Homili 16 Juni 2014

Hari Senin, Pekan Biasa XI

1Raj. 21:1-16

Mzm. 5:2-3,5-6,7

Mat. 5:38-42

Akar segala kejahatan itu…

Fr. JohnSetelah mendengar debat capres semalam, seorang sahabat menulis pesan singkat ini: “Akar segala kejahatan ialah cinta akan uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” (1Tim 6:10). Saya membacanya beberapa kali dan bertanya dalam hati makna firman Tuhan ini dalam hubungannya dengan debat capres tentang ekonomi, entah itu ekonomi kerakyatan ala Prabowo atau pun ekonomi berdikari ala Jokowi. Kemudian pikiran saya menuju kepada perkataan orang dengan “uud” alias ujung-ujungnya duit.

Katekismus Gereja Katolik (KGK) menyebutkan adanya tujuh dosa pokok yaitu kesombongan, ketamakan, kedengkian, kemurkaan, percabulan, kerakusan, kelambanan, atau kejemuan. (KGK, 1866). Ketujuh dosa pokok ini diperlawakan dengan tujuh kebajikan pokok yakni Kesombongan dengan kerendahan hati; ketamakan dengan kemurahan hati; iri hati atau dengki dengan kasih; kemarahan dengan kebaikan; nafsu dengan pengendalian diri, kerakusan dengan kesederhanaan atau ke- bersahaja-an, kemalasan dengan kerajinan.

Pada hari ini kita mendengar kisah tentang seorang petani anggur bernama Nabot dan raja Israel bernama Ahab. Nabot orang Yizreel ini memiliki kebun anggur yang letaknya dekat dengan istana raja Ahab di Samaria. Karena menginginkannya maka Ahab meminta kepada Nabot untuk menyerahkan kebun anggurnya kepada Ahab supaya diolah menjadi kebun sayuran. Permintaan Ahab ini ditolak mentah-mentah oleh Nabot karena merupakan warisan nenek moyangya. Penolakan Nabot ini yang membuat Ahab kecewa. Ia berbaring di tempat tidurnya, kepalanya menghadap ke tembok dan tidak makan dan minum. Istrinya Izebel menghibur suaminya Ahab dan merancang rencana busuk. Rencana busuk ini demi sikap egois dan tamak suaminya. Ahab melakukan dosa pokok ketamakan dan kerakusan.

Inilah rencana busuk Izebel: ia menulis surat atas nama Ahab, memeteraikannya dengan meterai raja, lalu mengirim surat itu kepada tua-tua dan pemuka-pemuka yang diam sekota dengan Nabot. Isi surat itu adalah: “Maklumkanlah puasa dan suruhlah Nabot duduk paling depan di antara rakyat. Suruh jugalah dua orang dursila duduk menghadapinya, dan mereka harus naik saksi terhadap dia, dengan mengatakan: Engkau telah mengutuk Allah dan raja. Sesudah itu bawalah dia ke luar dan lemparilah dia dengan batu sampai mati.” (1Raj 21:9-10). Nabot yang tidak bersalah itu akhirnya tewas di tangan orang-orang yang bersaksi dusta demi sikap egois raja Ahab di Samaria. Dia membunuh dan mengambil harta orang miskin. Perbuatan jahat ini mirip perbuatan tercela raja Daud yang menyuruh membunuh Uria agar ia bisa mendapatkan istrinya Betsabea (2Sam 12). Nabi Elia menemui Ahab untuk megoreksinya sama seperti nabi Natan yang datang dan memarahi Daud karena perbuatan tak terpujinya.

Kisah pembunuhan Nabot oleh orang-orang yang bersaksi dusta demi ketamakan raja Ahab ini masih terjadi pada zaman ini. Di mana-mana masih terjadi penyimpangan tertentu untuk keperluan “atasan”. Bahkan lebih ekstrim ketika orang kecil menjadi korban demi kekuasaan penguasa. Padahal para pemerintah itu dipanggil untuk melayani bukan untuk memeras rakyat kecil. Dalam konteks Indonesia, menjelang pemilihan presiden ini kita perlu melihat figurnya, bukan hanya cashing tetapi juga sejarah masa lalunya. Memang orang bisa berubah tetapi yang namanya kejahatan itu selalu datang kapan saja. Semoga tidak ada Ahab di negeri ini karena kerakusan atau nafsu untuk memperkaya diri.

Dalam bacaan Injil kita mendengar lanjutan pengajaran Yesus tentang Sabda Bahagia. Yesus sudah bersabda “Berbahagialah orang yang murah hatinya karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat 5:7). Orang yang murah hati akan terbuka untuk menerima sesama apa adanya. Kalau jaman dulu orang berprinsip mata ganti mata dan gigi ganti gigi tetapi Yesus membaharui aturan ini dengan berkata: “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Demikian juga kalau orang mengingini bajumu, berilah juga jubahmu. Kalau orang menyuruhmu berjalan satu mill, berjalanlah dua mill. (Mat 5:39-41). Pada akhirnya Yesus berkata: “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.” (Mat 5: 5:42).

Fokus kita adalah pada perkataan Yesus supaya jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Yesus sendiri memberi conto dan teladan kepada kita untuk selalu berbuat baik dan menghindari perbuatan jahat. Di atas kayu salib Ia berkata: “Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34). Membalas dendam itu tidak kristiani. namun teruslah kita sadari bahwa dunia ini banyak dikuasai kejahatan hanya bisa diredam dengan cinta kasih yang berasal dari Tuhan. Hati manusia yang egois dan tamak akan diubah menjadi hati penuh cinta. Mari kita membuka diri dan menerima semua orang apa adanya, sebagaimana dilakukan sendiri oleh Yesus. Memang ada dosa sebagai akar segala kejahatan namun rahmat Tuhan selalu baru bagi kita. Kita pun dipanggil untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Maka hendaknya kita selalu berbuat baik kepada siapa saja.

Doa, Tuhan bantulah kami untuk mengasihi sebagaimana Engkau sendiri mengasihi kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply