Homili 15 januari 2014

Hari Rabu, Pekan Biasa I

1Sam: 3:1-10,19-20;

Mzm: 40:2,5,7-8a,8b-9,10;

Mrk: 1:29-39

 

Tuhan Memanggil Dalam Keheningan

P. John SDBKetika mengikuti sebuah rekoleksi bersama para imam, biarawan dan biarawati, Romo pendamping rekoleksi meminta kami untuk menulis ingatan kami tentang saat pertama merasakan panggilan Tuhan. Setelah semua jawaban terkumpul ia membuat laporan singkat dengan mengatakan bahwa sebagian besar bahkan hampir semua peserta rekoleksi merasakan panggilan Tuhan pertama kali bukan pada saat sedang berdoa di dalam Gereja melainkan pada saat sedang bekerja di tempat kerjanya masing-masing. Saya setuju dengan laporan singkat itu karena saya sendiri sudah lupa kapan untuk pertama kalinya saya tergila-gila mau menjadi pastor. Saya ingat ada seorang guru di SD melihat nilai-nilai saya bagus dan ia mengatakan, “Anda bisa menjadi pastor”. Mungkin guru SD yang pernah mencoba masuk seminari masih mengingat prestasi akademik para seminaris sehingga ia mengatakan hal itu kepada saya. Saya sendiri baru mengerti “nubuatnya” ini pada saat saya sudah menjadi pastor. Oh betapa indahnya rencana dan panggilan Tuhan bagiku!

Kalau kita membaca Kitab Suci banyak figur dipanggil oleh Tuhan untuk tugas-tugas istimewa bukan pada saat mereka sedang berdoa di Sinagoga melainkan di dalam hidupnya yang nyata. Abraham dipanggil dan diutus bukan pada saat ia sedang berdoa tetapi saat dia berada di tempatnya di Ur, Kasdim bersama dengan ternaknya.  Musa dipanggil untuk menjadi pembebas bagi umat Israel ketika sedang menggembalakan ternak Yitro mertuanya di padang gurun (Kel 3: 1-22). Yesus memanggil para muridNya bukan pada saat mereka sedang berdoa di Sinagoga melainkan dalam situasi hidup mereka yang nyata yakni sebagai nelayan dan pemungut cukai (Mrk 1: 16-20; 2:13-17). Kepada para nelayan Galilea, Ia mau menjadikan mereka sebagai Penjala Manusia. Tuhan memiliki waktu istimewa untuk memangil orang yang dikehendakiNya. Dalam keheningan Ia memanggil manusia dengan namanya sendiri dan mempercayakan misi tertentu.

Pada hari ini kita mendengar kisah panggilan Samuel. Nama Samuel berarti “Aku telah meminta dari Tuhan” Nama ini diberikan oleh ibundanya Hana dan dipertegas oleh Eliakim ayahnya. Hana sendiri sudah bernazar kepada Tuhan supaya anak yang Tuhan berikan kepadanya di usia senja itu akan diberikan kembali kepadaNya. Maka terjadilah sesuai nazarnya, Hana mempersembahkan Samuel kepada Tuhan. Ia tinggal bersama imam Eli di dalam rumah Tuhan di mana di dalamnya juga terdapat Tabut Perjanjian. Pada suatu malam yang sunyi Samuel dipanggil dengan namanya sendiri. Ia bingung dan berpikir bahwa imam Eli yang memanggilnya tetapi imam Eli tidak memangilnya. Sampai tiga kali nama Samuel dipanggil dan imam Eli baru menyadari bahwa Tuhanlah yang memanggil Samuel. Imam Eli perlahan mengerti dan menyadarkan Samuel: “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah ya Tuhan, hambamu mendengar”. (1Sam 3: 9). Untuk keempat kalinya Samuel mendengar namanya dipanggil maka ia pun menyahut: “Berbicaralah, sebab hambaMu ini mendengar” (1Sam 3:10). Samuel pun makin besar dan Tuhan menyertai dia dan tidak ada satu pun dari firmanNya itu yang dibiarkanNya gugur. Samuel menjadi nabi Tuhan.

Kisah Samuel ini menarik perhatian kita pada beberapa hal ini. Pertama, Tuhan berbicara dalam keheningan bathin manusia. Samuel sedang tidur dan saat itu juga  Tuhan mendekati dan memanggilnya. Sayang sekali karena pada saat itu Samuel belum mengenal Tuhan maka ia merasa bingung. Namun Tuhan yang empunya rencana yang indah sehingga berhasil membuka pikiran Samuel untuk  mengenal dan mengasihiNya. Tuhan selalu berbicara dari hati ke hati dengan umatNya. Kedua, Imam Eli adalah tanda kehadiran Allah di tengah umatNya. Ia membuat discernment panggilan diri bagi Samuel sehingga Samuel menjawab dengan tepat, tanpa  ada keraguan. Ketiga, Samuel membutuhkan orang yang sudah mengalami Allah seperti imam Eli supaya ia dapat bertumbuh sebagai nabi atau utusan Tuhan. Imam Eli berperan sebagai mediator sekaligus pembimbing rohani bagi Samuel.

Saya sudah menyinggung pada awal homili ini bahwa Tuhan memanggil orang dalam situasi hidupnya yang nyata. Para imam, biarawan dan biarawati juga dipanggil dalam hidupnya yang nyata untuk mengabdi Tuhan dan sesama. Tentu saja panggilan mereka akan sempurna melalui proses pembinaan yang panjang di tangan formator yang berbeda-beda. Samuel membutuhkan imam Eli untuk membuat discernment panggilan kenabiannya. Para seminaris, bruder dan suster adalah para formandi yang membutuhkan para formator untuk membentuk diri dan karakter serta panggilan mereka. Tanpa bantuan orang yang sudah mengalami sendiri panggilan itu maka rasanya akan sulit bagi para formandi.

Yesus dalam bacaan Injil menyembuhkan ibu mertua Petrus dan sebagai bukti kasihnya kepada Yesus, ia merasa sembuh dan siap untuk melayani. Banyak orang juga datang kepada Yesus untuk disembuhkan. Bagi kita semua yang mendengar Injil dan kisah Samuel juga merasakan hal yang sama. Tuhan punya rencana indah bagi kita masing-masing dan menjadikan kita sebagai pelayanNya. Ia memanggil kita dalam keheningan hidup.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menjadi pendidik bagi kaum muda supaya mereka dapat mengenal Engkau sebagai Tuhan dan Allah kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply