Homili 23 Juni 2014

Hari Senin, Pekan Biasa XII
2Raj 17:5-8.13-15a
Mzm 60: 3.4-5.12-13
Mat 7:1-5

Berbaliklah kamu dari jalan-jalanmu yang jahat!

Fr. JohnPada saat ini saya sedang mengikuti Retret tahunan. Tadi setelah sarapan pagi saya berjalan sambil melihat ikon-ikon yang dipajang di dinding rumah retret ini. Saya menemukan sebuah ikon yang sangat bagus dengan tulisan “Berbaliklah kamu dari jalan-jalanmu yang jahat”. Saya merasa bahwa kalimat ini sangat inspiratif bagiku selama satu pekan retret tahunan ini supaya berbalik kepada Tuhan (bermetanoia). Kata-kata ini sekaligus memotivasi saya untuk mengubah cara hidup saya yang lama supaya menjadi lebih serupa lagi dengan Yesus Kristus yang sedang saya ikuti dari dekat. Saya lalu teringat pada seorang sahabat yang sering mengaku dosa dan bertukar pikiran dengan saya. Beberapa kali setelah mengaku dosa, ia selalu mengatakan bahwa ia memiliki banyak dosa. Semakin sering ia mengaku dosa, ia merasa dosanya masih banyak dan tidak habis-habis. Saya senang mendengar sharingnya dan hanya mengatakan kepadanya bahwa Tuhan Allah kita itu baik. Ia panjang sabar, besar kasih setia dan bisa melupakan dosa-dosa kita.

Pada hari ini kita mendengar kisah kehancuran Kerajaan Israel. Pada waktu itu raja Asyur bernama Salmaneser menjelajah seluruh negeri Israel. Selama tiga tahun Israel dikepung bangsa Asyur dan Hosea raja Israel dipenjarakan juga saat itu. Pada tahun kesembilan pemerintahannya, raja Ashyur merebut Samaria dan membawa penduduknya ke tanah pembuangan di Halah, tepi sungai Habor. Alasan utama mengapa orang-orang Israel mengalami pengalaman keras ini adalah karena mereka berdosa melawan Tuhan. Tuhan sudah melakukan perbuatan-perbuatan baik dan besar misalnya mengeluarkan mereka dari perbudakan di Mesir. Tetapi ketika sudah bebas dari Firaun mereka kembali menyembah allah yang lain. Nah di sini jelas bahwa dosa besar yang dilakukan oleh orang Israel adalah mereka menyembah berhala. Nah, masih banyak orang yang memiliki baal-baal dalam hidup, belum memiliki sikap lepas bebas padahal baal-baal itu menghalangi perjumpaan dengan Tuhan Allah yang benar.

Ketika manusia jatuh dalam dosa, apa reaksi dari Tuhan? Ia tidak tinggal diam, tetapi tetap memiliki kehendak untuk menyelamatkan kaum pendosa. Bagi umat Israel, Ia mengutus para nabiNya untuk mengingatkan mereka supaya bertobat. Inilah seruan para nabi: “Berbaliklah kalian dari jalan-jalanmu yang jahat itu; dan tetaplah mengikuti segala perintah dan ketetapanKu, sesuai dengan segala undang-undang yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu dan yang telah Kusampaikan kepada mereka dengan perantaraan hamba-hambaKu para nabi.” (2Raj 17:13). Meskipun Tuhan memiliki kehendak untuk menyelamatkan umat Israel namun mereka tetap berkeras hati sehingga tidak mau mendengar, mereka menolak ketetapan dan perjanjian Tuhan serta peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama Tuhan. Itulah manusia yang rapuh di hadirat Tuhan.

Bacaan pertama ini inspiratif bagi kita. Coba anda membayangkan, Tuhan kita begitu baik. Ia menciptakan segala sesuatu dan memberikannya kepada kita. Ketika manusia menyalahgunakan kebebasannya sehingga jatuh dalam dosa, Tuhan masih mau mengampuni dengan pengampunan tanpa batas. Ia mengutus para nabi untuk mengingatkan dengan seruan-seruan tobat tetapi orang tidak mendengarnya. Ia bahkan mengutus Yesus PuteraNya ke dunia, itu pun orang tidak percaya kepadaNya. Bagi kita saat ini, kesadaran iman perlu kita bangun, kita menata hidup kita untuk lebih layak di hadirat Tuhan. Satu hal yang mau disampaikan dalam bacaan pertama ini adalah supaya kita membangun semangat bermetanoia. Mari kita bermetanoia,berbalik kepada Tuhan Allah kita. Dialah Allah yang mahapengasih dan penyayang. Kasih setiaNya menyertai kita selamanya.

Tuhan Yesus dalam Kotbah di bukit mengingatkan kita untuk membangun semangat bermetanoia supaya layak menjadi anak Bapa di Surga yang kudus. Ia berkata: “Janganlah menghakimi supaya kalian tidak dihakimi.” Ia tahu situasi para muridNya di mana banyak kali mereka memakai sesama sebagai pembanding sehingga muluslah penghakiman mereka terhadap sesamanya. Memang orang lebih mudah menghakimi sesama dari pada dirinya sendiri. Orang mudah memproyeksikan dirinya yang tidak sempurna dengan orang lain. Orang-orang seperti itu perilakunya ibarat “Menunjuk sesama dengan jari-jari di tangan. Ada dua jari menuju ke depan sedangkan tiga jari yang lainnya menuju ke belakang atau ke arah si penunjuk jari tersebut.” Artinya yang harus berubah adalah diri kita karena kita pun memiliki banyak kelemahan.

Menghakimi itu suatu kecenderungan untuk mencari, menuduhkan kesalahan dan hal-hal yang buruk kepada sesama. Rasa benci merupakan teman perjalanan dari sikap menghakimi. Orang akan selalu berpikir bahwa ia tidak bersalah, tidak melakukan dosa dan lain-lainnya. Orang-orang seperti ini bisa masuk kategori orang yang lupa diri. Mereka kebal dan tidak merasa malu untuk berbuat dosa. Pikirkanlah dalam sehari, anda sudah menghakimi berapa orang? Kasihan karena anda sudah menuduh dan mengangap rendah orang lain sebagai kaum pendosa.

Kemunafikan itu masih menguasai hidup banyak orang. Kita butuh Tuhan untuk membantu kita mengenal diri lebih dalam. Kita mestinya berani dan jujur untuk melepaskan kelemahan-kelamahan manusiawi kita dan menerima kebajikan-kebajikan dari Yesus Kristus. Yesus sendiri berkata: “Keluarkanlah balok dari matamu sendiri.” (Mat 7:5). Kalau kita mau mengubah orang lain maka yang pertama berubah adalah diri kita masing-masing. Kalau kita tidak berubah maka kita pun tidak akan mampu mengubah hidup sesama lain. Untuk itu butuh metanoia, pertobatan yang terus menerus.

Doa: Kasih setiaMu, ya Tuhan, kiranya menyertai kami, sebab padaMulah kami berharap.” (Mzm 33:22). Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply