Homili 8 Oktober 2014 (Dari Bacaan Pertama)

Hari Rabu, Pekan Biasa XXVII
Gal. 2:1-2,7-14
Mzm. 117:1,2
Luk. 11:1-4

Kekuatanku dari Kristus

Fr. JohnAda seorang misionaris yang berkarya di sebuah paroki terpencil. Ia menghabiskan sebagian hidupnya untuk mewartakan Injil dan memberdayakan umat katolik di daerah itu. Rata-rata umat di daerahnya adalah petani sederhana dan miskin yang perlahan berubah menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Baik umat maupun pemerintah daerah setempat memberikan penghargaan atas semua karya misinya selama puluhan tahun di tempat itu. Dalam perayaan syukur kehadirannya di tanah misi itu, ia mengatakan kepada semua umat yang hadir bahwa ia tidak memiliki kekuatan apa-apa selain kekuatan dari Kristus yang ada di dalam dirinya. Ia mengasihi Kristus dan gerejaNya dengan cara membaktikan diri sampai tuntas. Semuanya karena Kristus bukan karena dirinya. Semua umat yang hadir mengakui pernyataan misionaris ini. Mereka percaya bahwa Tuhan turut berkarya di dalam dirinya.

Pada hari ini kita mendengar kesaksian iman St. Paulus. Ia membagi pengalaman misionernya kepada jemaat di Galatia. Sebelumnya, ia sudah mengakui masa lalunya sebagai seorang Saulus yang berubah menjadi Paulus. Ketika berjumpa dengan saudara-saudara yang sudah percaya kepada Kristus, mereka merasa takut karena mengenal dirinya sebagai orang yang hendak membinasakan mereka. Tetapi mereka juga yakin bahwa ia sudah bertobat dan kini menjadi salah seorang di antara mereka yang ikut mewartakan Injil. Tuhan memang punya rencana yang bagus untuk setiap orang.

Ia melanjutkan kisah hidupnya bahwa setelah melakukan perjalanan missioner, ia pergi ke Yerusalem bersama Barnabas dan Titus untuk menghadiri Konsili pertama. Di dalam Konsili itu, Paulus menjelaskan Injil yang sudah diwartakannya kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Injil yang diwartakannya itu berasal dari Allah sendiri. Ia juga mengakui mewartakan Injil kepada orang-orang tak bersunat atau orang-orang asing sedangkan Petrus mewartakan Injil kepada orang-orang bersunat. Ketekunannya untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa asing atau kaum tak bersunat mendapat kekuatan di dalam diri Yesus Kristus sendiri. Ia berkata: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Flp 1:21). Kristuslah yang memberi kekuatan kepada Paulus untuk mewartakan InjilNya. Paulus juga berkata: “Celakalah aku jika tidak mewartakan Injil.” (1Kor 9:16).

Paulus juga yakin bahwa di dalam gereja muda ini sangat dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang tangguh. Ia menyebut tiga nama yakni Yakobus, Kefas dan Yohanes sebagai soko guru di dalam gereja muda ini di Yerusalem. Bersama para soko guru ini, Paulus tetap mengharapkan supaya mereka konsisten dalam memfokuskan pelayanan mereka kepada semua umat, baik kaum yang tidak bersunat maupun bersunat dan lebih-lebih kalau mereka itu orang miskin. Mereka juga harus berusaha untuk saling menerima satu sama lain karena sama-sama milik Kristus yang satu dan sama. Itulah sebabnya Paulus berani menegur Petrus di Antiokhia karena menjauhkan dirinya dari kaum tak bersunat. Bukan hanya Petrus, karena orang-orang Yahudi bersifat munafik maka Barnabas pun ikut-ikutan menjadi munafik. Terhadap sikap hidup seperti ini Paulus berkata: “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?” (Gal 2:14). Teguran ini masih actual. Banyak orang mengakui dirinya sebagai orang katolik tetapi hidupnya jauh dari Tuhan dan Injil suci.

Sharing pengalaman pribadi Paulus ini membantu kita untuk menyadari betapa pentingnya semangat kepemimpinan di dalam Gereja. Gereja membutuhkan para pemimpin yang berlaku sebagai pelayan bagi banyak orang. Para pemimpin itu memiliki visi yang luas dan kepemimpinannya merangkul semua orang tanpa memandang siapakah orang itu. Paulus menyadarkan Gereja supaya melayani semua orang, terutama kaum miskin yang sangat membutuhkan bantuan sesamanya. Ini adalah opsi yang terus hadir di dalam Gereja hingga saat ini.

Banyak kali kita mungkin melayani tetapi tidak dengan sukacita. Kita melayani dengan hitung-hitungan dan aneka motivasi yang tidak jelas seperti demi popularitas, demi pujian dan pengakuan sebagai orang hebat yang bisa melayani. Pada hari ini arah pikiran kita diubah untuk melayani semua orang dengan sukacita. Paulus adalah pelayan sejati menyerupai Yesus Kristus. Bagaimana dengan kita? Mampukah kita menjadi pelayan yang setia?

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk dapat melayani dengan sukacita. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply