Homili 17 Juni 2014

Hari Selasa, Pekan Biasa XI

Raj 21:17-29

Mzm 51: 3-4.5-6a. 11.16

Mat 5: 43-48

Orang Sabar Itu Orang Kudus!

Fr. JohnBeberapa hari yang lalu saya merayakan misa arwah bagi seorang bapa. Dalam homili saya meminta salah seorang anak untuk memberi kesaksian kebersamaan dengan ayahnya. Ia mengatakan bahwa dari semua hal yang baik dari ayahnya, ia merasa yakin bahwa ayahnya itu orang yang sabar. Ia sabar dengan ibundanya, ia sabar dengan kedua anak dan orang-orang di sekitarnya. Dan memang kelihatan kebaikan dan kesabaran bapa yang meninggal dunia itu. Orang-orang yang datang mengikuti misa pemberkatan jenazah itu berasal dari semua golongan. Ada yang berjilbab, ada orang sederhana dan orang-orang yang kaya. Perayaan misa malam itu berlangsung meriah karena semua orang dari berbagai kalangan merasa kehilangan seorang figur yang sabar dan menerima semua orang apa adanya.

Bacaan-bacaan liturgi kita pada hari ini mengantar kita untuk memiliki fokus pada usaha bagaimana menjadi pribadi yang sabar seperti Tuhan. Di dalam bacaan pertama kita mendengar kelanjutan kisah tentang Raja Ahab dan konsekuensi dari perbuatan dosanya. Sebenarnya dosa yang ditanggung Ahab karena membunuh Nabot sang pemilik kebun anggur bukan ditanggung sendiri tetapi bersama aktor intelektualnya yakni istrinya bernama Izebel. Izebel berhasil membuat surat palsu dan pengaduan bahwa Nabot sudah melawan raja dan Tuhan sehingga patut dihukum mati dengan rajaman itu. Mungkin Izebel dan Ahab berpikir bahwa perkaranya selesai. Ternyata ketika perkara ini diangkat lagi ke permukaan oleh Tuhan sendiri maka hukuman demi hukuman pun akan diberikan kepada Ahab dan keluarganya.

Apa yang dilakukan Tuhan bagi raja Ahab? Tuhan mengutus Elia orang Tisbe dengan satu pesan untuk segera pergi menemui raja Ahab yang barusan membunuh Nabot dan merebut tanah pusakannya. Pesan Tuhan yang harus di sampaikan Elia kepada Ahab adalah: “Engkau telah membunuh serta merampas juga! Katakan pula kepadanya: Beginilah firman Tuhan: Di tempat anjing telah menjilat darah Nabot, di situ jugalah anjing akan menjilat darahmu.” (1Raj 21: 19). Elia pun pergi mendapatkan Ahab. Ahab sendiri mengaku memusuhi Elia. Elia artinya Tuhanku adalah Allah maka sebagai pembawa pesan Tuhan, ia pun berani menantang raja Ahab yang menyebutnya sebagai musuh.

Inilah perkataan Elia kepada Ahab: “Memang sekarang aku mendapat engkau, karena engkau sudah memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Sesungguhnya, Aku akan mendatangkan malapetaka kepadamu, Aku akan menyapu engkau dan melenyapkan setiap orang laki-laki dari keluarga Ahab, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya di Israel. Dan Aku akan memperlakukan keluargamu sama seperti keluarga Yerobeam bin Nebat dan seperti keluarga Baesa bin Ahia, oleh karena engkau menimbulkan sakit hati-Ku, dan oleh karena engkau mengakibatkan orang Israel berbuat dosa. Juga mengenai Izebel Tuhan telah berfirman: Anjing akan memakan Izebel di tembok luar Yizreel. Siapa dari keluarga Ahab yang mati di kota akan dimakan anjing dan yang mati di padang akan dimakan burung di udara.” (1Raj 21: 20-24).

Dosa Ahab adalah mengikuti nasihat istrinya. Istrinya bertindak sebagai aktor intelektual. Dialah yang merancang kejahatan tanpa sepengetahuan Ahab. Namun sangat disesalkan karena orang tertentu yang mendapat surat Izebel ini percaya dan mau mengksekusinya dengan melempari dengan batu sampai tewas. Dosa-dosa Ahab juga dibeberkan Tuhan melalui Elia: memperbudak dirinya sehingga melakukan dosa berat dan mengikuti berhala-berhala asing. Setelah mendengar perkataan Tuhan melalui Elia maka Ahab pun bereaksi secara positif di depan Tuhan: ia mengoyakkan pakaiannya, mengenakan kain kabung, dan berjalan dengan langkah lamban (1Raj 21:27). Ini adalah tanda bahwa Ahab sadar dan harus rendah hati di hadirat Tuhan.

Apa intervensi dari Tuhan bagi Ahab? Tuhan ternyata masih memiliki belas kasih dan kesabaran terhadap Ahab yang jahat. Dia sudah menyebut kata tobat maka tergeraklah hati Tuhan penuh belas kasih seperti ini: “Oleh karena ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, maka Aku tidak akan mendatangkan malapetaka dalam zamannya; barulah dalam zaman anaknya Aku akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya.” (1Raj 21:29).

Kisah raja Ahab ini menunjukkan bahwa ia sadar diri dan mau bertobat di hadirat Tuhan. Oleh karena itu Tuhan mengutus Elia untuk menyiapkannya secara rohani. Pertobatan yang radikal itu penting dan harus di hadirat Tuhan. Ahab bertobat dan Tuhan tidak mendatangkan murkaNya. Tuhan menunjukkan diri sebagai pribadi yang sabar. Dia sudah tahu dosanya Ahab dan Ahab merasakan pengampunan Tuhan. Dengan kesabaran, orang mampu menguasai diri dan menjadi sempurna seperti Bapa di surga sempurna adanya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk memahami jati diri Allah sebagai kasih. Cinta kasih Tuhan itu tanpa ada batasnya. Allah adalah kasih karena Ia telah menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (Mat 5:45). Setiap pribadi diharapkan untuk berjuang setiap hari supaya menjadi seperti Bapa di Surga.

Apa yang patut kita lihat dan ikuti dari sifat Bapa yang kudus dan sempurna di surga? Pertama, kita belajar dari Bapa yang mengasihi dan mengampuni tanpa batas. Mereka yang menjadi musuh dikasihi, mereka yang menganiaya didoakan. Tuhan Yesus sudah melakukannya selama hidupNya. Kedua, Tuhan mengasihi semua orang apa adanya. Ia menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Ketiga, cinta kasih dari Tuhan itu universal maka hendaknya kita juga melakukannya dalam hidup setiap hari. Keempat, Cinta kasih Tuhan menjadikan kita semua sebagai saudara.

Kita bersyukur kepada Tuhan karena melalui SabdaNya kita selalu diingatkan untuk menjadi pribadi yang mampu mengasihi dan bersabar di dalam hidup. Dengan jalan mengasihi dan sabar maka kita akan menyerupai Bapa di Surga yang sempurna dan kudus adanya. Kekudusan Tuhan bisa terpancar di dalam hidup kita melalui kasih sejati yang kita lakukan, pelayanan-pelayanan setiap hari kepada semua orang tanpa pamrih, kesabaran di dalam hidup terutama pada saat-saat yang sulit, yang membuat kita terluka. Cinta kasih sejati itu butuh pengorbanan diri yang besar supaya sesama bisa bahagia hidupnya.

Doa: Tuhan anugerahkanlah kasih dan kesabaran di dalam hati kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply