Homili 17 Juli 2014

Hari Kamis Pekan Biasa XV
Yes 26:7-9.12.16-19
Mzm 102:13-14ab.15.16-18.19-21
Mat 11:28-30

Belajarlah pada Tuhan Yesus

Fr. JohnBeberapa minggu yang lalu saya merayakan misa arwah di sebuah rumah duka. Orang yang meninggal dunia adalah seorang pria berusia 29 tahun karena gagal ginjal. Ia baru setahun menikah dan belum dikaruniai anak. Suasana duka sangat terasa. Pada saat homili saya bertanya kepada salah seorang sahabatnya kesan-kesan pribadinya. Ia mengakui bahwa ia belajar banyak hal dari sahabat yang meninggal dunia. Ada hal-hal yang akan selalu diingatnya: sahabatnya itu bertahan dalam penderitaannya, tidak pernah mendengar keluhan karena sakit atau lelah. Dia juga melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Banyak kali pengalaman-pengalaman yang kita bangun bersama sahabat-sahabat itu merupakan pengalaman yang biasa tetapi akan menjadi luar biasa pada waktunya. Masing-masing kita menunjukkan kebajikan-kebajikan yang diam-diam bisa diakses oleh sesama kita sebagai sesuatu yang baik dan berguna bagi diri mereka.

Tuhan Yesus dikisahkan dalam Injil tampil di hadapan umum di daerah Galilea. Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa tidak seperti yang dilakukan kaum Farisi. Banyak orang datang kepadaNya dan mengalaminya sendiri, Mereka belajar banyak hal dari pengajaran dan tanda-tanda heran yang dilakukanNya. Penginjil Matius bersaksi bahwa setelah Yesus bersyukur kepada Bapa di Surga karena hikmatNya diperuntukkan bagi kaum kecil dan sederhana melalui Yesus sebagai Putera, kini Ia mengajak kaum kecil yang tidak lain para muridNya untuk datang, mendekati dan belajar padaNya.

Yesus berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Mat 11:28-30). Orang yang mengalami keletihan jasmani dan rohani diajak oleh Yesus untuk datang kepadaNya. Mereka semua akan mengalami kelegaan dalam hidupnya. Anda dan saya juga memiliki pergumulan tertentu di dalam hidup. Kita tidak perlu berhenti pada persoalan hidup itu, tidak perlu dikuasai oleh segala kekuatiran duniawi tetapi sebagai orang beriman kita datang kepada Yesus. Dialah satu-satunya yang melegakan kita.

Yesus mengajak kita untuk memikul kuk yang dipasangNya dan kita diajak untuk belajar padaNya. Apakah maksud Yesus tentang kuk itu? Bagi orang-orang Yahudi, kuk adalah simbol ketataatan total kepada Allah. Mereka selalu mengatakan kuk Torah, kuk perintah-perintah Allah, kuk kerajaan, kuk Allah. Artinya seorang beriman Yahudi itu taat kepada hukum taurat, mentaati sepuluh perintah Tuhan, mentaati Allah dan kerajaanNya. Yesus mengatakan kukNya itu ringan. Ringan itu berarti kuk itu dipasang baik, pas atau cocok.

Nah kuk itu sendiri merupakan perkakas atau alat untuk menghubungkan beberapa lembu menjadi satu. Ini sebenarnya merupakan simbol penindasan (1Raj 12:4; Kis 15:10). Secara alegoris, kuk itu merupakan simbol perbudakan atau pekerjaan yang sangat berat. Kuk bisa menjadi sebuah hukuman dari Allah bagi kaum pendosa. Kuk bisa menjadi jerat dosa dan kuk itu bisa terlepas kalau kita mengimani Yesus Kristus sebagai satu-satunya penebus kita (Gal 5:1). Orang-orang sungguh percaya kepada Tuhan akan melayaniNya dengan baik. Dengan melayani akan lahir sukacita di dalam diri. Orang munafik merasa kuk sebagai beban di dalam hidup.
Seperti apakah kuk itu? Kuk sebagai alat pemersatu beberapa lembu atau ternak itu terbuat dari palang kayu dengan jepitannya yang kuat secara vertikal untuk memisahkan ternak itu. Dengan demikian ternak itu dapat berlangkah secara bersama-sama sambil menarik beban tertentu. Kuk itu merupakan palang kayu tunggal dengan jerat tali yang diikatkan pada leher ternak penarik beban. Yesus berkata tentang kuk ringan dan enak karena tidak melukai atau membebani manusia. Nah di sini Yesus mengajak kita untuk sama-sama memikul kuk, untuk mempersatukan diri kita denganNya, kehendak kita adalah kehendakNya, menyatukan hati dan pikiran kita denganNya. Bersatu dengan kukNya yang ringan dan enak berarti bersatu dalam sebuah relasi yang penuh kasih, kepercayaan dan ketaatan.

Kita belajar dari Yesus yang patuh kepada Bapa untuk memikul beban dosa umat manusia. Ia tidak memakai perhitungan untung dan rugi tetapi secara total Ia mengorbankan diriNya. Yesus mencari kebahagiaan kekal manusia. Mari kita melihat hidup dan pengorbanan diri kita untuk kebaikan sesama. Banyak kali kita melayani atau mengorbankan diri tetapi tidak tulus seperti Yesus. Yesus memberi segalanya bagi kita, kita memberi beban dosa kita kepadaNya.

Di dalam bacaan pertama kita juga diajak oleh nabi Yesaya untuk belajar dari kasih dan kebaikan Tuhan di dalam hidup setiap hari. Yesaya berkata: “Jejak orang benar adalah lurus, sebab Engkau yang merintis jalan lurus baginya.” (Yes 26: 7). Orang benar selalu berjalan dalam jalan Tuhan dengan menyebut namNya yang kudus dan mengingat-ingat segala kebaikanNya. Orang benar akan selalu merindukan, mencari dan menemukan Tuhan. Daud pernah berdoa: “Ya Allah, Engkaulah Allahku, Aku mencari Engkau, jiwaku haus kepadaMu, tubuhku rindu kepadaMu seperti tanah yang kering dan tandus tiada berair.” (Mzm 63:1). Bagi Yesaya: “Dengan segenap jiwa aku merindukan Engkau pada waktu malam, juga dengan sepenuh hati aku mencari Engkau pada waktu pagi; sebab apabila Engkau datang menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang benar.” (Yes 26:9).

Kita belajar dari Yesus yang selalu bersyukur kepada Bapa karena segalanya telah diberikan Bapa kepadaNya sebagai Putera. Yesus yang merindukan Bapa sebagaimana kita juga merindukanNya. Mari kita memadang Yesus dan belajar kelembutan dan kerendahan hatiNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami supaya sepanjang hari ini bersikap lemah lembut dan rendah hati. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply