indonesia tercinta ini supaya tidak masuk lebih dalam lagi sebagai negara terkorup di dunia. Tentu saja yang dikehendaki adalah sebuah dunia, sebuah negara yang aman, damai laksana sebuah keluarga, semua orang merasa sebagai saudara. Memang kita tidak bisa menutup mata dengan situasi yang nyata dalam masyarakat kita. Banyak kecaman ditujukan kepada para pemerintah karena hanya melihat kerakusan dan korupsi di jabatan-jabatan tertinggi negara ini.
Banyak orang menjadi sangat marah atas berbagai tindakan ketidakadilan social dalam masyarakat dan mungkin berpikir: “Andaikan saja saya yang berkuasa, segalanya akan berbeda”. Pertanyaan kita adalah apakah benar ada yang akan berbeda? Pada titik ini banyak orang lupa bahwa perubahan itu pertama-tama berasal dari diri kita bukan dari orang lain. Jika kita ingin mengubah dunia maka kitalah yang harus pertama-tama berubah, diri kita yang harus berubah lebih dahulu. Marcus Aurelius pernah berkata: “Jika anda merasa tertekan oleh sesuatu yang ada di luar, penderitaan itu bukan disebabkan oleh tekanan itu sendiri, tetapi oleh anggapan anda tentang tekanan itu, dna setiap saat anda mampu menyingkirkan anggapan itu”.
Dalam pengalaman sebagai seorang imam dan biarawan, banyak konfrater muda dan tua menghendaki pembaharuan tertentu di dalam biara. Masalahnya adalah orang yang menghendaki perubahan itu tidak mau berubah terlebih dahulu. Bagaimana anda mau mengubah orang lain, kalau anda tidak berdoa, berdisiplin di dalam hidup religious dan benar-benar mengikuti Yesus Kristus dari dekat? Ketika mereka tidak puas dan keluar dari biara, biasanya yang dituding bersalah adalah yang masih ada di dalam biara. Pribadi-pribadi seperti ini belum mengenal dirinya dengan baik.
Ada seorang Rabbi Yahudi yang tinggal di Eropa dalam waktu yang lama. Pada suatu hari ia menemukan seorang pria Yahudi melanggar hukum Taurat karena bekerja pada haru Sabtu, namun alih-alih menegur pria itu, rabbi itu memutuskan untuk menilai dirinya sendiri: “Ada apa denganku? Apa yang menyebabkan aku menegur seseorang yang bekerja pada hari Sabat?”
Rekan-rekan Pria Katolik, banyak kali kita lebih mudah menilai orang lain dan mengharapkan perubahan yang sifatnya external. Kita keliru! Perubahan itu pertama-tama berasal dari diri kita seperti yang dipikirkan oleh sang rabi di atas. Selama ini banyak di antara kita yang memikirkan diri sebagai pribadi yang terpisah dari dunia di sekitar, dan menuding sesama sebagai pribadi yang tidak sempurna. Mari kita berubah dari dalam sehingga orang lain bisa berubah dalam hidupnya.
Yesus Kristus memberi inspirasi bagi kita hari ini untuk mengubah hidup. Ketika Ia berjumpa dengan kaum pendosa, Ia menyapa mereka apa adanya dan sapaan-sapaan itu memenangkan hati mereka sehingga mereka dapat berubah. Contoh, Zakheus (Luk 9:1-10). Ketika Yesus sudah berada di rumah Zakheus, Ia tidak mengatakan apa-apa tentang masa lalu Zakheus tetapi Zakheus mau bertobat. Kehadiran penuh kasih dapat mengubah hidup orang lain. Sikap Yesus ini patut kita ikuti dengan berbuat baik kepada sesama. Tentu ini mengandaikan perubahan radikal di dalam diri kita.
PJSDB