Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus
Ul 8: 2-3.14b-16a
Mzm 147:12-13.14-15.19-20
1Kor 10:16-17
Yoh 6:51-58
Ekaristi Mempersatukan Kita
Pada hari ini Gereja Katolik merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Bacaan-bacaan Liturgi pada perayaan ini menfokuskan perhatian kita kepada Tuhan Yesus Kristus Penyelamat kita. Ia telah membaktikan Tubuh dan DarahNya untuk keselamatan kita. Pada malam perjamuan terakhir, Ia mengingatkan kita untuk selalu mengenangNya ketika merayakan Perjamuan Ekaristi. Kata Ekaristi berasal dari kata berbahasa Yunani Eucharestia yang berarti Syukur. Ekaristi merupakan kenangan saat Yesus Kristus memberikan Tubuh dan DarahNya, diriNya sendiri untuk kita sehingga dalam kasih kita juga akan menyerahkan diri kepadaNya dan bersatu dengan Dia dalam Komuni Kudus. Kita membentuk Tubuh Mistik Kristus.
Kita memulai perayaan syukur Tubuh dan Darah Kristus dengan kutipan antifon pembuka dari Mazmur 81:17 yang berbunyi: “Ia telah memberi gandum yang terbaik. Ia telah mengenyangkan mereka dengan madu dari gunung batu.” Antifon ini membuka pikiran kita supaya menyadari bahwa setiap kali merayakan Ekaristi, kita semua menyantap Tubuh Kristus dalam rupa Hosti Kudus dari gandum murni. Biji gandum yang sudah jatuh ke tanah dan mati sehingga akan menghasilkan banyak buah (Yoh 12:24). Tuhan juga mengenyangkan dengan madu dari gunung batu. Madu yang manis dari gunung batu yang kuat melambangkan sukacita yang besar karena penebusan yang berlimpah dari Tuhan sang Gunung Batu dan benteng hidup kita.
Kesadaran bahwa Tuhan memberi gandum yang terbaik dan madu yang lezat dan mengenyangkan hidup merupakan ingatan bangsa Israel akan kebaikan Tuhan di masa lampau, ketika Tuhan mengenyangkan umat pilihanNya dengan Manna di Padang gurun. Ketika Umat Israel sudah beradai di Padang Gurun seberang Sungai Yordan, Musa mengingatkan umat Israel akan pengalamann kasih yang tidak berkesudahan dari Tuhan bagi mereka. Selama lebih kurang empat puluh tahun, Tuhan menunjukkan kasih setiaNya kepada mereka dengan berkat dan perlindungan. Sebenarnya maksud Tuhan adalah: “Merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.” Ul 8:2). Perkataan Musa ini tetap memiliki pengaruh di dalam hidup kita. Artinya semua peristiwa dalam hidup setiap hari mau menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki kerendahan hati kita dan ketaatan kita akan perintah-perintahNya.
Ketaatan kepada kehendak Tuhan menjadi sempurna ketika kita terbuka pada SabdaNya. Ia telah mencobai umatNya untuk mengetahui seberapa besar mereka rendah hati di hadirat Tuhan. Ia memberikan rasa lapar dan menurunkan manna sebagai makanan bagi mereka sekaligus menyadarkan mereka bahawa manusia itu hidup bukan dari roti saja, melainkan dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah. Tuhan juga yang menganugerahkan air yang jernih dari dalam batu untuk menghidupkan mereka.
Bacaan pertama menegaskan kepada kita semua ketergantungan penuh, kepasrahan hidup kepada Allah. Ia menciptakan segala sesuatu untuk kita, tetapi kesadaran untuk bersyukur dari pihak kita masih kurang. Kita justru lebih banyak menuntut supaya Tuhan memberi kepada kita. Di samping ketergantungan kepada Tuhan, Tuhan juga menghendaki agar kita terbuka dan menerimanya secara terus menerus. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1389 dan 1417) menegaskan: “Gereja mengharuskan warganya untuk berpartisipasi dalam perayaan Sakramen Ekaristis Kudus setiap Minggu, dan pada hari-hari suci yang diwajibkan serta menganjurkan juga pada hari-hari lainnya.“
Dua hal yang penting dalam bacaan pertama ini adalah manusia hidup bukan dari roti saja tetapi juga dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Yesus Kristus adalah Firman yang menjelma menjadi manusia dalam peristiwa Inkarnasi. Manusia bisa hidup kalau sungguh-sungguh bersatu dengan Kristus, Sabda Hidup. Yesus juga merupakan sabda Hidup. Di dalam bacaan Injil Yohanes, dengan tegas Yesus berkata: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh 6:51). Nenek moyang bangsa Israel sudah makan manna di padang gurun dan mereka sudah mati. Sekarang Yesus adalah Roti hidup yang memberi hidup kekal kepada semua orang.
Ketika Yesus mengatakan bahwa Roti adalah daging TubuhNya sendiri diberikanNya untuk kehidupan dunia dan anggur adalah DarahNya sendiri maka menimbulkan kesulitan pemahaman orang-orang Yahudi pada zamanNya. Mereka menunjukkan ketidakpercayaan mereka kepada Yesus yang mengatakan “makan dagingKu dan minum darahKu”. Mereka merasa secara harafiah bahwa mereka bukanlah canibal atau pemakan daging manusia.
Yesus mempertegas lagi perkataanNya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yoh 6:53-56).
Apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkan hidup sebagai pribadi yang menyantap Tubuh dan Darah Kristus? St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan bahwa karena roti itu hanya satu maka kita ini sekali pun banyak, merupakan satu tubuh. Ekaristi sebagai tanda untuk mempersatukan setiap pribadi karena merasakan sapaan Tuhan yang sama dalam Sabda dan kekuatan Ekaristi ketika menerima Tubuh dan DarahNya. singkat kata, kita menerima Tubuh dan Darah Kristus berarti kita mengabsorbsikan diri kita di dalam diri Kristus sendiri. Katekismus Gereja Katolik menegaskan: “Komuni Kudus mempererat kesatuan kita dengan Kristus dan GerejaNya.” (KGK, 1391-1392).
Saya mengakhiri homili ini dengan mengingatkan pemikiran para kudus tentang Ekaristi. St. Ignatius dari Antiokhia berkata: “Dalam Ekaristi, kita “memecah-mecahkan satu roti yang memberi obat keabadian, penawar racun kematian, dan makanan yang membuat kita hidup selamanya dalam Yesus Kristus.” Maka tepat juga perkataan St. Thomas Aquinas: “Efek sesunggunya dari Ekaristi adalah perubahan dari manusia menjadi Allah.” Maka “Tidak menyambut komuni itu seperti orang yang sekarat kehausan di tepi mata air.” (St. Yohanes Maria Vianney).
Doa: Tuhan, terima kasih atas Tubuh dan DarahMu sebagai santapan Roh Kudus bagi kami. Amen
PJSDB