Hari Minggu Biasa II/A
Yes 49:3.5-6
Mzm 40: 2+4ab.7-8a.8b-9.10
1Kor 1:1-3
Yoh 1:29-34
Dipanggil Menjadi Orang Kudus
Setiap kali merayakan misa arwah atau peringatan arwah, saya selalu meminta kepada keluarga yang berduka untuk memberi kesaksian tentang kebersamaan dengan orang yang meninggal dunia. Kepada seorang anak yang baru berusia 10 tahun, saya menanyakan pengalaman kebersamaan dan yang mengesankan dengan ayahnya. Ia menjawab: “Ayah saya adalah orang yang sangat baik. Setiap hari ia selalu memanggil nama saya, ia bersama dengan saya dan mengajar saya bermain guitar”. Kesaksian anak ini boleh dibilang sangat sederhana tetapi saya melihat bagaimana ayahnya memiliki komitmen untuk menjadi ayah yang baik baginya. Ada beberapa hal yang menunjukkan kualitas seorang ayah yang baik: selalu punya waktu dan kesempatan untuk hadir bersama dalam diri anaknya, ia menghargai jati diri anaknya sehingga memanggil anak dengan nama yang ia berikan. Ayahnya menjadi seorang pendidik bukan hanya dalam hal rohani, moral tetapi juga hal yang praktis seperti bermain guitar dan bernyanyi bersama. Kadang-kadang hal-hal ini terlupakan dalam keluarga karena orang tua berdalil lelah dan sibuk. Saya mengatakan kepada umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi saat itu bahwa dengan menjalankan tugas sebaik-baiknya, dengan melakukan pekerjaan yang biasa menjadi luar biasa maka orang itu dapat menjadi kudus. Bekerja adalah salah satu jalan kekudusan kita.
Pengalaman sederhana seorang anak dengan ayahnya ini membuka wawasan kita bahwa dengan melakukan tugas dengan baik kita juga dapat menjadi kudus. Pernah terjadi Raja Henry III dari Bavaria mengunjungi sebuah biara. Setelah berbincang-bincang dengan Abbas di dalam biara itu, ia mengatakan keinginannya untuk menjadi seorang biarawan. Sang Abbas bernama Richard terkejut dan mengatakan kepadanya bahwa selama ia menjadi seorang raja, ia memerintah dan orang lain menjadi bawahan harus taat kepadanya. Sekarang kalau ia masuk biara maka ia harus belajar untuk menjadi taat. Raja Hendry III mengatakan kesanggupannya tetapi sang Abbas mengatakannya: “Pergilah ke istana, tinggalah di sana dan setiap hari layanilah dengan sukacita”. Raja Henry III kembali dan dengan sukacita ia melayani Tuhan. Ia takut akan Allah dan menjadi seorang raja yang kudus. Kekudusan tidak harus membuat orang masuk di dalam biara. Menjadi seorang ayah yang baik, ibu yang baik, pekerja yang tekun bisa membuat bersatu dengan Tuhan yang baik adanya.
Dua contoh ini mengantar kita untuk mengerti setiap rencana Tuhan Allah bagi kita masing-masing. Ia memanggil kita untuk menjadi kudus. St. Paulus dalam bacaan kedua kepada jemaat di Korintus menegaskan tentang panggilan menjadi kudus berdasarkan pengalaman hidupnya yang konkret. Paulus menyadari bahwa ia menjadi rasul Yesus Kristus karena kehendak Allah. Oleh karena itu dia mentaati dan menyanggupinya. Ia mengharapkan agar semua jemaat di Korintus merasakan anugerah yakni sebuah panggilan untuk menjadi kudus. Demikian juga semua orang lain yang berseru kepada nama Yesus Kristus juga akan menjadi kudus. Kasih karunia, dan damai sejahtera dari Tuhan Allah Tritunggal tetap menyertai semua orang percaya kepadaNya. Bersyukurlah senantiasa karena kita semua dipanggil untuk menjadi kudus.
Nabi Yesaya dalam bacaan pertama membagi pengalaman imannya tentang panggilannya menjadi kudus. Tuhan bernubuat kepadanya: “Engkau adalah hambaKu, Israel dan olehmu Aku akan menyatakan keagunganKu” Bagi Yesaya, hal ini sudah dikatakan Tuhan sejak Tuhan membentuknya di dalam rahim ibunya untuk menjadi hamba Tuhan. Tugasnya adalah mengumpulkan anak-anak Yakub yang tercerai berai menjadi satu kembali. Tuhan juga berjanji untuk menjadikan Yesaya terang bagi bangsa-bangsa, supaya keselamatan yang dari Tuhan sampai ke ujung bumi. Di sini kita melihat keluhuran rencana Tuhan bagi Yesaya. Ia dipanggil untuk menjadi kudus sejak masih di dalam rahim ibunya supaya menjadi terang bagi bangsa-bangsa. Kekudusan diwujudkan dalam melayani Tuhan dan sesama.
Yohanes di dalam bacaan Injil hari ini mengarahkan para muridnya untuk menjadi kudus dengan cara mengikuti Yesus dari dekat dan tinggal bersamaNya. Apa yang dilakukan Yohanes Pembaptis? Ia menunjukkan Yesus kepada para muridanya: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.” Yesus adalah Anak Domba Allah karena Dialah satu-satunya yang mengorbankan diri untuk keselamatan kita. Dia laksana domba yang menjadi hewan kurban di dalam dunia perjanjian lama. Pengorbanan diriNya hingga wafat di atas kayu salib menjadi tanda kasih yang besar bagi manusia. Ia menguduskan manusia dengan darahNya yang mulia. Yohanes juga menunjuk Yesus yang penuh dengan Roh Kudus sebagai Anak Allah. Ini adalah kesaksian yang agung, yang mendorong setiap orang yang dibabtis untuk semakin percaya dan mengasihiNya.
Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk memahami panggilan untuk menjadi kudus. Panggilan istimewa ini adalah bagian dari rencana Tuhan bagi setiap orang. Sebelum dunia dijadikan Tuhan sudah punya rencana supaya setiap pribadi hidup kudus dan tak bercacat di hadiratNya (Ef 1:4). Ketika dibaptis kita dikuduskan, kita menjadi anak-anak Tuhan Allah. Dia sangat mengasihi kita sehingga Ia rela mengutus PuteraNya yang tunggal sebagai satu-satunya penebus kita. Dialah Anak Domba tak bercela yang wafat di kayu salib untuk kita. Kita selalu mengenangnya setiap kali merayakan Ekaristi bersama. Sungguh, Dialah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia, dosa kita semua sehingga kita juga menjadi kudus.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau menguduskan kami melalui darahMu yang mulia. Engkaulah Anak Domba Allah yang menghapus dosa kami. Amen
PJSDB