Homili Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis 2014

Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis
Yes. 49:1-6
Mzm. 139:1-3,13-14ab,14c-15
Kis. 13:22-26
Luk. 1:57-66,80

Yohanes bertambah besar dan makin kuat rohnya

Fr. JohnSelama bertahun-tahun menjadi imam, saya memiliki pengalaman-pengalaman pastoral tertentu ketika mendampingi keluarga-keluarga muda, khususnya mereka yang pernikahannya saya berkati. Pada umumnya kalau ada kesempatan untuk bertemu dengan mereka, ada saja pengalaman-pengalaman unik untuk dibagikan bersama. Bagi mereka yang belum dikaruniai anak, biasanya mereka merindukannya. Mereka memohon doa, berziarah dan melakukan karya amal kasih tertentu. Saya selalu mengingatkan mereka bahwa tujuan hidup berkeluarga adalah supaya pasangan hidup itu sama-sama merasa bahagia. Anak adalah anugerah Tuhan sehingga apa yang mereka sedang lakukan itu baik adanya. Bagi mereka yang sudah memiliki anak, mereka memancarkan rasa bahagianya dan memohon supaya saya membaptis, selalu mendokan dan memberkatinya. Anaknya dilatih untuk menyapa saya “Uncle Romo”, ada juga yang lebih lucu lagi karena anaknya dilatih untuk memanggilku “Opa Romo”. Yah macam-macam sapaan penuh keakraban, tetapi yang terpenting adalah saya bangga melihat pasutri tertentu yang bahagia dalam perkawinannya. Ada juga pasangan suami istri yang masih berjuang untuk mencapai kebahagiaan bersama, saling mengenal lebih dalam lagi karena ternyata jatuh cinta yang sebenarnya itu terjadi saat sudah hidup bersama. Masing-masing orang menampilkan keasliannya. Itulah indahnya panggilan apabila dihayati dengan penuh kasih.

Pada hari ini kita merayakan hari kelahiran Yohanes Pembaptis. Orang tuanya yaitu Zakharias sebagai imam di Bait Allah dan Ibunya Elizabeth yang dianggap mandul itu memiliki kerinduan untuk memiliki seorang anak. Sesuai dengan situasi sosial budaya saat itu, Elizabeth dan Zakharias pasti merasa malu dan minder dengan keluarga-keluarga lain karena belum dikarunia anak padahal sudah memasuki usia senja. Elizabeth sudah dikatakan mandul (Luk 1:7). Malaikat Gabriel saja mengatakan tentang Elizabeth kepada Maria: “Dan sesungguhnya Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia yang disebut mandul itu.” (Luk 1:36). Jadi label mandul sudah diberikan kepada Elisabeth dan pasti ia tertekan secara psikologis. Situasi yang sama juga pasti dialami oleh Zakharias suaminya karena mungkin dianggap pria yang tidak diberkati keturunan.

Kita percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang hidup. Ia selalu memiliki rencana yang indah bagi manusia yang berharap kepadaNya. Zakharias dan Elisabeth hidupnya benar di hadirat Tuhan, menuruti perintah-perintah serta ketetapan Tuhan dan tidak bercacat (Luk 1:6). Tuhan berjanji untuk memberikan sukacita kepada Zakharias dan Elisabeth dengan datangnya seorang Putra bernama Yohanes. Sebagai tanda bahwa ada janji dari Tuhan maka Zakharias menjadi bisu sampai hari kelahiran Yohanes. Kelahirannya membawa sukacita bagi sanak keluarga karena Tuhan melakukan karya besar di dalam keluarga ini. Mukjizat menjadi nyata! Yohanes berarti Allah yang berbelas kasih. Benar, Allah menunjukkan belas kasihNya kepada manusia yang berharap kepadaNya. Dan Lukas menulis dalam Injil: “Anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan Ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel.” (Luk 1:80).

Kelahiran Yohanes ini merupakan rencana istimewa dari Tuhan. Jauh sebelumnya Yesaya sudah menubuatkan bahwa seorang hamba Tuhan akan menjadi terang di tengah segala bangsa. Yesaya bernubuat: “Tuhan telah memanggil aku sejak dari kandungan, telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku.” Elisabeth dan Zakharias memberi nama putra mereka Yohanes dan ia akan bertugas sebagai suara yang berseru di padang gurun untuk menyiapkan jalan bagi Tuhan. Seruan tobat disampaikan dengan suara lantang kepada banyak orang. Hal ini mirip dengan nubuat Yesaya: “Tuhan membuat mulutku sebagai pedang yang tajam dan anak panah yang runcing.” (Yes 49:2). Banyak orang yang mendengarnya, membuka diri untuk dibaptis dengan air. Pembaptisan pertobatan untuk menyambut kedatangan Yesus, Penebus kita (Luk 13:24).

Merenungkan kembali pribadi Yohanes Pembaptis memang sangat insipiratif untuk banyak hal. Dia unik bukan hanya soal kesederhanaan dalam makan dan minum tetapi bahwa ia tinggal dalam kesunyian di padang gurun. Kemungkinan kaum Esseni memberikan formasi selama berada di padang gurun. Dari keheningan di padang gurun, ia tampil di depan umum dengan seruan tobatnya supaya orang layak menyambut Kristus. Di sini kita melihat dalam diri Yohanes Pembaptis sikap bathin yang hening dan rendah hati, kuat dan berani untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Sumber kekuatan dan keberaniannya adalah Roh Kudus. Dia sendiri bertumbuh kuat dalam roh.

Tuhan Yesus sendiri memuji Yohanes Pembaptis ketika Ia berkata: “Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil di dalam Kerajaan Surga lebih besar dari padanya.” (Mat 11:11). Yohanes sendiri mengakui: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasutNya pun aku tak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.” (Luk 3:16).

Kita bersyukur kepada Tuhan, karena selalu memiliki rencana yang indah bagi setiap pribadi. Di mata manusia hal yang tidak mungkin terjadi ternyata berbeda ketika berada di hadirat Tuhan. Di mana manusia, Elisabeth dikatakan mandul atau rahminya mati, tetapi di hadirat Tuhan ada rencana indah, ada kehidupan baru di dalam diri Elisabeth dan Zakharias. Allah telah berbelas kasih kepada mereka, Ia juga berbelas kasih kepada kita. Rasakanlah belas kasih Tuhan di dalam hidupmu!

Doa: St. Yohanes Pembaptis, doakanlah kami selalu untuk hidup sederhana, jujur dan tekun. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply