Homili 16 Januari 2014

Hari Kamis, Pekan Biasa I

1Sam 4:1-11

Mzm 44:10-11.14-15.24-25

Mrk 1:40-45

 

Ketika Tuhan Ditinggalkan

 

P. John SDBAda seorang bapa yang membagi pengalaman hidupnya dalam sebuah acara pendalaman iman di lingkungan. Ia mengatakan bahwa selama bertahun-tahun ia mengembangkan usaha keluarganya namun selalu merasa gagal. Beberapa kali ia dibohongi orang sehingga mengalami kerugian besar. Keuntungan yang diperoleh juga terbatas, kadang minus. Pada suatu kesempatan ia duduk bersama istrinya untuk mendiskusikan penyebab gagalnya usaha keluarga. Setelah cukup lama berdiskusi akhirnya mereka sepakat bahwa ternyata selama bertahun-tahun mereka bekerja dengan kekuatan mereka sendiri. Sebagai orang beriman, mereka tidak pernah melibatkan Tuhan di dalam usaha mereka. Akhirnya mereka mengundang seorang Romo untuk memberkati usaha mereka dan mereka juga semakin bersikap sosial dengan membantu orang-orang yang sangat membutuhkan. Sejak saat itu, Tuhan benar-benar membuka jalan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi mereka. Di dekat pintu masuk ke kantornya terdapat bingkai dengan sebuah tulisan dalam bahasa Latin: “Sine Me nihil potestis facere” (Yoh 15:5).

Ini adalah sebuah sharing iman yang sederhana dan sangat bermakna. Kita sering lupa akan Tuhan dan semua anugerahNya. Kita terlampau mengandalkan diri karena kita berpikir dapat melakukan segala-galanya. Padahal sebenarnya kita telah keliru dengan cara hidup seperti ini di hadirat Tuhan. Melupakan Tuhan dan tidak mengandalkanNya di dalam hidup adalah sebuah kekurangan yang fatal. Bukankah hidup kita berasal dari Tuhan? Bukankah Dia yang mengatur seluruh hidup kita? Saya ingat rasa syukur si penderita Ayub yang berkata kepada Tuhan: “Hidup dan kasih setia Kaukaruniakan kepadaku, dan pemeliharaanMu menjaga nyawaku” (Ayb 10:12). Sang Pemazmur berdoa: “Sebab Engkau telah meluputkan aku dari maut, bahkan menjaga kakiku, sehingga tidak tersandung; maka aku boleh berjalan di hadapan Allah dalam cahaya kehidupan” (Mzm 56:14).

Pada hari ini kita mendengar kisah menarik di dalam Kitab Samuel. Orang-orang Israel merasa bahwa Allah hadir di tengah-tengah mereka. Tabut Perjanjian adalah tanda yang kelihatan dan ditempatkan di rumah Tuhan di Silo dan dijaga oleh Imam Eli yang saat itu sudah berusia 98 tahun. Sayang sekali karena kedua anaknya yakni Hofni dan Pinehas adalah orang-orang dursila karena mereka tidak mengindahkan Tuhan (1Sam 2:12). Mereka bersikap tamak terhadap kurban bakaran. Persembahan untuk Tuhan dimakan dengan rakusnya oleh mereka. Mereka juga merasa seolah-olah Tabut Perjanjian adalah benda magic. Padahal Tuhan tidak menghendakinya dan kini Tuhan memberi pelajarab berharga kepada mereka.

Apa yang dilakukan Tuhan? Pada waktu itu terjadi perang antara orang Israel dan orang Filistin. Orang Israel berkemah di dekat Eben-Haezer sedangkan orang Filistin di Afek. Dalam pertempuran pertama orang Israel dikalahkan dan terdapat 4000 korban tewas. Dengan banyaknya korban yang berjatuhan, mereka lalu mengadili Tuhan karena merasa Tuhan tidak berpihak kepada mereka. Mereka menganggap bahwa Tabut Perjanjian itu sebuah magic. Mereka mengangkatnya dan meletakkan di tengah kemah dan berharap bahwa Tabut Perjanjian itu akan melindungi mereka. Kehadiran Tabut Perjanjian itu memang menggetarkan bumi sekaligus menghancurkan Israel. Orang-orang Filistin bertempur lagi dengan orang Israel. Ada 30.000 korban dari pihak Israel termasuk dua anak dursila dari Imam Eli. Tabut Perjanjian dirampas kaum Filistin, imam Eli pun meninggal dunia.

Kisah ini menunjukkan bagaimana manusia menjadi sombong di hadirat Tuhan dan terlampau mengandalkan dirinya. Manusia lupa diri bahwa hidupnya diatur oleh Tuhan sang Pencipta. Ketika orang menjadi sombong, bersikap dursila maka mereka mudah meninggalkan Tuhan. Perikop ini mengajak kita untuk bersikap setia kepada Tuhan. Fidelity to God! Tuhan yang empunya kuasa atas seluruh hidup kita. Yesus sendiri mengatakan: “Sine Me nihil potestis facere”, terlepas dari Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Apakah anda setia kepada Tuhan dalam untung dan malang?

Dalam bacaan Injil kita mendengar Tuhan Yesus menyembuhkan seorang yang sakit kusta. Orang kusta itu berani meminta kepada Yesus untuk disembuhkan. Yesus menyembuhkan orang kusta itu karena belaskasih yang mendalam dariNya. Orang kusta ini tidak mengandalkan dirinya sendiri, ia justru mengandalkan Tuhan di dalam hidupnya. Hasilnya adalah ia mengalami ksembuhan total. Tuhan menunjukkan belas kasihNya yang berlimpah, manusia menjawabnya dengan doa  tanpa henti. Ketika mengalami penderitaan dan kemalangan, apakah kita masih berharap kepada Tuhan atau kita melupakan Tuhan?

Doa: Tuhan Yesus, sembuhkanlah kami karena sering kami lupa akan segala kebaikanMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply